Spanyol dikenal sebagai salah satu negara tujuan pariwisata kelas dunia yang banyak menggunakan satwa liar seperti lumba-lumba, singa, banteng, dan gajah untuk menarik minat wisatawan. Tak ayal, banyak kritik dari kelompok pecinta hewan yang mendesak Spanyol untuk menghentikan kegiatan tersebut. Pasalnya penggunaan satwa liar untuk kepentingan bisnis pariwisata disebut telah melanggar hak hidup hewan.
Eksploitasi satwa liar berlebihan tanpa memperhatikan kesejahteraannya hanya untuk menghibur para wisatawan yang datang. Tak hanya Spanyol, beberapa negara lainnya juga masih melanggengkan eksploitasi hewan atas nama pariwisata, termasuk Indonesia. Kekerasan pada hewan sebenarnya sering terjadi di sekitar kita. Karena dianggap biasa, banyak dari kita yang kemudian tidak menyadari bahwa pertunjukan yang melibatkan hewan kerap diisi dengan kekerasan di dalamnya.
Beberapa bahkan dibalut dengan tradisi kedaerahan seperti adu bagong, sabung ayam, atau topeng monyet. Yang lainnya dikemas sebagai atraksi maupun wisata hiburan, misalnya gajah tunggangan, sirkus hewan, delman, dan kebun binatang. Banyak kasus kematian hewan yan terjadi akibat eksploitasi satwa liar. Pada 2013 lalu, tercatat sekitar 141 hewan mati di kebun binatang Indonesia. Kebun Binatang Surabaya menjadi penyumbang paling banyak.
Meski sudah terbukti melanggar hak hidup para hewan, bentuk ekspolitasi hewan di industri pariwisata tetap saja langgeng. Para pengelola wisata enggan menutupnya dengan dalih sarana edukasi kepada masyarakat. Pendiri Animal Welfare Society, Marison Guciano mengungkapkan tak ada edukasi yang diberikan di kebun binatang ataupun sirkus hewan.
Hewan yang digunakan dalam pertunjukan menghabiskan seluruh hidup mereka di kandang, peti, kolam, tangki, atau truk. Jelas bahwa hewan-hewan tersebut tidak lagi memiliki ruang gerak bebas. Dalam pertunjukan sirkus, bahkan mereka harus melakukan perjalanan jauh setidaknya seminggu sekali. Banyak yang tidak diberi makan dan minum cukup sehingga membuat mereka sangat tersiksa.
Pada tahun 2018 lalu, Portugal telah meresmikan sebuah Undang-Undang (UU) yang melarang penggunaan satwa liar untuk pertunjukan sirkus mulai tahun 2024 mendatang. UU tersebut disetujui olej parlemen dan kelompok-kelompok hak asasi Virginia Hall, mata-mata perempuan paling berbahaya di Perang Dunia II. Pemerintah Protugal akhirnya menyadari bahwa memperluas ukuran kandang dan kontrol yang lebih ketat tidak cukup untuk menangani masalah eksploitasi hewan dalam sirkus.
Thailand yang selama ini menggunakan gajah sebagai daya tarik utama wisatanya juga telah memulai era safari gajah yang lebih manusiawi. Dahulu gajah di Thailand dapat ditunggangi dan dilihat dari kandang. Namun kini gajah dibiarkan hidup bebas di habitat aslinya tanpa kandang. Wisatawan masih dapat melihatnya dari jarak aman. Menunggangi atau menyentuh gajah sangat dilarang.