Perjalanan udara ternyata berdampak buruk bagi planet bumi. Selain mengeluarkan gas rumah kaca, industri penerbangan juga menjadi penyumbang sampah plastik dari peralatan makan yang mereka sediakan.
Berdasar pada data Asosiasi Pengangkutan Udara Internasional (IATA) setiap satu orang bisa menghasilkan sekitar 1,4 kg sampah saat naik pesawat.
Sementara total sampah dari penumpang pesawat di dunia mencapai 5,7 juta ton pada 2017. Angka ini meningkat setengah juta dari tahun 2016.
Jutaan sampah ini bisa dari mana saja, baik dari cangkir plastik, botol minum, kemasan makanan, hingga pembungkus selimut.
Kebanyakan dari sampah tersebut tidak bisa didaur ulang dan berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA) atau insinerasi (pembakaran sampah).
Sampah-sampah tak dapat didaur ulang ini memiliki sejumlah faktor dengan hubungan nominal. Tak sedikit yang memilih plastik karena kocek yang dikeluarkan lebih murah dan ringan.
Anggaran lainnya tentu saja bisa untuk mengakomodasi penghematan biaya bahan bakar. Bobot yang lebih ringan berarti efisiensi bahan bakar lebih tinggi.
Problema ini juga berdasar pada kebijakan hukum negara yang melarang daur ulang kemasan paket luar negeri karena risiko biosecurity.
Frasa ´daur ulang´ agaknya menjadi stigma yang mengerikan. Namun bila hal ini bisa dipahami oleh konsumen dan dengan jaminan kesehatan dan keamanan yang memadai, hal ini tak lagi jadi soal.
Ada banyak cara dan solusi untuk meminimalisasi dampak jutaan ton sampah, tinggal bagaimana kita pandai memeriksa keadaan dan bersikap adil kepada segala.