Merasakan surga tanpa harus merasakan namanya mati, adalah salah satu hal yang dapat kita lakukan di dunia ini. Kita tahu karena alam ini adalah salah satu surga yang diberikan oleh Tuhan untuk kita nikmati.
Agustus lalu, meski modal uang pas pasan, tak menghalangi niat untuk mengunjungi kembali Pulau Gili Ketapang di Probolinggo setelah 2 tahun yang lalu saya nekat seorang diri berkunjung ke sana. Jika kita lihat dari google map, Pulau Gili Ketapang mirip seperti kecebong ditengah Laut Jawa.
Jalan satu satunya untuk menuju Pulau Gili harus melalui Dermaga Tanjung Tembaga terlebih dahulu karena akses satu-satunya hanyalah menggunakan perahu angkutan umum yang digunakan warga Pulau Gili untuk menuju Probolinggo. Dan perjalanan ke Pulau Gili saya berhasil mendapat bonus tumpangan gratis, meski saya harus bantu angkat sayur ke atas kapal, tak apalah yang penting bisa menghemat uang saku.
Perjalanan dimulai dari jam 05;00 pagi. Karna pada waktu tersebut banyak warga Gili yang pergi ke pasar. Ini salah satu momen yang pas untuk mendapatkan tumpangan gratis. Perjalanan ke Gili berjalan dengan lancar karena ombak saat itu sedang tenang.
Hal yang pertama saya cari di Pulau Gili Ketapang yaitu sarapan pagi! Maklum perjalanan dari kota saya Bondowoso dari jam 02:30 pagi sampai di tanjung tembaga jam 05:00 pagi cukup membuat perut saya keroncongan. Tak ada ayam goreng, burger maupun pizza di sini. Hanya ada nasi khas Pulau Gili. Sepintas sama dengan nasi bumbu balado, namun di sini lebih dominan dengan cita rasa khas pesisir Pulau Madura, lebih banyak menggunakan ikan laut sebagai menu andalannya.
Kuliner nasi merah dengan lauk ikan laut akhirnya menjadi penolong perut keroncongan kami. Cukup dengan harga Rp.5000,- harga yang tak akan ditemukan lagi di kota metropolitan untuk makanan semewah ini. Untuk mendapatkan seporsi makanan ini hanya ada satu warung yang menjual di Pulau Gili tepatnya di depan masjid paling ujung timur di Pulau Gili di jalan menuju petilasan Syaikh Maulana Malik Ibrahim dan Goa Kucing.
Perut sudah terasa kenyang dengan satu piring nasi merah khas gili saatnya kita bertiga mencari lokasi untuk beristirahat sejenak untuk membuang penat. Pada awalnya kedua teman baru saya ingin mencari tempat untuk camp ground semalam karena mereka dari rumah sudah lengkap dengan peralatan tenda di carriernya. Saya lupa memberitahu mereka jika kita bisa menginap di petilasan Goa Kucing. Disana sudah disedakan tempat gratis untuk peziarah, cukup nyaman untuk menghilangkan penat.
Fasilitas yang disediakan di penginapan peziarah petilasan cukup nyaman meskipun tak senyaman bermalam di hotel kelas melati. Disini disediakan air mandi dan ruangan dengan alas tikar dari pandan dan listrik yang hanya hidup dari jam 5 sore sampai jam 6 pagi, untuk kontribusi kita hanya cukup memberikan sumbangan seikhlasnya di kotak amal yang ada di petilasan. Jika sedang beruntung saat ada peziarah kita juga bisa dapat makanan gratis.
Pulau Gili menyimpan banyak misteri yang masih belum banyak terungkap salah satunya ada tempat yang dikeramatkan oleh warga sekitar Gili bahkan dari luar pulau. Bagi kamu yang suka dengan hal- hal misteri, mistik, legenda Pulau Gili adalah salah satu tempat yang cocok untuk sekedar berburu misteri, siapa tahu kalian mengidolakan”Indiana jones, Scobedooy,atau tin-tin”.
Informasi yang berhasil saya dapatkan dari warga sekitar di Goa Kucing, pada waktu-waktu tertentu terkadang ada kucing gaib yang keluar dari dalam goa. Dan disana ada juga pohon kayu stigi yang konon dahulu kala adalah tongkat Syaikh Maulana Ibrahim yang ditancapkan di sana dan sampai sekarang tumbuh menjadi pohon stigi yang menjulang di area petilasan. Jangan lupa kalau ke area petilasan untuk mencari biji pohon stigi, lumayan bisa dibuat gelang sebagai cinderamata.
Bapak-bapak di Pulau Gili yang sudah terbiasa membuat kapal untuk menopang perekonomian keluarganya. Maklum warga Gili Ketapang hampir semua adalah nelayan, dan tak kalah hebatnya kayu didatangkan dari Pulau Jawa. Dan luar biasanya, meski kapal di sini dibuat secara manual, kualitasnya sangat bagus dan berani diadu dengan pabrikan.
Setelah 60 menit berjalan dari ujung timur pulau, akhirnya kami sampai di ujung barat pulau Gili Ketapang. Tempat ini juga populer dengan sebutan Tanjung Love atau ada jug ayang menyebut buntut kecebong karena jika kita lihat dari atas mirip dengan buntut kecebong raksasa. Di tempat ini kita bisa memanjakan mata kita melihat matahari terbenam dengan hamparan pasir putih yang bersih.
Matahari yang mulai terbenam adalah salah satu momen yang paling dinantikan. Banyak warga Pulau Gili yang menyempatkan diri untuk bersantai di bibir pantai. Ada banyak anak kecil yang bermain di pinggiran pantai dengan hamparan pasir yang putih.
Saya mencoba berbaur bersama warga saling berbagi cerita dan tertawa bersama. Dialek yang digunakan oleh warga lokal adalah bahasa madura. Untung saya masih bisa sedikit bahasa madura.
”Ngapora taretan”, istilah yang digunakan untuk mengucapkan kata permisi.
Tak jarang di dekat Dermaga Pulau Gili kita menemukan anak- anak yang mandi dengan riang sambil bersenda gurau dengan temannya. Meski pulau ini jauh dari kata modernisasi, mereka nampak sangat riang bermain.
Untuk menuju Pulau Gili dari kota Bondowoso, saya menggunakan jasa mobil pick up pengangkut sayur tentunya gratis, turun di daerah terminal Probolinggo sedangkan tarif angkutan umum dengan bus Rp 25.000. Dari terminal Probolinggo menuju ke dermaga Tanjung Tembaga saya pakai jasa ojek dari hasil nego tarif ojek Rp 20.000, tanjung tembaga ke pulau gili naik kapal angkutan umum Rp 7000 dan beli makanan nasi merah perporsi Rp.5000, total keseluruhan perjalanan saya hanya menghabiskan Rp 120.000,-.
Saat traveling ke Pulau Gili usahakan jangan lupa bawa tabir surya karena cuaca sangat panas selain itu bawa pula air mineral, cemilan, topi, p3k dan yang paling penting jaga sopan santun karna warga Gili mayoritas orang Madura jika kita sopan maka bagi mereka adalah saudara Jangan lupa juga cari informasi sebanyak mungkin tentang Pulau Gili, karena ada satu momen dimana jika kamu beruntung, kamu akan bertemu dengan hiu tutul di tengah perjalanan.