Tertangkap Mencuri, Turis Asing Diarak Keliling Gili Trawangan

Pantaskah turis asing ini diarak keliling kampung?

SHARE :

Ditulis Oleh: Echi

Mungkin, I am a thief. Foto berasal dari laman Facebook Gili Trawangan, Meno, Air

Kasus ini bukan kali pertama. Tahun 2014 lalu, ramai diberitakan seorang turis asing ketahuan mencuri lalu diarak keliling desa. Setelah diarak, barulah si pelaku pencurian ini diserahkan pada pihak berwajib.

Nah, kasus yang sama terulang kembali. Melansir dari BBC.COM, dua turis asal Australia diarak setelah tertangkap mencuri sepeda. Kedua turis berjalan sambil mengalungkan papan di leher bertuliskan “saya mencuri, jangan lakukan apa yang telah saya lakukan”. 

Di belakang, depan, samping kiri dan kanan terlihat para petugas polisi mengawal mereka. Turis wanita terlihat malu dan agak menundukan kepalanya, sedangkan teman prianya terlihat tenang.

Tradisi diarak keliling kampung merupakan salah satu budaya di Indonesia, khususnya di Lombok. Bagi mereka, tidak peduli turis asing atau pun warga lokal, yang ketahuan mencuri pasti akan mendapatkan ganjaran diarak keliling desa sebelum akhirnya diserahkan pada yang berwajib. Menurut warga setempat, tradisi ini akan memberi efek jera kepada para pelaku pencurian. Bahkan, hukuman ini dianggap lebih efektif karena menciptakan rasa malu.

Nah, tradisi warga Lombok ini ramai jadi bahan perbincangan dan dipertanyakan netizen di facebook. Sebagian menganggap hukuman arak keliling desa telah menghina dan mempermalukan harga diri pelaku.

Lalu, ada lagi yang berpendapat, tidak seharusnya pelaku dipermalukan dihadapan publik. Cukup laporkan kepada yang berwajib dan biarkan hukum yang memprosesnya.

Namanya juga netizen, dalam perdebatan yang cukup serius ini masih saja ada yang membahas kesalahan grammatical yang tertulis pada papan yang dikalungkan di leher pelaku. Kesalahan grammatical ini cukup menjadi olok-olokan netizen.

Pantaskah hukuman arak keliling kampung bagi turis asing?

Jika dilihat dari sudut pandang HAM, sanksi dipermalukan keliling kampung karena telah melanggar norma memang tidak bisa dibenarkan. Tapi, hukuman tersebut bisa menjadi contoh kepada masyarakat lainnya agar tidak mencoba untuk melakukan hal yang serupa.

Di Indonesia sendiri sanksi sosial masih diberlakukan agar norma-norma yang ada dalam lingkungan masyarakat tetap terjaga. Permasalahannya, yang melakukan pelanggaran norma tersebut adalah turis asing. Apakah sanksi sosial masih relevan diterapkan pada mereka yang notabene bukan penganut tradisi itu? 

Kalau menurut saya sih, berkaca pada peribahasa yang mengatakan dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Dimanapun kita berada sudah sepatutnya mematuhi tradisi yang ada. Sebagai contoh, saat di Belanda, Kamu bakal dimarahin orang kalau berjalan di jalur sepeda. Di Indonesia, hal itu sudah hal biasa bukan? Tapi karena Kamu berada di Belanda, maka harus mematuhi aturan yang ada.

Nah, sama saja dengan aturan arak keliling desa. Hal itu adalah bagian tradisi. Meskipun nantinya pihak berwajib akan memprosesnya, tetap saja harus patuh pada adat setempat. Lagi pula, apapun hukumannya, bukankah mencuri adalah hal yang tidak baik?

***

Menurut Kamu, turis asing tersebut pantas diarak keliling kampung nggak sih?

View Results

 Loading …
SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU