“Sebaik-baiknya kebiasaan masyarakat di suatu negara, bukan berarti itu juga baik untuk masyarakat negara lain”
Orang Indonesia memiliki kebiasaan memanggil turis asing dengan kata ‘bule’. Sebuah kata yang mempresentasikan kalau mereka itu unik, berkulit putih, tinggi, dan terlihat istimewa jika dibandingkan dengan warga lokal. Rasanya, panggilan ini sudah melekat pada setiap turis asing yang memiliki ciri-ciri tersebut. Tapi tak semua turis asing suka dipanggil ‘bule’ lho!
Di luar negeri, para turis asing yang memiliki kulit putih sering mendapat sapaan “Caucasian” atau istilah Indonesianya ‘bule’.
Saat banyak orang Indonesia menyapa turis asing dengan kata ‘bule’ mereka mengaku seperti diperlakukan menjadi sekelompok orang dari ras lain. Meskipun sebenarnya memang dari suku yang berbeda, namun para bule tak ingin dipanggil ‘bule’ karena itu terdengar seperti dibedakan.
Using the word “white” is to use a racial category. “Caucasian” sounds kind of like an ethnicity, or some scientific category. So we don’t have to talk about race. –Jacob Bonde
Seorang turis Jerman bernama Gerda juga pernah merasa sangat tersinggung ketika dipanggil ‘bule’ oleh orang Indonesia. Dia seperti dibedakan dan dianggap dari manusia dari planet entah-berantah.
Beberapa anak di pedesaan biasanya merasa senang ketika melihat turis asing. Para bule justru merasa senang jika melihat anak-anak yang menyambut mereka dengan polos. Seperti menyambut dengan kata “Hai Mister” atau “Halo Bule”.
Tapi, beberapa anak kadang bikin turis asing merasa risik ketika memanggil berulang kali, seperti “Wih, bule tuh bule…” atau “Wih, ada bule masuk kampung.. bule kampung tuh”. Meskipun turis asing tidak mengerti apa yang dikatakan oleh anak lokal, tapi mereka cukup mengerti kalau sapaan itu bukanlah sapaan yang bagus untuk mereka.
Usually it doesn’t bother us, but sometimes people, especially children seem to use it in a derogatory way, which is really rude and offensive. Ujar Pak Martin, bule yang sudah lama tinggal di Indonesia.
Orang Indonesia sering merasa gumun ketika melihat ‘bule’ datang ke Indonesia. Terkhusus di kampung. Jika sudah begini biasanya mereka bisik-bisik sambil menunjuk-nunjuk si ‘bule’ tersebut.
Tahukah Kamu, ternyata ‘bule’ sangat tidak suka diperlakukan demikian. Mereka seperti ditelanjangi karena dibicarakan dari atas hingga bawah.
“One whispered to the other, ‘see the bule over there?’ Eva found this offensive, she thought the women behaved as if Eva was not able to understand their conversation, and felt being treated like a non-person” Ini salah satu curhatan ‘bule‘ ketaknyamanan turis asing dalam sebuah forum diskusi sebuah website bernama Expat.
*gumun adalah istilah dalam bahasa Jawa yang artinya takjub.
Bertemu dengan seseorang berwarganegara asing pasti membuat orang lokal Indonesia merasa senang. Rasanya, melihat ‘bule’ adalah hal menyenangkan. Meskipun warga lokal sangat mencintai ‘bule’, tapi kadang rasa cinta ini membuat para ‘bule’ merasa sangat terganggu.
Keberadaan ‘bule’ seperti menjadi bahan omongan. Meskipun apa yang dibicarakan warga lokal mengusung ke hal positif, namun kebanyakan wisatawan asing merasa terganggu. Ya, Kamu tahu sendiri lah, semua orang pasti tidak ingin menjadi pusat pembicaraan bukan?
Sebenarnya, wisatawan asing tidak begitu masalah ketika warga lokal memanggil mereka dengan kata ‘bule’ dengan catatan tanpa imbuhan kata lain dan bahasa tubuh yang berlebihan. Namun karena hal-hal simpel di atas, banyak wisatawan mengeluh.
Meskipun tidak bermaksud membuat wisatawan asing terganggu, ternyata apa yang selama ini orang Indonesia lakukan kepada wisatawan asing sangat mengganggu mereka. Lalu, apa yang harus dilakukan ketika melihat turis asing?
1. Turis asing memang suka mendapat sambutan dari warga lokal, tapi mereka lebih suka jika diperlakukan ‘biasa saja’, ya selayaknya Kamu dengan orang Indonesia lainnya
2. Jangan meminta foto secara berlebihan, coba deh baca tips foto bareng bule ini
3. Panggil mereka dengan nama mereka atau mister/miss saja. Misalnya, “hai david” atau ” hallo mister”
Wisatawan asing pasti merasa betah di Indonesia jika warga lokal tidak alay dan bersikap biasa saja ketika melihat mereka.
***