Manusia memang diciptakan dengan berbagai perbedaan, dari warna kulit, bahasa, negara, ukuran badan, dan masih banyak lainnya. Tapi entah mengapa saya selalu merasa kurang percaya diri dengan perbedaan diri saya sendiri. Yah, meskipun saya tahu semua orang juga beda.
Banyak sekali pikiran negatif di otak saya, saya hanya menyalahkan diri saya sendiri dan bahkan tak pernah berani untuk memulai mimpi saya sendiri untuk menjadi seorang traveller yang bisa keliling dunia. Bagi kamu mungkin ini terlalu berlebihan, tapi sebagai wanita yang memiliki ukuran tubuh yang tidak biasa, memulai traveling adalah hal yang sulit. Saya takut dengan omongan orang tentang mimpi saya, ditambah lagi saya tak seperti wanita kebanyakan.
Kata orang, manusia akan merasa berarti jika mimpi yang mereka ukir lambat laun dapat mereka raih. Saya setuju dengan kata-kata itu, tapi entah mengapa saya merasa tidak percaya diri dengan diri saya sendiri. Tapi, saya takut tak pernah merasakan kebahagiaan itu. Bagaimanapun juga, saya akan mati penasaran jika tak pernah mencoba untuk meraih mimpi saya.
Dari sana, saya sadar jika saya hanya nggambus (nggambus: tidak berguna/tidak melakukan apa-apa) dengan mimpi-mimpi saya.
Saya tak pernah merasa seberani ini sebelumnya, bukan gara-gara gebetan menawari saya untuk menjadi pacarnya, tapi karena saya memutuskan untuk ikut dalam sebuah pendakian bersama dengan beberapa teman untuk pertama kali.
“Saya memilih untuk mengawali karir traveling saya dengan mendaki gunung. Bukan untuk menghindari keramaian, tapi saya pikir saya bisa menaklukkan (ketakutan, ke-egoisan) diri saya jika saya mendaki gunung.”
Untuk bisa meraih sebuah mimpi, ketakutan dan ke-egoisan adalah penghalang besar. Saya tahu saya penakut, saya ingin membuang semua perasaan itu dengan langkah-langkah berat saat mendaki. Dengan itu, saya yakin dengan kemampuan diri saya.
Saat saya memutuskan untuk mendaki gunung, saat itu juga saya mendadak menjadi seperti seorang artis dadakan. Banyak orang yang belum saya kenal berkomentar pedas dengan apa yang saya lakukan.
“Mbak, emang kuat ya naik gunung? Medannya berat banget lho, Mbak! Itu lho teman saya yang lebih langsing dari Embaknya aja tadi tepar kok!”
“Buset.. Mbaknya yakin mau naik?”
“Mbaknya pasti naik gunung gara-gara gagal diet, ya?”
“Awalnya memang berat mendengar apa kata orang tentang diri saya, tapi saya tahu, saat saya belum mencobanya saya tidak akan pernah tahu jawaban apa yang akan saya terima.”
Bukan hany soal ukuran badan yang berbeda, tapi saya yakin banyak sekali orang yang merasa tidak percaya diri dengan diri mereka sendiri. Ketika saya mencoba membuka mata saya lebih lebar dari biasanya, saya merasa tak pernah ada satu hal pun yang harus di khawatirkan dari diri saya.
Nyatanya, banyak sekali orang yang berbeda dari kebanyakan orang juga melakukan perjalanan, bahkan mereka berani mengelilingi dunia. Ternyata saya hanya membatasi diri dan tak pernah berani melihat dunia luar. Padahal, tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan dari perbedaan-perbedaan itu. Halangan ini hanya berasal dari diri sendiri.
Seperti mendapatkan bulan di tangan, seperti itulah perumpamaan yang bisa menggambarkan kebahagiaan saya ketika memutuskan untuk traveling.
Terlepas dari perbedaan yang dimiliki oleh orang-orang, semua orang berhak merasakan bahagia dengan caranya. Traveling adalah bagaimana saya bisa mendapatkan kebahagiaan. Saya merasa menjadi orang baru, lebih bahagia dan berani.
***
Lupakan sejenak kekuranganmu, meskipun banyak orang berkomentar buruk tentang pilihanmu menjadi seorang traveller, saya yakin kamu bisa merasakan kebahagiaan yang juga saya rasakan saat traveling.
Tidak perlu banyak tips, kamu paling memahami dirimu sendiri, lakukanlah apa yang ingin kamu lakukan.