Persahabatan Bocah Kwatisore Papua dengan Hiu Paus

Bocah Kwatisore Papua terlahir dengan kemewahan yang membuatku iri, yaitu persahabatan yang terjalin dengan makhluk tercantik salah satu primadona para penyelam, ikan hiu paus.

SHARE :

Ditulis Oleh: Faiz Jazuli

photo from liburankeluarga.com

Kulempar beberapa ikan teri ke dalam laut.  Hewan-hewan cantik itu menyembul dari permukaan air. Dengan sigap mereka melahap semua ikan teri yang kulempar. Mereka adalah para hiu paus penghuni lautan Kwatisore. Aku tak tahu persis berapa ukurannya jika dihitung dalam meter, yang pasti dia tak kalah besar dari minibus-minibus di daerahku.

Di sekitar bagan nampak beberapa penyelam. Mereka melakukan diving dan snorkeling begitu dekat dengan hiu paus. Hewan raksasa ini memang bukan tergolong hewan agresif. Jarang ditemukan kasus hiu paus menyerang manusia.

Kwatisore, Taman Nasional Teluk Cendrawasih Papua dikenal sebagai rumah para hiu paus. Ada sekitar ratusan ikan yang disebut sebagai ikan terbesar di muka bumi ini.

Martin, seorang teman asal Kwatisore bercerita bahwa ikan hantu, begitu masyarakat kwatisore menyebut hiu paus, adalah sahabat masyarakat Kwatisore. Disebut ikan hantu karena hiu-hiu puas ini sering tiba-tiba muncul di samping perahu dan menggesek-gesekan badan mereka ke perahu.

Sebagian warga desa tak takut berenang bersama para hiu paus. Martin nampak sangat riang dan begitu lepas saat berenang di dekat ikan berbobot belasan ton ini. Dia bahkan berani memeluk ikan tersebut, dan mengagumkannya lagi ikan tersebut tak marah dan nampak senang bermain dengan Martin.

Ketika kuperhatikan sedari tadi Martin hanya bermain dengan seekor hiu paus saja. Ternyata hiu paus tersebut memang sudah akrab dan sering bermain bersama Martin. Martin menamainya Jack. Dirinya mengaku hampir tiap hari dia berenang bersama Jack. Dia sering adu balap dengan teman-temannya untuk mengejar Jack dan memeluknya. Martin dengan bangga memamerkan bahwa dia tak pernah kalah dalam perlombaan ini.

Baca juga : Misteri bocah rambut gimbal para raja dataran dieng wonosobo

Kulempar kembali ikan teri. Jack berenang mendekat sehingga Martin yang sedang berpegangan pada sirip Jack juga ikut terbawa. Martin hanya tertawa diseret-seret Jack saat mengejar makanannya. Martin memiliki kemampuan selam yang luar biasa. Saat Jack menyelam, Martin tetap berpegangan pada Jack. Kemampuannya menahan nafas dalam air begitu hebat. Dia baru melepas sirip Jack setelah lebih dari 10 menit menyelam di kedalaman.

Saat beristirahat di tepian Martin bercerita bahwa sebagian masyarakat Kwatisore memang terbiasa hidup menyatu dengan alam. Bagi mereka, alam bukanlah sesuatu yang harus ditaklukan, tapi dipahami. Meski usianya baru 12 tahun namun omongannya barusan sungguh bijak. Lagi-lagi aku mendapt ilmu berharga saat backpacking.

Beberapa saat kemudian teman-teman Martin datang. Mereka baru saja datang dari desa. Jarak dari desa ke bagan sekitar 10 kilometer. Meski telah berjalan sejauh itu tak nampak raut kelelahan dari bocah-bocah ini. Mereka mengajak balapan menangkap Jack.

“Saya jalan-jalan dulu kak,” Martin kembali melompat kedalam laut di sekitar bagan. Jack memang suka berenang di sekitar bagan.

photo from tempo.co

Aku hanya tersenyum. Jika di kota anak-anak bermain bersama kucing atau anjing mereka, Bocah Kwatisore jalan-jalan bersama hiu paus. Setelah lelah bermain mereka mengambil beberapa ikan dijaring.

“Minta untuk lauk di rumah!” mereka berteriak sambil berlari. Nelayan di sekitar hanya tertawa. Dengan nada bercanda mereka menyuruh bocah-bocah itu untuk membayar. Nelayan bugis dan masyarakat Kwatisore memang hidup rukun dan berdampingan. Mereka saling memenuhi kebutuhan masing-masing.

Sekarang bocah-bocah itu nampak sedang memberi makan Jack dan beberapa ikan hiu paus lain.

Suasana di Desa Kwatisore, Nabire Papua ini begitu menyenangkan. Tak ada dering ponsel, deru knalpot kendaraaan atau klakson yang memancing emosi. Sesekali ada suara burung, anjing liar dan raungan tonggeret.

Saat bertemu salah satu tokoh adat di sini, dirinya bercerita bahwa hiu paus adalah hewan adat Kwatisore. Jika dilihat dari atas bukit, Kwatisore berbentuk seperti ekor hiu paus. Kemiripan itulah yang membuat mereka meyakini bahwa Kwatisore memang rumah bagi para hiu paus. Masyarakat Kwatisore dilarang membunuh dan mengkonsumsi hiu paus.

Angin yang semilir membuatku mengantuk. Terdengar tawa bocah-bocah Kwatisore di kejauhan yang sedang memberi makan Jack dan teman-temannya.

Mereka terlahir dengan kemewahan yang membuatku iri, yaitu persahabatan yang terjalin dengan makhluk tercantik salah satu primadona para penyelam, ikan hiu paus.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU