Hiu Paus di Gorontalo Luka-luka Karena Ulah Wisatawan

Sejak awal April, Desa Botu Barani di Kecamatan Bone Pesisir, Kabupaten Bone Bolango, mendadak dikunjungi ratusan wisatawan. Sayangnya, para wisatawan ini kurang mempedulikan ekosistem laut setempat dan juga kondisi si hiu paus

SHARE :

Ditulis Oleh: Desti Artanti

foto oleh mongabay.co.id

Sejak awal April, Desa Botu Barani di Kecamatan Bone Pesisir, Kabupaten Bone Bolango, mendadak dikunjungi ratusan wisatawan. Wisatawan ini hendak melihat langsung hiu paus yang dikabarkan bisa dilihat tanpa harus menyelam.

Ya, hiu paus ini memang dikenal jinak dan bersahabatan dengan manusia. Hiu paus biasanya akan mendekati penyelam ketika melihat gelembung udara, atau ketika mendengar ketukan perahu nelayan yang sengaja memanggilnya untuk memberi makan. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri, di mana Anda bisa berinteraksi dalam jarak yang sangat dekat dengan hewan berukuran raksasa ini.

Keberadaan hiu paus di Gorontalo sebenarnya sudah ada sejak beberapa tahun lalu. Hiu paus tersebut bermigrasi di sepanjang Teluk Tomini.

Wawan Iko, Wakil Ketua POSSI Gorontalo-lah yang pertama kali mengunggah foto-foto hiu paus tersebut ke jejaring sosial Facebook. Sejak foto-foto tersebut beredar, banyak wisatawan dan media yang berdatangan karena penasaran akan keberadaan hiu paus tersebut.

Hiu Paus Luka-luka, Kelestarian Harus Dijaga Ketat

foto oleh mongabay.co.id

Hiu Paus yang singgah di perairan ini mengonsumsi sisa-sisa udang yang dibuang ke laut oleh beberapa perusahaan udang. Kemudahan mencari makan itulah yang membuat hiu paus betah untuk menetap di perairan ini. Bahkan pengunjung dan wisatawan pun seringkali memberi makan mereka. Namun sayangnya, kegiatan tersebut sebenarnya justru berpotensi mengganggu ekosistem dan kehidupan alami dari si hiu paus.

Dilansir dari laman Republika.co.id, beberapa hiu paus mengalami luka-luka di beberapa bagian tubuhnya karena tergores perahu nelayan dan juga banyak bersentuhan dengan manusia. Dari empat ekor hiu paus yang terpantau, tiga diantaranya tampak luka di bagian mulut dan sirip.

Selain itu, pada beberapa bagian tubuh hiu paus terdapat sisa cat berwarna hijau dan merah muda yang diduga akibat dari pergesekan tubuh paus dengan perahu yang ditumpangi pengunjung.”Ini akibat dari padatnya perahu dan pengunjung yang berinteraksi dengan paus. Padahal sudah ada imbauan jangan sentuh tubuh hiu. Saya berharap segera ada penetapan zona khusus untuk wisata paus dan pengunjung diatur agar antre. Jadi tidak turun sekaligus seperti saat ini,” terang Wawan.

Menurutnya selain pengelolaan pariwisata di bagian darat, kelangsungan hidup hiu juga menjadi hal prioritas yang harus segera ditangani seluruh pemangku kepentingan.Pemerhati kelautan sekaligus pemandu selam di Gorontalo, Rantje mengaku prihatin dengan kondisi hiu di perairan tersebut dalam beberapa hari terakhir.”Saya yakin hiu-hiu itu sedang stres. Mereka senang diberi makan, tapi pengunjung jangan sampai hanya memanggil mereka dengan mengetuk perahu lalu tidak memberi makan,” katanya.

Waktu pemberian makan hiu, juga harus dibatasi agar hewan tersebut tetap berperilaku alamiah dengan mencari makan sendiri. Ia juga mengimbau pengunjung tidak berinteraksi berlebihan dengan hiu paus, karena kibasan ekor akan membahayakan keselamatan pengunjung.

Dalam panduan berinteraksi dengan hiu yang diterbitkan World Wild Fund (WWF), kapal atau perahu harus menjaga jarak dengan hiu dan tidak boleh lebih dekat dari 20 meter. Mesin kapal harus dimatikan saat kegiatan berlangsung dan diparkir di tempat yang jauh dari area hiu. Pengunjung yang snorkeling juga hanya terdiri dari grup (maksimal enam orang), dengan satu pemandu yang memberi pembekalan mengenai kehidupan hiu, apa yang dilarang dan boleh dilakukan. Ketentuan lainnya yakni penggunaan kamera dibolehkan, namun tanpa menggunakan flash.

 

Baca juga:

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU