Hari ini, aku pulang ke Amerika. Sepanjang tahun banyak hal bagus dan juga susah, tapi aku senang sudah ke sini. Terima kasih banyak kepada semua teman-temanku. Karena kalian, aku senang sekali memilih datang ke Indonesia. Semoga sukses untuk kalian semua. Minta maaf kalau aku menyebabkan masalah. Selamat tinggal!
– J. David.MacMurtrie –
Sabtu, 30 Juli 2016 lalu, David, seorang teman asal Amerika. kembali ke negara asalnya setelah satu tahun lamanya dia berada di Indonesia menjadi relawan. David seorang relawan yang mengabdikan diri untuk bangsa dan negara yang tidak pernah dia kenal sebelumnya.
Menjadi seorang relawan adalah sebuah panggilan jiwa. Sebelum turun tangan sebagai relawan, David adalah seorang karyawan biasa dengan rutinitas yang begitu-begitu aja. Jauh di dalam lubuk hati terdalam, ada hal yang terus mengusiknya. Jika dilukiskan dalam sebuah pertanyaan, mungkin akan berbunyi seperti ini,
“Sebenarnya, apa sih makna dari sebuah kehidupan?”
Dari situlah, dia memberanikan diri untuk pergi dari zona nyamannya dan mencari jawaban atas segala kegundahan. Volunteering adalah program yang dia pilih sebagai wadah untuk menemukan jawaban tentang makna kehidupan.
Baca juga:
Keputusan untuk tinggal di Indonesia pun telah melalui beberapa pertimbangan. Salah satu pertimbangan terkuat adalah lembaga volunteering internasional Dejavato menawarkan banyak kemudahan untuknya.
Sekilas tentang Dejavato, Dejavato merupakan lembaga relawan internasional yang berada di Semarang. Mereka aktif menyalurkan relawan-relawan dari berbagai negara untuk membantu mengajar di sekolah-sekolah Semarang.
Baca juga:
Dalam kesehariannya, David mengajari dan mendidik anak-anak berkebutuhan khusus di salah satu sekolah dasar di Semarang. Layaknya guru-guru di Indonesia, dia berangkat ke sekolah di pagi hari, dan ketika sore tiba, dia kembali ke rumah house family nya. Begitulah rutinitas David sepanjang tahun ini.
Seperti yang dia katakan, suka duka dia rasakan selama menjadi relawan. Baginya, menjadi seorang guru di sekolah bukanlah hal yang mudah. David yang merupakan sarjana bidang seni ini tidak memiliki keahilian khusus sebagai seorang guru. Apalagi harus membimbing anak-anak dengan kebutuhan khusus.
Selain itu, kendala bahasa sebagai alat komunikasi semakin mempersulit tugasnya. Dia benar-benar harus berjuang mengatasi permasalahan itu, beruntung selama di Indonesia, David memiliki beberapa teman yang siap membantunya.
Rutinitas sebagai seorang pendidik di negara asing seorang diri menghadapkannya pada kejenuhan. Traveling menjadi salah satu tempat “pelarian”.
Si David ini ternyata sudah mengelilingi hampir setengah dari wilayah Indonesia. Dia sudah menginjakkan kakinya di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta, Jawa Timur, Bali, Lombok, Karimun Jawa, dan sudah mengunjungi beberapa negara tetangga Indonesia seperti Malaysia dan Australia.
Indonesia mempunyai alam yang indah. Dia senang bisa mengunjungi tempat-tempat di Indonesia. Meski demikian, ada saja hal kecil yang sedikit mengusiknya.
Masalah transportasi! Kita tahu sendiri kan bagaimana keadaan transportasi umum Indonesia. Masih sangat jauh dari kata layak. David bercerita tentang pengalamannya naik kereta api ketika dia ke Banyuwangi. Kereta Indonesia memang dirancang dengan postur tubuh orang Indonesia yang kecil, sedangkan tinggi tubuhnya melebihi rata-rata orang Indonesia. Dia harus duduk bersabar menahan kaki di dalam bangku kereta yang sempit selama 12 jam perjalanan dari Semarang ke Banyuwangi.
Relawan asal Amerika ini sangat menyukai pemandangan alam Indonesia! Gunung, laut, pantai, pulau-pulau, dan rimbunnya hutan membuatnya dia betah jalan-jalan. Keindahan Indonesia benar-benar menakjubkan.
Ada cerita menarik dari David. Dia termasuk salah seorang pencinta naik gunung. Dia sudah mendaki Gunung Merapi dan Gunung Ungaran. Kata dia, pendakian di Indonesia sangat unik. Ketika dia naik gunung di negara asalnya, semua orang mendaki pada pagi atau siang hari. Namun, saat dia di Indonesia, hampir sebagian besar mendaki pada malam hari.
Menurut dia, itu merupakan hal yang menarik sekaligus membahayakan. Bahkan, ketika dia cerita kepada orang tuanya bahwa dia mendaki pada malam hari, kedua orang tuanya sedikit tidak percaya dan terkaget-kaget.
Hidup sebagai relawan di negeri orang telah mengajarkannya tentang banyak hal. Dari situlah dia belajar bahwa hidup itu bukan sekedar hidup. Lebih dari itu, hidup adalah tentang memberi manfaat kepada orang lain dan sekitarnya.
Sedangkan traveling adalah sebuah guru hidup yang tidak akan lekang dimakan waktu. Kemanapun kamu pergi dan dimanapun itu, ada banyak pelajaran yang bisa kamu petik dari nya. Maka, jangan pernah berhenti untuk traveling. Karena manusia tidak boleh berhenti untuk belajar agar menjadi manusia yang lebih baik lagi.
Baca juga:
***
Artikel ini dibuat setelah saya berbincang langsung dengan David beberapa hari sebelum dia kembali ke Amerika. Kami belum lama kenal, tapi sosoknya telah menginspirasi saya. Bahwa sebagai manusia, jangan hanya ‘sekadar hidup’. Bermanfaatlah untuk orang lain dan jangan pernah berhenti traveling, karena traveling adalah guru kehidupan.
Thank you Mas David. It’s really nice to know you even just a moment.