“Bagi saya, traveling adalah Guru. Meskipun terdengar klise, banyak hal yang bisa saya dapatkan saat traveling, banyak pelajaran yang bisa saya lihat dan saya temukan di perjalanan. Kalau kata Bob Sadino, ‘Street Knowledge’.” -Danar Tri Atmojo
Danar Tri Atmojo, satu dari sekian banyak tokoh yang mengispirasi ini melakukan banyak hal gila demi bisa mengelilingi Indonesia, mengenal budayanya dan mendokumentasikannya.
Tak seperti masa muda kebanyakan orang, Di masa lalu Danar adalah sosok anak muda yang selalu berani melakukan sesuatu. Lahir di Jakarta, masa sekolah adalah masa di mana Danar menemukan alasan mengapa ia harus traveling.
Bermodal Vespa kesayangannya, ia sering menghabiskan berkilo-kilo meter untuk bisa merasakan suasana baru di tempat baru. Keluar Kota sendiri dan menikmatinya tanpa batas, tanpa ketakutan, meski ia belum memiliki SIM bahkan KTP. Terlalu nekad untuk ukuran anak SMA kelas 1, bukan?
Puncaknya adalah ketika ia mencoba untuk melakukan perjalanan JKT-Lombok-JKT di 2005 dan di 2008 JKT-Bali-JKT. Hingga ia sadar ia sedang kecanduan traveling.
Danar adalah tipe pejalan yang lebih menyukai destinasi alam. Bisa dibilang, 80% perjalanannya selama ini adalah perjalanan menyusuri alam. Meskipun ia tak pernah menampik jika destinasi non alam tidak ia kunjungi, nyatanya ia adalah inspirator yang mencintai atap ribuan bintang daripada tiduran di hotel.
“Bagi saya, traveling is more than just happiness, saya akan bangga jika saya bisa membantu orang yang saya temui saat traveling. Entah hanya dengan menjadi teman ngobrol, atau sekedar ‘pengantar pesan’ yang menceritakan kisah mereka kepada orang lain,”
Setiap orang memang mengharapkan kebahagiaan saat traveling, namun semua perjalanan tak hanya tentang kebahagiaan, seringnya perjalanan Danar adalah perjalanan yang penuh dengan pembelajaran dan pengalaman.
Banyak anak muda yang menganggap traveling adalah alasan mereka bisa pamer foto selfie mereka. Ini erbeda bagi Danar, selain menjadi anak muda yang nekat, alasan ia terus melalangbuana mengelilingi Indonesia adalah karena ingin mengenal alam dan orang-orang yang ada di sana. Mendokumentasikannya dalam ribuan gambar.
“Mas Aalex dan saya terpaut cukup jauh dari segi umur, dia sudah mengalami banyak hal daripada saya. Tapi dia tak pernah malu untuk berteman dengan orang yang jauh dibawah dia, “We’re Equel” adalah kata-kata yang selalu saya ingat dalam hidup saya dari seorang Mas Alex”
Kenawa adalah trip pertama Danar bersama seorang Alexander Sriewijono, belum kenal banyak tapi ia serasa menjadi teman akrab Alex. Alex dan Danar saat itu adalah orang asing, saling mengenal karena jalan bersama saat ke Kenawa. Dia tak pernah menyangka akan mendapatkan pembelajaran ini dalam perjalanannya ke Kenawa.
Palangkaraya menemukan Danar pada seorang lelaki bernama Parmadi, seorang pria sederhana yang sedang mencari ikan dan membuat bubu untuk menangkapnya. Pencemaran pabrik kelapa sawit membuat sungai menjadi tercemar, ekosistem air di sungai di Desa Paduran Sebangau nampak tak nyaman ditinggali hewan lagi.
Ia sadar, manusia adalah penyebabnya. Ia sadar, alam indah ini pasti akan berakhir jika manusia tak kunjung sadar.
Tak sengaja Danar bertemu dengan Jacky, seorang ranger di Pulau Rinca. Jacky, si anak pulau yang lahir dan besar di Pulau Rinca. Meskipun hanya tamatan SD, Danar belajar melakukan sesuatu untuk alam Indonesia dari Jacky.
Percakapan mereka terhenti ketika Jacky mengatakan hal yang membuat seorang Danar mematung.
“Saya anak pulau, lahir dan besar disini, klo bukan saya siapa lagi yang mau jaga Pulau Rinca”
“Sampai sekarang saya selalu ingat dengan kata-kata Jacky, ‘Apa yang sudah kamu lakukan untuk Indonesia?’ adalah kata-kata yang bisa saya simpulkan dari pembicaraan kami”
***
Tentu saja, traveling telah berkontribusi dalam pembentukan seorang Danar Tri Atmojo seperti sekarang ini menjadi inspirasi perjalanan semua orang. Tak semua orang memiliki tujuan yang sama saat traveling. Tapi, dari seorang Danar, Kamu bisa belajar menjadi traveller yang cerdas.
“Will be the same person or no with my traveling experiences sih bisa dibilang bisa tapi juga bisa nggak, tergantung orang memandangnya.”