Belajar Menulis Perjalanan Melalui Blog

Ceritakan kisah perjalananmu di blog. Kita tak pernah tahu mungkin tulisan kita akan menginspirasi traveler lain.

SHARE :

Ditulis Oleh: Makmur Dimila

Foto oleh Makmur Dimila

Saat bertemu kawan atau kerabat, saya sering dianggap sudah pergi kebanyak tempat nun jauh disana. Sanak famili bahkan selalu menanyakan oleh-oleh setiap saya pulang ke kampung halaman orangtua.

Perjalanan saya paling jauh hanyalah ke Candi Borobudur, Jawa Tengah pada 2011 dan ke Kawah Darajat Garut, Jawa Barat pada 2013. Sisanya, tempat yang saya jelajahi ‘hanya’ daerah-daerah di sekitar Provinsi Aceh, tanah kelahiran saya. Itu pun karena pekerjaan saya memang sering menuntut untuk turun lapangan.

Riwayat langkah kaki saya memang tidak sebanyak traveler lain yang telah malang-melintang di dalam maupun luar negeri. Namun, saya menuliskan tiap kisah perjalanan- kemanapun, baik jauh atau dekat- di sebuah blog. Hal ini membuat saya terlihat seolah sering bepergian ke banyak tempat karena banyaknya tulisan perjalanan di blog.

Ada alasan tersendiri mengapa saya memilih menuliskannya di blog daripada sekadar mem-posting di sosial media.

Mengelola sebuah blog membuat saya merasa menjadi ‘bos media’ tanpa harus lebih dulu menjadi seorang bawahan. Tetapi kamu harus mengelolanya secara profesional layaknya menerbitkan sebuah surat kabar harian, setidaknya harus kuasai ilmu jurnalistik dasar.

Pada dasarnya saya bukan tipe penghambur foto-foto perjalanan di Facebook. Saya kurang suka hari ini jalan, hari ini juga memposting foto tersebut tanpa disertai tulisan-tulisan berisi informasi yang menguatkan cerita dalam foto. Layaknya sebuah media konvensional, saya terlebih dulu mengolah data dan mengemasnya sebaik mungkin, baru saya posting di blog.

Tak berhenti distu, ada beberapa hal lagi yang perlu dilakukan;

1. Satu objek untuk banyak tulisan

Satu objek yang saya kunjungi bisa melahirkan banyak tulisan pendek dengan beragam sudut pandang. Saya melancong ke Pulau Weh, maka di travel blog saya akan ada cerita tentang pantai terbaik untuk snorkeling, pantai terbaik untuk menanti sunset ataupun pantai terbaik untuk menikmati sunrise.

Akan ada pula cerita tentang kuliner khas, air terjun, gunung, danau, dan lainnya. Saat berjalan ke Aceh Selatan, maka akan terbit tulisan tentang alat transportasi khas masyarakat Meukek, cerita tapak raksasa Tapak Tuan Tapa, atau pantai-pantai cantik yang bisa dinikmati dari tepi jalan nasional.

2. Bagikan ke akun komunitas

Saya berterima kasih kepada akun @iloveaceh yang selalu membantu membagikan link dengan tagar #tulisanwarga. Akun milik komunitas I Love Aceh ini telah menjadi pergerakan sosial berpengaruh di Aceh. Banyak aksi lahir yang berawal dari tweet para pengikut komunitas ini. Tulisan perjalanan saya pun sering mereka retweet.

3. Gunakan sudut pandang berbeda

Suatu kali saya mem-posting tulisan jalan-jalan sore ke sebuah desa peninggalan kerajaan di ujung Kota Banda Aceh.

Saya datang ke sana beberapa bulan setelah kampung itu heboh dengan penemuan koin emas, pedang emas, dan barang berharga lainnya semisal peralatan rumah tangga terbuat dari keramik cina. Saya berjalan-jalan di lahan yang banyak batu nisan tua, tempat penemuan ‘harta karun’ itu. Saya menulis kejadian tersebut menggunakan sudut pandang berbeda dengan media mainstream.

Pada poin ini, tak masalah jika kita terlambat menerbitkan  tulisan tentang suatu momen penting. Kita bisa menunggu ‘heboh sesaat, reda dan mengungkit kembali momen itu dengan sudut pandang berbeda dari media mainstream.

Postingan perjalanan tersebut berhasil mendapat hampir seribu kunjungan hanya dalam sehari setelah saya bagikan tautan tulisan tersebut ke salah satu forum blogger Indonesia.

4. Kelola blog secara profesional

Tak ada yang instan. Begitupun dalam menjaring penjunjung travel blog.

Jika tidak memungkinkan posting tulisan setiap hari, cantumkan di blog,tiap hari apa tulisan baru akan diterbitkan . Selain itu, rutinitas membagikan tautan tulisan di sosial media tak kalah penting.

Hal lain yang tak kalah penting adalah selalu balas komentar pembaca di blog maupun akun sosial media.

5. Buat ulasan kisah para traveler dunia

Saya selalu bermimpi untuk keliling dunia lalu menceritakan perjalanan itu di blog pribadi.

Namun jangankan ke luar negeri, daerah sendiri saja belum habis saya jelajahi. Saat keinginan itu membuncah, maka saya akan membaca kisah traveler dunia di media online atau travel blog pribadi mereka. Jika memungkinkan, saya akan kutip pengalaman mereka, lalu meramu sebuah artikel perjalanan baru dari sudut pandang saya.

Misal saya akan buat postingan tentang alasan saya ingin bersafari ke Afrika dengan judul “Kenapa Saya Sangat Merindukan Keliling Afrika Suatu Saat?” atau “Saya Tidak Sedang di Kosta Rika” untuk tulisan mimpi saya jalan-jalan di Kosta Rika.

Artikel semacam ini terkadang mengecoh pembaca yang hanya membaca headline tulisan. Seseorang yang telah membaca judul ini tanpa teliti akan memuji saya ketika ketemu,’kemarin kamu ke Afrika ya, mana oleh-olehnya?’

Saya hanya bisa tersenyum geli.

6. Variasikan sudut pengambilan gambar

Suatu saat di sebuah pantai berpasir putih, saya melihat sebuah batu besar berbentuk tunas kelapa.

Bagi saya, pantai berpasir putih itu biasa, tapi batu besar yang unik itu sesuatu yang sangat diinginkan pembaca travel blog. Foto seperti ini dapat mengecoh pembaca, seolah diambil di luar negeri.

Ketika jalan ke daerah terpencil, saya melihat para petani berangkat ke sawah di bawah matahari terbit.

Saya perhatikan kaki mereka hitam dan tumitnya pecah-pecah.  Mengabadikan tapak kaki petani yang pecah-pecah justru lebih menarik dibanding memotret petani dengan pancaran cahaya matahari terbit. Pembaca mungkin akan menyangka itu tapak kaki orang Afrika andai saja tak saya buat keterangan fotonya.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU