Akhir pekan lalu, saya bersama 2 orang teman -Desti dan Jefri- memilih ‘kabur’ dari hiruk pikuk kota ke MesaStila Resort & Spa, di Magelang. Sebuah aksi ‘kabur’ yang tak hanya menyegarkan pikiran dan badan, namun juga banyak pembelajaran. Seperti sebuah obrolan singkat dengan Chris, wanita luar biasa yang saya kenal di sini.
***
Sore itu, Jefri sibuk dengan kameranya. Ia memang tak bisa diam jika berada di tempat dengan panorama alam luar biasa seperti di sini. Saya dan Desti yang sedang tak ada agenda memilih bersantai di Club House MesaStila, salah satu tempat favorit saya di resort ini. Suasana tenang, sejuk, dan secangkir Teh Secang. Sempurna.
Mendekati teras Club House, seorang wanita berambut panjang yang sedang duduk sendirian menatap kami, kemudian tersenyum manis. Dia menyapa. Kami berkenalan. Namanya Christina Tan, biasa dipanggil Chris. Pertama melihatnya saya pikir ia adalah wisatawan mancanegara, ternyata ia asli Indonesia!
Chris seorang Instagram Travel Photographer internasional. Ia dan beberapa teman instagrammer lain dari Turki dan Cyprus menginap di MesaStila karena sedang ingin menjelajah keindahan Jawa Tengah.
Kami mengobrol banyak. Secangkir Teh Secang, pastry dan martabak menjadi teman perbincangan sore itu.
Chris membenarkan tatanan rambut hitam panjangnya jarinya manis dengan cat kuku warna cokelat menghiasi.
‘Ngomong-ngomong Chris, sejak kapan suka traveling apalagi sampai terjun di dunia fotografi seperti ini?’ raut wajah Desti mulai terlihat menumpuk-numpuk banyak pertanyaan.
‘Kalau suka traveling udah lama, terlebih karena tuntutan kerja yang mengharuskan sering ke luar negeri, tentunya saya jadi sering traveling. Dan dari perjalanan ini, sayang sekali kalau tidak didokumentasikan. Dari situ, saya mulai belajar fotografi,’ Chris menyesap Teh Secang hangatnya.
Chris bercerita, saat ini ia lebih fokus pada foto-foto instagram. Pengikutnya saat ini telah mencapai lebih dari 303K.
‘Kamu luar biasa Chris. Sepanjang yang saya tahu bidang itu didominasi para pria. Berapa lama kamu mulai menekuninya?’ Saya benar-benar tertarik untuk berbincang dengannya soal ini.
‘Kira-kira sudah 2 tahun ini ya. Sebelumnya saya adalah fotografer bidang beauty and fashion. Namun, semenjak sering traveling dan melihat majalah travel, saya jadi tertarik untuk membuat foto-foto semacam itu. Dari situlah saya mulai belajar.’ Wajah Chris makin antusias dengan pertanyaan-pertanyaan kami yang terdengar seperti menginterogasi, dan nyatanya memang iya. Saya sangat penasaran dengannya yang menekuni bidang tersebut.
Saya membatin, ‘beralih dari dunia fotografi fashion ke dunia fotografi perjalanan pasti tak mudah, harus belajar teknik baru dan tetek bengek lain, tapi Chris bisa melakukannya. Luar biasa.’
‘Ini tantangan.’ Katanya mantap.
Sejak memutuskan untuk menekuni fotografi perjalanan, Chris mulai sering berkumpul dengan komunitas fotografi dan traveling bersama teman-temannya sesuka fotografi. Dari sini, Chris mulai semakin mantap melangkahkan kakinya ke dunia travel fotografer.
Sendiri maupun beramai-ramai bersama teman atau keluarga pun tak menjadi masalah. Chris selalu menikmatinya. Berkali-kali ia mendapat panggilan untuk mempromosikan beberapa negara seperti Hongkong, Italia, Swiss, Dubai, Jepang, dan masih banyak lagi. Kamu bisa melihatnya di akun instagram dia. Saat perjalanan tersebut, ia sering bertemu dengan instagrammer dari berbagai negara, seperti Turki dan Cyprus yang saat ini menjadi teman seperjalanannya di sini.
Baginya, traveling adalah tentang bagaimana menikmati “kelokalan” tempat tersebut. Dari makanan, adat, ataupun suasana. Memotret foto makanan di meja makan bersama dirinya atau berpose di depan tempat-tempat ternama, menjajah toko oleh-oleh, ataupun menjajal taman rekreasi, itu fase-fase yang sudah terlewati. Chris tak melakukannya lagi. Bukan pula foto-foto selfie yang diburunya.
Ketenangan dan keindahan, itu yang Chris cari.
Saat memotret makanan lokal di suatu tempat, Chris tak sekadar mengambil angle close-up makanan tersebut, pasti akan selalu ada latar belakang tempat. Seperti wine khas Itali ini.
‘Seorang travel photographer akan menyuguhkan keindahan alam. Memperlihatkan apa yang dilihatnya agar bisa berbagi kepada yang lain. Bukan untuk memamerkan foto diri,’ ujar Chris lugas.
Passion, perseverance, dan engagement
‘Jadi, untuk menjadi seorang instagram influencer itu perlu tiga poin ini. Passion itu penting karena apa yang dilakukan dari hati atas dasar suka, itu akan dilakukan dengan sangat baik. Karena kita tak akan merasa itu adalah beban. Terlebih saya adalah orang yang perfeksionis. Kedua adalah perseverence. Saya bukan orang yang mengambil gambar, memposting, kemudian lari dan menghilang berhari-hari tanpa memposting foto-foto lagi. Saya harus konsisten di sini. Saya punya jadwal rutin posting foto. Dan yang terakhir adalah engagement. Memberikan apresiasi kepada followers itu penting. Karena mereka telah memberikan dukungan saya. Dengan meng-like dan komentar, itu adalah sebuah apresiasi berharga dari mereka. Jadi kalau ada waktu, saya pasti akan membalas semua komentar-komentar mereka.’
Chris bercerita dengan mata berbinar. Saya menyukai sikapnya yang seperti ini, ia selalu nampak hidup saat membahas hal-hal yang dilakukannya.
‘Di luar sana banyak orang yang pandai menjadi seorang travel photographer, namun tak semuanya memiliki kualifikasi mendukung untuk bisa menjadi sosial media influencer. Melakukan pekerjaan ini jangan setengah-setengah. Awalnya menjadi travel photographer adalah hobi. Dan hobi saya ini tidaklah murah. Maaf. Saya harus mengeluarkan modal yang tak sedikit, untuk kamera dan untuk kegiatan hangout yang saya lakukan. Ratusan juta mungkin ada. Jadi, jangan setengah-setengah ya. Harus totalitas.’ Chris mengakhiri obrolan kami.
‘Senang bisa mengobrol denganmu Chris.’
‘Senang juga bisa berbagi di sini, sampai jumpa.’ Chris tersenyum dan berpamitan.
Hari makin gelap membuat kami berpisah karena harus kembali ke kamar. Obrolan singkat dengan seorang wanita luar biasa sore ini benar-benar menginspirasi.