Di Semarang, angkringan disebut “kucingan”. Disebut demikian karena menu utama di tempat ini adalah nasi kucing. Nasi kucing merupakan nasi bungkus dengan ukuran kecil. Karena seukuran porsi makan kucing itulah nasi ini disebut nasi kucing dengan lauk bermacam-macam tiap bungkusnya, seperti Tahu telor, Jeroan, Babat, Ayam, Pedo, dll. Dihidangkan dengan bermacam-macam gorengan.
Kucingan pak Gik konon sudah ada sejak 50 tahun yg lalu. Terletak di dekat Jalan Gajahmada, tepatnya di Jalan Inspeksi.
Pertama kali ke kucingan ini kesan pertamaku tak begitu bagus. Lokasinya benar-benar tak strategis, di pinggiran sebuah sungai. Orang yang pernah berkunjung tentu paham maksudku.
Hanya ada kurang lebih 10 kursi pengunjung. Untuk sebuah kucingan dengan jumlah pengunjung hingga ratusan orang per hari, jumlah tersebut sangat tidak mencukupi. Bagi pengunjung yang tak kebagian harus duduk di jalanan semi aspal pinggiran kali.
Di dekat lokasi terparkir mobil-mobil keluaran terbaru. Pengunjung Pak Gik memang tak hanya dari kalangan bawah atau mahasiswa seperti kucingan pada umumnya. Pengunjung dari kalangan atas pun tak kalah banyak. Padahal tempat ini begitu sederhana, samasekali tak ada yang spesial.
Disaat kucingan yang lain bersiap tutup, Kucingan Pak Gik justru baru akan buka lapaknya. Itulah yang unik dari kucingan ini. Kucingan Pak Gik baru buka pukul 00.00 hingga 4 dini hari. Kau salah jika berpikir kucingan ini tak laku karena hanya buka selama 4 jam. Saat aku berkunjung kesini, ada puluhan orang yang sedang berkunjung.
Mengurungkan niat setelah ulasan singkat diatas? Kau akan menyesal. Setelah mencoba berkunjung sendiri ketempat ini kau akan tahu kenapa kucingan ini begitu melegenda di Semarang.
Jika di Amerika sana ada Grand Canyon, di Semarang ada sebuah tempat yang serupa tapi tak sama, Brown Canyon.
Tempat ini merupakan sebuah destinasi baru yang sedang populer di Semarang. Banyak orang berkunjung sekedar untuk berfoto. Brown Canyon terletak di 2 KM sebelah selatan TVRI Jawa Tengah – Pucang Gading Mranggen.
Sebelum berbentuk seperti sekarang ini, Brown Canyon adalah sebuah bukit. Selama belasan tahun tempat ini menjadi lokasi penambangan. Lapisan kekerasan tanah yang berbeda- beda menyebabkan terdapat sisa-sisa tanah yang tak dapat ditambang. Bukit sisa penambangan tersebut kini membentuk tebing-tebing yang unik dan indah.
Kau akan mendapat pemandangan indah luar biasa jika berkunjung menjelang matahari terbit atau terbenam. Setidaknya itulah yang kudapatkan. Semburat matahari terbit yang mengintip dari balik tebing-tebing menjadi momen terbaik dari tempat ini.
Awal berkunjung ke Semarang tempat ini langsung masuk daftar tempat wajib kunjunganku. Angin malam yang menerpa wajah sembari menikmati indahnya kerlap-kerlip lampu di perkotaan Semarang akan memberi pengalaman tak terlupakan dalam hidup.
Kunjungilah bersama orang –orang terdekatmu. Keindahan panorama dari tempat ini harus kau bagikan pada mereka. Aku berani memberi garansi, wilayah Gombel adalah tempat terbaik untuk menikmati Semarang. Jangan berkunjung saat akhir minggu, berkunjunglah pada hari biasa.
Berjalan seorang diri menyusuri jalan-jalan kecil diantara gedung-gedung kuno bergaya Eropa memberi sensasi tersendiri.
“Keren!” kesan awalku saat berkunjung ke tempat ini. Aku menemukan sebuah tiang lampu tua seperti dalam film Sherlock Homes. Gedung-gedung bergaya eropa pertengahan akan membuat imajinasimu terbang ke zaman Eropa abad pertengahan. Masih tersisa nuansa klasik yang menjadi favoritku.
Pecinta seni wajib berkunjung ke galeri-galeri seni disini seperti oudetrap gallery ataupun Semarang Art Gallery.
Biarlah orang menyebutku mainstream, namun Kota Lama Semarang masih tetap luar biasa.
Pergilah ke belakang gereja blenduk, di sana kau akan mendapati tukang-tukang becak yang siap mengantarmu mengelilingi kota lama ini. Mereka juga dapat berfungsi sebagai tour guide yang akan menjelaskan seluk beluk kota lama.
Tak hanya keindahan-keindahan gedung klasik yang akan kau dapatkan di sini. Di Kota Lama kau akan merasakan juga geliat kaum marjinal Semarang yang tak pernah kau baca atau tonton di media.
Selain kota lama, romantisme Eropa pertengahan masih tersisa di Lawang Sewu. Media membuat image tempat ini menjadi begitu angker dan suram. Gedung yang dijadikan museum KAI ini telah bersolek. Tak ada lagi kesan angker.
Berapa kalipun aku berkunjung kesini, rasa kagum selalu muncul pada arsitek gedung ini. “ah biasa saja”. Terserah berpendapat demikian. Mungkin kalian lupa bagaimana cara menikmati perjalanan kalian. Kau bercanda, gedung ini saksi bisu perjuangan bangsa Indonesia. Banyak sejarah tersimpan disini.
Lupakan omong kosong semua media tentang tempat ini, datang dan nikmati sendiri.
Unik. Kesan pertama yang muncul saat menonton pentas sebuah kelompok seni bernama Gambang Semarang Art Company atau GSAC pada sebuah acara di Kota Lama Semarang. Aku akui aku bukan salah satu pecinta musik tradisional. Sebut aku generasi muda Indonesia yang buruk, itulah kenyataannya. Tapi itu sebelum aku menyaksikan pentas kelompok ini.
Personilnya terdiri dari sekumpulan anak muda pecinta musik tradisional. Meski membawakan lagu bertempo lambat, musik dimainkan dengan semangat, tak terlihat malas-malasan. Gerakan para penarinya kompak.
Ciri khas adalah adanya para pelawak yang mengisi sesi diantara lagu-lagu yang dibawakan. Bukan banyolan jorok dan menjurus fisik. Banyolan yang dilemparkan banyolan cerdas dan segar. Tak ada kata “ah ngantuk” saat aku biasa menonton pentas-pentas musik tradisional.
Sebuah surprise saat menonton akhir pertunjukan kelompok ini. Mereka membawakan lagu dari grup Coldplay Viva la Vida dengan menggunakan gamelan! Secara kreatif, GSAC sukses memadukan musik modern dan tradisional.
Kunjungi akun GSAC di jejaring sosial Facebook untuk mengikuti jadwal pentas mereka.
Semarjawi adalah sebuah bus tingkat yang disediakan untuk para wisatawan Semarang.
Melihat bus ini yang pertama muncul dalam benakku adalah bus tingkat London. Memang tak terlalu mirip, karena bagian depan semarjawi lebih menjorok sementara bus tingkat di London memiliki bagian depan yang datar. Ukurannya pun tak sebesar bus tingkat di sana tapi entah kenapa kesan yang kutangkap seperti itu.
Jika ingin benar-benar mendapat sensasi berbeda naiklah ke dek atas bus ini. Dek atas sengaja dibuat tak beratap agar penumpang dapat menikmati pemandangan dengan leluasa.
Semarjawi berkeliling ke tempat-tempat wisata andalan Semarang. Bus ini akan beroperasi pada tiap akhir minggu. Sekali jalan bus dengan warna merah mencolok ini dapat menampung 35-40 penumpang.
Aku bukan penggemar kuliner ikan, apalagi kepala ikan. Tak ada yang dapat dinikmati dari kepala ikan, lagipula sering tertinggal rasa amis pada bagian tersebut.Itu pikirku pada awalnya. Mangut (ikan asap) kepala manyung Bu Fat sukses membuatku menjadi penggemar berat kuliner kepala ikan.
Saat menyentuh rongga mulut, kelembutan daging mangut kepala manyung dan rasa pedasnya langsung menyeruak. Kuahnya begitu gurih. Hal yang baru aku tahu, ternyata daging kepala ikan memiliki tekstur seperti daging ayam, namun dengan rasa yang lebih kuat. Samasekali tak tersisa bau amis dan rasa pahit.
Banyak terpasang wajah-wajah pejabat dan tokoh terkenal di dinding warung ini. Warung makan ini memang tergolong sederhana, namun rasa yang ditawarkan berkelas bintang lima. Tak salah banyak pejabat daerah maupun nasional menjadi langganan tempat ini.
Mangut kepala manyung ini terletak di jalan Ariloka, dekat kawasan Banjir Kanal Barat Semarang Barat.
Untuk pecinta tahu, berkunjung ke Semarang mungkin akan membuatmu serasa berada di tempat impian. Berbagai kuliner khas Semarang merupakan hasil olahan tahu, seperti tahu gimbal, ataupun wedang tahu.
Tahu gimbal agak mirip dengan ketoprak Jakarta. Bedanya di sini menggunakan bakwan udang atau gimbal udang. Selain ada pula tambahan petis udang.
Aku cukup beruntung pernah mencicip tahu gimbal Pak Man di daerah Plampitan. Tahu gimbal ini cukup tersohor di Semarang. Cita rasanya khas. Udang yang digunakan cukup besar ukurannya. Racikan bumbu kacangnya begitu pas di lidah. Meski warungnya sangat sederhana namun rasanya begitu mewah.
Sementara untuk wedang tahu, minuman nyentrik. Itulah kesan pertamaku. Wedang tahu ini mirip wedang ronde.
Wedang Tahu Semarang dibuat dari susu kedelai yang dicampur dengan air garam, dan bubuk agar-agar yang dimasak sehingga menjadi kembang tahu atau tahu sutera, yang nantinya dijadikan sebagai isi dari wedang tahu.
Kehangatan air jahe berpadu dengan kelembutan tahu yang lumer di lumut terasa begitu sempurna. Sangat cocok dinikmati saat musim penghujan. Air jahenya akan menghangatkan tubuh kita.
Berkunjung ke Semarang pada akhir pekan artinya aku wajib menyempatkan diri berkunjung ke Waroeng Semawis Semarang atau Pasar Semawis di gang warung.
Aku takjub dengan pasar ini. Terdapat aneka ragam kebudayaan di sini seperti Arab, India, Pakistan dan tentu saja Tionghoa. Masing-masing unjuk gigi menampilkan sajian kuliner khas masing-masing.
Berkunjung ke Semawis akan menghemat waktu dan tenagamu. Kau tak perlu berkeliling semarang untuk menikmati berbagai kuliner andalan karena di Semawis kau akan menemukan semuanya seperti sate sapi Pak Kempleng, nasig oreng babat, soto Bu Tri, dll.
Dan tentu saja es legendaris Semarang, es cong lik akan kau temukan disini.
Baca juga : Es Cong Lik Semarang yang Melegenda
Saat berkunjung kesini, ada sebuah stand karaoke jalanan. Semua bebas menyanyi di tempat tersebut. Bersantap kuliner sambil ditemani iringan lagu mandarin membuat kunjunganku ke sewais saat itu begitu sempurna.
Banjir kanal barat merupakan pengendali utama untuk mencegah banjir di Semarang. Saat dulu pertama melewati daerah ini, penampilannya sangat tidak menarik, namun setelah dirombak besar-besaran, banjir kanal barat dapat masuk daftar kunjungmu saat melancong kesini.
Ada beberapa taman di pinggiran area ini. Malam menjadi waktu terbaik untuk berkunjung. Suasana malam yang berbeda menyuguhkan keindahan jembatan penghubung Lemah Gempal disertai lampu yang mentereng disepanjang jalan semakin menggambarkan keindahan kota Semarang .
Rasakan sejuknya angin sambil menikmati kehangatan berkumpul bersama orang-orang terdekat disini.
Tempat ini mengingatkan pada Sangeh Bali. Terdapat begitu banyak monyet berkeliaran bebas di sini. Konon dulunya Sunan Kalijaga menuju tempat ini saat mencari kayu untuk membangun masjid agung Demak. Monyet –monyet di tempat ini dititahkan Sunan untuk menjaga kayu jati temuannya.
Monyet-monyet di sini cukup jinak. Bercanda dengan mereka dapat menjadi hiburan tersendiri. Berfoto selfie dengan mereka pasti akan mencetak kenangan.
Baca juga : Makan Bersama Monyet di Goa Kreo Semarang
Monyet-monyet ini tak takut pada manusia. Mungkin karena terbiasa. Meski demikian aku tetap harus ekstra hati-hati karena bagaimanapun monyet-monyet ini adalah monyet liar.
Kawasan wisata yang terletak diwilayah Gunung pati ini begitu segar dan sejuk. Terdapat banyak pohon besar yang rindang. Selain kamu akan mendapati sebuah sungai jernih mengalir di area bawah kawasan wisata ini.