Awalnya saya tidak suka kota ini. Di sini sangat dingin dan cuaca mengganggu aktivitas saya sehari-hari. Kota ini lebih cocok untuk dijadikan untuk tempat honeymoon, pikir saya.
Saya terbiasa tinggal di daerah panas dengan suhu berkisar 30 derajat celcius. Butuh waktu cukup lama untuk terbiasa dengan iklim di kota Malang. Setahun saya membaur dengan Malang, akhirnya saya mulai mencintai kota penghasil apel ini.
***
Saya seorang pejalan kaki dan pesepeda. Saat berjalan di trotoar seperti di kota-kota besar yang pernah saya tinggali, Malang membuat paru-paru saya dapat bernafas lega. Saat menyusuri trotoar, saya tidak perlu memakai masker untuk menutup hidung. Saya benar-benar merdeka dan semakin menikmati perjalanan saya di setiap sudut kota ini.
‘Weekend ini kita nongkrong yuk di tugu Malang yuk, biar kamu bisa lihat anak-anak arema kaya apa.‘ Dina, teman kantor saya yang sudah lama tinggal di Malang.
‘Aku nggak suka sepak bola.’ Jawab saya polos.
Kemudian teman saya mengatakan bahwa arema adalah kepanjangan dari Arek Malang. Warga Malang sendiri sangat antusias dan suka dengan julukan arema. Bukti antusiasnya tersebut dibuktikan saat menonton pertandingan dari tim kesayangan mereka, dari kalangan laki-laki maupun wanita semuanya berbaur menjadi satu. Bagi arema pecinta tim sepak bola di juluki aremania dan aremanita. Inikah alasan mereka sering berselisih paham dengan suporter bola lainnya? Ah. Sikap seseorang memang tidak sama. Namun beberapa orang Malang yang saya kenal, begitu ramah. Seperti teman saya yang belum lama kenal, namun ia memberikan motornya, untuk saya pakai beberapa hari ke depan.
Malang terkenal dengan ceweknya yang cantik-cantik. Kebetulan saya memiliki beberapa teman wanita asli dari Malang, dan benar saja isu yang beredar tersebut. Mereka memiliki kulit putih dan cantik. Seperti cerita teman saya ketika ia ditugaskan kerja ke Malang. Ia sangat terobsesi untuk mencari kenalan orang Malang. Namun ia belum beruntung. Rata-rata yang wanita cantik yang ditemuinya di Tugu Malang datang bersama pasangannya.
Kecintaan saya pada Malang makin menjadi. Ketika saya berkunjung ke Yogyakarta, Semarang, ataupun Jakarta, beberapa kali saya menemukan tempat makan berembel-embel ‘Malang’, bakso Malang salah satunya. Makanan Malang identik bercita rasa pedas. Suasana Malang yang dingin sangat cocok untuk menghangatkan tubuh dengan sambal. Salah satu makanan favorit saya di Malang adalah Bakso president. Pemberian nama tersebut karena letak rumah makannya berada di belakang Bioskop president.
Bagaimana dengan apel?
Ya, di sini apel menjadi simbol kota Malang. Keripik apel ataupun sari apel bisa di dapat dengan mudah di Malang. Rasanya yang renyah manis, membuat perasaan suntuk saya membaik.
Perhatikan baik-baik jika orang Malang sedang berbicara.
‘Umak jadi naik libom ke surabaya kemarin?’
‘Hah?’
Saya tidak sepenuhnya mengerti pembicaraan tersebut awalnya, hingga teman saya mengatakan bahwa sudah sejak dulu orang Malang terbiasa menggunakan bahasa dengan cara dibalik. Bahkan mereka tidak tahu siapa yang memulainya. Saya perlu mencatat terlebih dulu kata tersebut baru saya tahu apa yang dimaksud.
‘Enaknya namkan apa ya?’
‘Yuk cobain nasi lacep sambil minum ngadew ednor?’
Saya sama sekali tidak berniat untuk meniru gaya bicara mereka, karena itu membuat saya pusing dan berpikir sepuluh kali lipat lebih keras dari biasanya.
Sampai sekarang, saya jauh meninggalkan Malang, kota ini akan tetap membekas dan membuat saya rindu.