Jika biasanya pria mencari uang saat wanita mengurus anak di rumah, lain halnya dengan Suku Mosuo di Tiongkok. Di sini wanitalah yang berkuasa, mereka yang mencari nafkah dan bebas menikahi pria yang mereka sukai.
Dari 54 suku di Tiongkok, hanya suku inilah yang menganggap kedudukan wanita lebih tinggi dari pria. Mereka benar-benar menerapkan sistem wanita adalah penguasa. Bahkan para pria di suku ini hanya tinggal di rumah dan mengurus anak mereka. Para wanitalah yang keluar untuk mencari nafkah.
Jika Anda penasaran, suku ini berada di sekitar Danau Lugu di Provinsi Sichuan dan Provinsi Yunnan, di barat daya China.
Yang tidak kalah unik, mereka menganut tradisi ‘Walking Marriage’. Sebuah ikatan tanpa status, tanpa pernikahan.
Dalam tradisi ‘Walking Marriage’, tiap wanita yang sudah mengalami menstruasi berhak memilih dan berganti-ganti pasangan. Sang wanita hanya tinggal menunggu pria yang ingin ‘melamar’nya di kamar.
Prosesnya cukup unik karena sang pria harus masuk lewat jendela atau pintu belakang. Agar tak ada pria lain yang masuk, biasanya pasangan tersebut menggantungkan topinya di jendela.
Setelah itu, wanita Suku Mosuo boleh menerima atau menolak pria tersebut. Jika cocok, mereka akan melanjutkan hubungan tanpa adanya status pernikahan. Jika si wanita tak cocok, ia boleh memilih pria lainnya.
Konon kebiasaan wanita Suku Masuo ini ditengarai karena kisah pilu masa lalu mereka. Para wanita di sini sakit hati karena ditinggal suami saat melakukan perjalanan jauh.
Dulu para pria pergi mengembara untuk berdagang ke India tapi mereka tak kunjung kembali. Mulai dari situlah para wanita tak ingin ikatan resmi dengan para pria.
Meskipun sudah menginjak zaman modern seperti sekarang ini, ternyata kebiasaan ini masih dipegang teguh oleh masyarakat setempat. Para wanita bekerja sebagai petani di ladang dan memancing di danau untuk lauk pauk keluarganya di rumah.