Beberapa waktu lalu, Suku Baduy di Banten menghebohkan publik setelah meminta menghapus daerahnya dari daftar destinasi wisata di Indonesia. Tidak main-main, Suku Baduy melalui perwakilannya bahkan mengirim surat terbuka yang ditujukan untuk Presiden Joko Widodo. Mereka merasa terusik oleh hilir mudik wisatawan yang datang berkunjung. Sebagai gantinya, Suku Baduy ingin agar wilayahnya ditetapkan menjadi kawasan cagar budaya dan cagar alam.
Surat tersebut dilayangkan kepada pemerintah sejak 4 Juli 2020 lalu, Berdasarkan keputusan Lembaga Adat Baduy dalam pertemuan di Desa Kenekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Salah seorang pemangku Adat Baduy mengungkapkan bahwa kegiatan pariwisata di desa-desa Suku Baduy memberikan dampak negatif kepada lingkungan adat. Salah satunya adalah persoalan sampah plastik yang dibawa wisatawan.
Setelah desa-desa adat Suku Baduy ramai dikunjungi wisatawan, banyak pedagang dari luar yang berdatangan, sebagian besar menjual produk makanan dan minuman berkemasan plastik. Belum lagi banyak wisatawan yang tidak mengindahkan peraturan adat untuk menjaga kelestarian alam, sehingga tatanan dan tuntunan adat masyarakat Suku Baduy banyak yang mulai terkikis serta tergerus oleh persinggungan tersebut.
Permintaan dari segenap masyarakat Suku Baduy itu pun disambut baik oleh pemerintah Banten. Kepala Dinas Kabupaten Lebak sepakat akan mengubah destinasi wisata Baduy menjadi Saba Budaya Baduy. Bupati Lebak bersama jajarannya pun mengaku siap membuat kebijakan terkait Saba Budaya Baduy agar tidak menyebabkan pencemaran lingkungan dan terus menjaga kelestarian alam di wilayah desa Suku Baduy.
Ketika status wisata Suku Baduy telah berubah, nantinya wisatawan dari luar tetap diijinkan untuk berkunjung, namun diwajibkan untuk lebih beretika serta menjaga kelestarian lingkungan Baduy. Wisatawan akan diawasi lebih ketat agar tidak mengotori dengan tidak membuang sampah sembarangan dan tidak boleh melanggar ketentuan adat Baduy yang berlaku. Bagi yang melanggar tidak diijinkan lagi menginjak tanah Baduy.
Tidak dipungkiri bahwa kunjungan wisatawan menyebabkan kerusakan. Kawasan yang dulu alami kini banyak coretan dan sampah plastik dimana-mana. Oleh karena itu Komisi IV DPR RI bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan saat ini sepakat untuk melakukan kajian status kawasan Baduy sebagai daerah tujuan wisata. Jika hasil kajiannya negatif, Menteri LHK bisa merekomendasikan untuk menutup Baduy sebagai daerah tujuan wisata di Indonesia.
Suku Baduy atau dikenal juga sebagai Urang Kenekes merupakan etnis masyarakat adat Suku Banten di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Masyarakat Baduy menjadi salah satu suku adat di Indonesia yang setia mempertahankan kearifan lokal leluhur. Mereka mengisolasi diri dari dunia luar. Tidak hanya itu, mereka juga memiliki keyakinan tabu untuk didokumentasikan, khususnya penduduk wilayah Baduy dalam.
Masyarakat adat Suku Baduy terbagi menjadi dua, yaitu Baduy dalam dan Baduy luar. Masyarakat Baduy dalam tinggal di pedalaman hutan dan paling patuh dengan peraturan-peraturan adat. Ciri khas dari Baduy dalam adalah pakaiannya yang tidak berkancing dan tidak berkerah berwarna hitam atau biru tua, serta tidak memakai alas kaki. Mereka sama sekali tak mengenal teknologi, uang, atau sekolah sehingga hanya berkomunikasi meggunakan bahasa Sunda dan membaca huruf aksaranya.
Baduy luar lebih modern, menerima budaya dan perkembangan zaman dari luar. Mereka tinggal mengelilingi wilayah tinggal Baduy dalam. Sudah mengenal uang dan sekolah. Seringkali masyarakat Baduy luar berjalan kaki ke wilayah perkotaan untuk menjual madu-madunya. Pakaiannya juga berbeda, mereka mengenakan pakaian berwarna putih. Biasanya yang menjadi daerah wisata adalah perkampungan Baduy luar.
Suku Baduy begitu getol dalam memegang teguh adat tradisinya. Menurut kepercayaan Suku Baduy, mereka adalah keturunan dari Batara Cikal yang merupakan satu dari tujuh dewa yang diutus ke bumi. Kepercayaan ini juga dikenal sebagai Sunda Wiwitan yang memuja nenek moyang sebagai bentuk penghormatan. Suku Baduy konon bertugas sebagai penjaga harmoni dunia. Atas dasar itulah Suku Baduy dengan teguh terus menjaga adat tradisinya di tengah kepungan modernisasi zaman.