Strategi Pariwisata Banyuwangi dalam Transformasinya Menuju Destinasi Go Internasional

Banyuwangi kini telah bertransformasi menjadi destinasi wisata yang mendunia. Strategi pariwisata Banyuwangi pun ternyata unik, yaitu mengedepankan peran masyarakat dengan adat dan budayanya untuk berkembang dan berinovasi bersama.

SHARE :

Ditulis Oleh: Rizqi Y

Strategi pariwisata Banyuwangi. Foto dari @arief_siswandhono

Nama Banyuwangi mulai menggaung dikancah pariwisata nasional dan internasional. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan kunjungan wisatawan ke  kota “The Sunrise Of Java” tersebut.

Disbudpar Banyuwangi menjelaskan bahwa hingga bulan November 2017, kunjungan wisata di Kabupaten Banyuwangi mengalami kenaikan pesat. Untuk wisatawan domestik mengalami peningkatan 0,4 juta, yaitu sebanyak 2,7 juta dari target sebanyak 2,3 juta. Begitupun dengan wisatawan mancanegara juga mengalami peningkatan, jumlahnya mencapai 75 ribu wisatawan atau meningkat sebanyak 30 ribu dari total target sebanyak 45 ribu.

Hal ini tak lepas dari berbagai strategi pariwisata Banyuwangi yang bisa dibilang berbeda dengan daerah lainnya. Kepala Bidang Pemasaran Disbudpar Banyuwangi, Dwi Marhen Yono menjelaskan bahwa selama ini strategi pariwisata Banyuwangi memang cukup unik.

Baca juga: Resmi, The Sunrise of Java, Julukan Wisata Banyuwangi dari ASEAN

“Saat ini kami mengembangkan wisata dengan berbasis ecotourism, berupa wisata alam, budaya dan tentunya dengan berbasis masyarakat. Bahkan untuk pengembangan wisata berbasis desa ini mencapai 80% dari keseluruhan strategi yang dilakukan,” jelas Marhen.

Pentingnya melibatkan masyarakat dalam pengembangan wisata. Foto dari @m_bramuda

Hal ini yang membedakan strategi pariwisata Banyuwangi dengan daerah lain yang biasanya lebih menumpukan kegiatan di pihak swasta dan pemerintah. Justru sebaliknya, dengan pengembangan wisata berbasis desa ini masyarakat Banyuwangi jadi lebih kreatif dan punya inisiatif untuk terus mengembangkan wisata di daerahnya. Di sisi lain pemerintah ikut membantu dengan cara memfasilitasi dan membuat regulasi.

“Salah satu cara strategi pariwisata Banyuwangi untuk menunjang pengembangan wisata berbasis masyarakat yaitu dengan melarang pembangunan hotel di tempat wisata. Jadi masyarakat setempat bisa menyewakan rumahnya untuk penginapan, hasilnya kan jadi bisa dinikmati langsung oleh masyarakat” ungkap Marhen.

Dalam proses pelaksanaannya, Dinas Pariwisata Banyuwangi bersama Pemerintah pun mengajak masyarakat untuk belajar bersama. Mulai dari melatih masyarakat bagaimana mengolah makanan yang baik, bagaimana mengelola homestay agar nyaman ditinggali wisatawan, hingga melakukan pelatihan bahasa asing untuk 3.000 warga desa tiap tahunnya. Langkah inilah yang lantas menjadi akar suksesnya pengembangan pariwisata berbasis desa atau masyarakat.

Tak hanya berbasis masyarakat, strategi pariwisata Banyuwangi juga menekankan prinsip 3A + 2K

Salah satu strategi pariwisata Banyuwangi adalah atraksi yang menarik. Foto dari @cesttresandratoo

Selain memiliki strategi yang dibilang cukup unik dan berbeda, Banyuwangi juga benar-benar menerapkan prinsip pengembangan wisata yang diprogramkan oleh Kemenpar, yaitu Atraksi, Aksesbilitas, dan Amenitas (3A).

“Selain itu dalam mengembangkan wisata juga harus menerapkan prinsip 3A, kalau sekarang ditambah dengan 2K. 3A itu meliputi atraksi, aksesbilitas dan amenitas. Kalau 2K sendiri adalah komitmen CEO dan kreativitas,” tambah Marhen.

Marhen lebih lanjut menjelaskan secara detail tentang 3A dan 2K tersebut. Menurutnya untuk mengembangkan wisata di suatu daerah itu harus didukung dengan aksesbilitas yang bagus. Mulai dari ketersediaan bandara, jalan yang bagus, kendaraan umum, dan banyak lagi. Lalu ada juga faktor amenitas, yang berkaitan dengan fasilitas seperti hotel, restoran, dan lainnya.

Baca juga: Kebun Coklat Banyuwangi, Penghasil Coklat Glenmore Terbaik Dunia

Ada juga atraksi atau kegiatan yang bisa menarik wisatawan untuk bisa datang ke suatu kota atau destinasi. Sejak tahun 2011 lalu Banyuwangi rajin menggelar berbagai gelaran festival dan membingkai alur kegiatan festival tersebut dengan tajuk “Banyuwangi Festival”. Tak heran jika Arief Yahya, Menteri Pariwisata Indonesia menobatkan Banyuwangi sebagai kota penyelenggara festival terbaik di Indonesia.

Komitmen CEO Pariwisata Banyuangi dalam mengembangkan wisata berbasis masyarakat. foto dari @banyuwangi_festival

Marhen juga kembali menjelaskan tentang adanya faktor tambahan 2K yang tak boleh dilupakan. K yang pertama adalah komitmen CEO, yang dalam hal ini CEO pariwisata Banyuwangi adalah Bupati Azwar Anas.

Marhen  mengakui bahwa selama ini Bupati Bamyuwangi memang sangat konsen mengelola wisata Banyuwangi dengan basis desa. Selanjutnya K merupakan kependekan dari kreativitas. Bagi Banyuwangi, wisata tanpa kreativitas tak akan bisa berjalan.

“Contoh kasusnya itu Nokia, dulu merasa paling bagus sampai lupa pentingnya kreativitas. Akhirnya tergerus juga kan. Begitu juga dunia wisata. Kalau Banyuwangi gitu-gitu saja ya lama-lama wisatawan akan bosan dan nggak mau datang lagi ke sini,” jelas Marhen. 

Hal ini juga yang akhirnya membuat masyarakat Bayuwangi terus berinovasi membangun destinasi baru. Seperti salah satunya Kampung Durian Banyuwangi yang awal tahun ini diresmikan oleh Bupati Azwar Anas. Menurut Marhen, destinasi ini merupakan ide yang lahir dari masyarakat. Melihat adanya panen akbar durian, masyarakat lalu berinisiatif untuk membuat wisata durian.

Baca selengkapnya: Kampung Durian Banyuwangi, Wisata Baru yang Siapkan 75 Varian Durian

Strategi pariwisata Banyuwangi melalui deretan event nasional dan internasional

Festival Gandrung Sewu di Banyuwangi. Foto dari @banyuwangi_festival

Melalui Banyuwangi Festival, tahun 2018 ini Banyuwangi memiliki setidaknya 77 event bertaraf nasional dan internasional. Dari 77 event ini, 65% di antaranya merupakan festival berbasis adat budaya yang melibatkan masyarakat. Selain itu, dari 77 event ini satu diantaranya masuk dalam jejeran Top Ten Event Kemenpar yaitu Banyuwangi Ethno Carnival (BEC).

Kemudian, dua dari 77 event festival sepanjang 2018 ini juga masuk dalam daftar Top 100 Event Kemenpar, di antaranya Festival Gandrung Sewu dan balap sepeda Tour de Banyuwangi – Ijen.

Kostum Kebo Bumi dalam Festival BEC. Foto dari @banyuwangiethnocarnival_

Penyelenggaraan Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) 2018 sendiri memiliki tiga tujuan utama. Pertama adalah untuk mengenalkan budaya lokal Banyuwangi ke kancah global. Melalui festival ini diharapkan masyarakat juga mulai mau untuk mencitai budaya lokal mereka.

Tujuan kedua adalah untuk memberikan apresiasi bagi  anak-anak Banyuwangi yang bergiat di bidang seni-budaya. Seperti yang kita tahu, banyak pelaku budaya yang akhirnya merasa enggan melestarikan budaya karena hanya berlatih terus tapi tak pernah diparesiasi dengan cara dipertontonkan di muka global.

Ketiga, untuk menggerakkan ekonomi masyarakat. Tentunya saat Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) 2018 ini digelar, maka perekonomian pun akan terangkat. Di mana saat kegiatan berlangsung hotel penuh, kuliner laris, oleh-oleh ludes, jasa-jasa penunjang bergerak, seperti jasa transportasi, pemandu wisata dan lainnya.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU