Sejarah Kerajaan Pajajaran atau juga dikenal sebagai Kerajaan Sunda dimulai pada tahun 1130 M dan berakhir di tahun 1579 M. Pajajaran adalah kerajaan Hindu di Tatar Pasundan yang didirikan oleh orang-orang dari etnis Sunda. Kerajaan ini bukanlah kerajaan kecil dan lemah, dalam riwayatnya diceritakan bahwa Kerajaan Singasari dan Majapahit yang menguasai hampir seluruh wilayah Asia Tenggara bahkan tidak mampu untuk menaklukannya.
Luas Kerajaan Pajajaran hanya sepertiga atau seperdelapan Pulau Jawa, berbagai wilayah kekuasaan dengan Kerajaan Majapahit kala itu. Pajajaran menguasai wilayah seluas 300 league atau sekitar 1176 km, mencakup Pelabuhan Sunda Kelapa, Pelabuhan Cimanuk, dan Sungai Cimanuk. Dari catatan sejarah, diketahui pusat pemerintahan atau ibukota terakhir Pajajaran sebelum hancur oleh pasukan Islam dari Demak dan Banten berada di sebuah kota bernama Dayo.
Para ahli meyakini, Dayo yang dimaksud adalah kawasan yang meliputi Kabupaten Bogor dan Kota Bogor di Jawa Barat. Hal ini diketahui dari sejumlah naskah-naskah kuno dan catatan perjalanan penjelajah Eropa. Tome Pires dalam catatan perjalanannya Suma Oriental menyebut bahwa Dayo menjadi kota yang paling sering ditinggali oleh Raja Pajajaran. Raja memiliki istana yang sangat megah, dibangun dengan 330 pilar kayu setinggi lima depa, dengan ukiran indah di atasnya.
Banyak perdebatan terkait keberadaan Dayo, penjelajah Eropa setelah Pires mengaku tidak menjumpainya. Barulah pada 1856, Crawfud berhasil memecahkannya. Selama menjabat di Jawa ia melakukan penelitian yang dicatat dalam A Descriptive Dictionary of the Indian Islands and Adjent Countries. Crawfud menjelaskan di Buitenzorg (Bogor) adalah ibukota Kerajaan Pajajaran karena ditemukan bekas fondasi istana, banyak sekali puing-puing bebatuan serta prasasti.
Tidak jauh berbeda dari kesaksian orang-orang Eropa, informasi dari naskah kuno atau prasasti juga menyebut pusat Kerajaan Pajajaran berada di Bogor, yang dalam Prasasti Batu Tulis disebut Pakuan. Ibukota Pajajaran sempat berpindah-pindah, secara kronologis di Galuh, Pakuan, Saunggalah, Pakuan, Kawali, dan Pakuan. Wilayah ibukota ini dibagi ke dalam dua bagian yakni Kota Dalam dan Kota Luar yang dibatasi oleh benteng alam berupa bukit memanjang di sebelah timur.
Struktur ibukota juga diperkuat oleh sungai alam, parit kecil yang melewati bagian barat keraton, dan benteng buatan di selatan. Benteng yang berlapis-lapis ini dibuat untuk menangkis serangan pasukan Islam dari luar (Demak, Banten, Cirebon). Pada tahun 1579 M, kekhawatiran tersebut benar-benar terwujud. Kerajaan Pajajaran benar-benar hancur oleh pasukan Islam setelah melalui pertempuran sengit. Kerajaan Pajajaran pun berakhir di Pakuan, yang sekarang menjadi Bogor.
Kerajaan Pajajaran dapat dikatakan sebagai awal mula eksistensi orang-orang sunda di Indonesia. Keteguhan mereka dalam mempertahankan adat dan budayanya dari pengaruh Jawa oleh Kerajaan Majapahit, membuatnya sedikit berbeda dengan orang-orang yang tinggal di Pulau Jawa pada umumnya. Sikap Pajajaran yang enggan tunduk kepada Majapahit membuat tidak adanya percampuran budaya antara Sunda maupun Jawa. Sehingga adat budaya dan bahasa Sunda masih terus lestari hingga kini.
Jika saja dahulu Pajajaran bekerjasama dengan Majapahit mungkin saja akan terjadi akulturasi budaya dan tercipta rumpun suku baru dengan adat budaya serta bahasa baru. Bukan tanpa dasar, dahulu hal ini juga pernah terjadi antara Kerajaan Blambangan dan Kerajaan Bali yang menghasilkan Suku Osing di Banyuwangi. Adat budaya dan bahasa mereka tidak sama dengan Jawa maupun Bali, namun memiliki kemiripan dengan keduanya.