Ritual Famadihana, Berdansa bersama Mayat dengan Penuh Suka Cita

Perayaan ritual Famadihana ini menghabiskan uang dalam jumlah besar. Bahkan, mereka rela mengeluarkan uang pemakaman lebih besar daripada rumah mereka sendiri.

SHARE :

Ditulis Oleh: Echi

Setiap negara memiliki keunikan budaya yang tak jarang bikin geleng-geleng kepala saking tak bisa diterima logika. Seperti ritual adat Famadihana misalnya.

Ritual Famadihana, Suku Merina mengangkat dan mengajak mayat keluarga untuk berdansa. Foto dari sini

Ritual adat Famadihana merupakan tradisi pemakaman yang dilakukan suku Merina di dataran tinggi di Madagaskar. Ritual pemakaman sakral ini dilakukan setiap 5 hingga 7 tahun setelah kematian.

Baca juga: Festival Bau Nyale Lombok, festival adat pelepas rindu pada Putri Mandalika

Makam kelompok etnis Merina dibangun sebagian bawah tanah dengan sebuah ruangan di mana tubuh leluhur disimpan di rak, terbungkus kain sutra berwarna putih. Saat melangsungkan perayaan ritual Famadihana, sejumlah sanak keluarga yang telah meninggal dipindahkan dari ruang bawah tanah leluhur.

Mayat-mayat yang terkubur diangkat lalu dibuka kain-kain pembungkusnya untuk diganti menggunakan kain sutera putih suci yang masih baru. Setelahnya, ritual adat Famadihana dimulai dengan menjamu para tamu dengan minuman, bercakap-cakap, memutar musik, sambil bersuka cita menari bersama.

Baca juga: Mengerikannya ritual seks aneh di suku pedalaman 

Tujuan dilakukannya ritual kematian pemakaman mayat dengan berdansa

Bersuka cita menyambut leluhur yang tiba. Foto vimeo.com

Suku Merina di dataran tinggi Madagaskar percaya bahwa terdapat dua kelas sosial dalam lingkungan masyarakat Madagaskar. Pertama adalah mereka yang hidup dan kedua adalah para leluhur. Dan, bagi mereka yang telah meninggal namun belum melakukan ritual Famadihana, maka mereka ini belum bisa dimasukan dalam kategori leluhur atau pun mahluk hidup.

Mereka pun percaya, orang-orang yang telah mati baru akan mendapatkan kehidupan yang abadi saat tubuh dan tulang mereka benar-benar membusuk bersama cacing-cacing dalam tanah.

Dilansir dari CNN pada (26/3), sejarawan asal Madagaskar Andrianahaga Mahery mengatakan pertemuan dengan para leluhur merupakan momen yang membahagiakan. Alasannya karena suku Merina percaya bahwa para leluhur merupakan perantara antara manusia hidup dengan Tuhan. Leluhur ini diyakini memiliki wewenang untuk campur tangan dengan peristiwa yang terjadi di bumi. Maka, dalam perayaan ritual Famahadina ini tak boleh menampakan kesedihan.

Sanak saudara yang berasal dari berbagai daerah pun berdatangan. Biasanya, mereka datang dengan membawa uang dan minuman alkohol. Mereka berkumpul dan bergembira bersama.

Perayaan ritual Famadihana ini menghabiskan uang dalam jumlah besar. Bahkan, mereka rela mengeluarkan uang pemakaman lebih besar daripada rumah mereka sendiri. Melansir dari coastweek.com, salah seorang warga yang melakukan ritual adat Famadihana ini mengeluarkan lebih dari 5000 dollar atau sekitar 68,7 juta rupiah.

Hal ini dikarenakan pemakaman Famadihana merupakan identitas yang dijunjung tinggi dalam lingkungan sosial.

Famadihana kini tak lagi sekadar ritual adat warisan nenek moyang. Wisatawan yang tertarik dengan wisata budaya pun kerap melakukan perjalanan ke Madagaskar untuk menyaksikan ritual ini. Biasanya, mereka berkunjung ke Madagaskar sekitar Juni – September. Tertarik? Mumpung Juni masih beberapa bulan lagi, buatlah jadwal perjalanan ke Madagaskar dari sekarang.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU