Kali Boyong merupakan nama lain dari Sungai Code yang membelah Kota Yogyakarta dengan hulu di Gunung Merapi. Nama Kali Boyong hanya digunakan oleh warga yang tinggal di wilayah Kabupaten Sleman, ketika masuk ke wilayah Kota Yogyakarta penamaannya menjadi Sungai Code. Sungai ini adalah jalur aliran lahar dingin yang membawa material vulkanik Gunung Merapi.
Warga setempat sangat meyakini bahwa Kali Boyong menjadi lintasan lampor, yaitu rombongan pasukan ghaib dari Pantai Selatan menuju Gunung Merapi ataupun sebaliknya. Menurut cerita pada sekitar tahun 1950an ada sebuah pos jaga di daerah Gondolayu untuk memberikan peringatan kepada warga jika lampor melintas.
Ketika terdengar suara gemerincing kereta kuda dengan derap kuda, penjaga pos akan memukul kentongan titir bertalu-talu. Hal ini menjadi tanda peringatan kedapa warga bahwa lampor akan segera melintas. Semua warga akan langsung memasuki rumah dan menutup pintu rapat-rapat. Menurut kepercayaan warga, jika lampor berhenti di desa mereka maka akan terjadi suatu musibah berupa wabah penyakit atau kematian.
Berdasarkan hasil retrokognisi yang dilakukan oleh tim Kisah Tanah Jawa diketahui bahwa hulu Kali Boyong dihuni oleh koloni pocong yang berjumlah ribuan. Terdapat satu yang berbeda diantara ribuan pocong yang ada, yakni keberadaan pocong merah dengan aura menyeramkan dan sangat meneror.
Pocong merah tersebut dahulunya adalah seorang dukun ilmu hitam pada tahun 1900-1920 yang kemudian dibunuh oleh warga karena dianggap meresahkan. Setelah dibunuh jenazah sang dukun lalu dimutilasi dan dimasukkan dalam satu kain kafan. Darah dari jenazah yang terus mentes membuat kain kafan menjadi berwarna merah. Jenazah dimakamkan di hutan pinus tepi Kali Boyong.