Keberadaan salah satu hotel tertua di Indonesia tak bisa dilepaskan dari pengaruh penjajahan Belanda. Semenjak kedatangan mereka di Banten pada 1586 silam, kekayaan sumber daya alam Indonesia mulai dieksploitasi.
Saat bangsa Belanda kembali ke negara asalnya, mereka tak hanya membawa hasil bumi seperti rempah-rempah saja, tapi juga mempromosikan keindahan alam Indonesia.
Melihat besarnya potensi pariwisata Indonesia, orang-orang Belanda tergiur untuk menjual keindahan panorama Indonesia kepada masyarakat negara Eropa lainnya. Mereka mulai membuat biro perjalanan wisata ke Indonesia dan menerbitkan buku panduan serta brosur wisata Pulau Jawa. Apalagi perjalanan yang ditempuh dari Belanda ke Indonesia sudah semakin mudah dengan adanya Terusan Suez.
Dulu, jauh sebelum Terusan Suez diresmikan, para penjelajah asal Belanda membutuhkan waktu 2 bulan berlayar menuju Indonesia melalui jalur Pantai Barat Afrika – Tanjung Harapan – Samudera Hindia – Selat Sunda – Banten. Semenjak dibangunnya Terusan Suez, mereka hanya butuh waktu 1 bulan berlayar untuk menuju Indonesia.
Banyaknya para pelancong Eropa yang liburan ke Indonesia membuat beberapa kalangan dari Belanda berinisiatif mendirikan tempat peristirahatan. Maka, dibangunlah tempat-tempat beristirahat untuk para pelancong. Puncaknya, di akhir abad ke-19, jumlah penginapan di Indonesia meningkat drastis, khususnya di daerah Jawa, Makassar, dan Medan.
Salah satu hotel tertua di Indonesia yang dibangun pada masa tersebut adalah Hotel Savoy Homann Bidakara, Bandung. Hotel ini dibangun tahun 1871, 15 tahun setelah Hotel Des Indes -hotel tertua di Indonesia, dibangun.
Pertama kali dibangun, Hotel Savoy Homann Bidakara bernama Hotel Homann, sesuai dengan nama pemiliknya, Homann, yang berasal dari Jerman.
Awalnya, Hotel Savoy Homann Bidakara bukan hotel mewah seperti sekarang. Hanya rumah dengan bilik bambu yang dimanfaatkan sebagai tempat penginapan para turis Eropa yang datang liburan ke Bandung. Barulah di tahun 1880, Hotel Homann mengalami perbaikan dengan dibangun kembali menjadi gedung bertembok batu bata.
Kemewahan hidangan bergaya rijsttafel menjadi salah satu alasan mengapa hotel tertua ini direkomendasikan kepada para wisatawan asal Eropa. Rijsttafel sendiri merupakan cara penyajian makanan berurutan dengan pilihan hidangan dari berbagai daerah di Nusantara.
Sebagai salah satu hotel tertua di Indonesia, bukan hanya usianya saja yang menakjubkan. Fasilitas hotel ini pun tergolong lengkap.
Hotel ini memiliki tiga kamar spesial yang pernah ditempati tokoh-tokoh bersejarah dalam Konferensi Asia Afrika 1955 di Bandung, seperti Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, Perdana Menteri Tiongkok saat itu Zhou Enlai, dan Presiden Soekarno. Nehru menempati kamar nomor 144 di lantai satu. Soekarno di kamar nomor 244 di lantai dua, sementara Zhou Enlai di kamar nomor 344 lantai 3.
Selain pernah dihuni tokoh-tokoh KAA 1955, Hotel Savoy Homann Bidakara pun pernah menjadi saksi bisu kedatangan legenda dunia Charlie Chaplin ke Bandung. Sebanyak dua kali Charlie Chaplin bermalam di hotel ini. Pertama, Charlie Chaplin berkunjung tahun 1928 bersama Mary Pickford. Kemudian, pada tahun 1932, Charlie Chaplin datang bersama kakaknya, Sydney Chaplin.
Hingga saat ini, semua kamar bersejarah tersebut masih disewakan. Jejak sejarah para tokoh-tokoh dunia tersebut pun tersimpan rapi dalam “Golden Book”. Buku tersebut ditampilkan dalam salah satu sudut etalase kaca Hotel Bidakara Savoy.