Menikmati bulan ramadhan di Aceh tentu akan sangat berbeda. Apalagi Aceh memang dikenal sebagai Negeri Serambi Mekkah, dengan adab aturan yang mengikuti ajaran Islam. Nuansa religius yang kental tentunya juga akan membuat berpuasa menjadi lebih khidmat dan berkah.
Salah satu hal yang bisa dilakukan saat menghabiskan bulan ramadhan di Aceh adalah dengan berwisata religi ke berbagai masjid yang ada di Aceh. Ada beberapa masjid yang cukup bersejarah di Aceh, beberapa di antaranya:
Masjid Raya Baiturrahman merupakan ikonnya provinsi Aceh. Masjid ini konon dulunya menjadi salah satu pusat pembelajaran ajaran Islam tempo dulu. Masjid Raya Baiturraahman dibangun pada masa Kesultanan Iskandar Muda tahun 1022 H/1612 M.
Masjid ini pernah mengalami masa kelam, saat dibakar oleh tentara Belanda pada bulan shafar 1290/April 1873 M. Namun akhirnya tahun 1877 masjid ini kembali dibangun di bawah pemerintahan Sultan Muhammad Daud Syah Johan atau Sultan Aceh yang terakhir.
Masjid Baiturrahman juga menjadi saksi bisu saat musibah tsunami terjadi 14 tahun silam. Orang-orang yang berlari dan berlindung di dalam masjid ini, mereka selamat dari amukan gelombang.
Masjid Raya Baiturrahman kini telah bersolek bak Masjid Nabawi di Madinah. Berlantai marmer, dihiasi 12 payung raksasa menambah kemegahan masjid kebanggaan masyarakat Aceh. Masjid ini juga menjadi objek wisata religi yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan.
Masjid Teungku Di Anjong didirikan oleh Sayyid Abu Bakar bin Husin Bafaqih pada abad ke-18 sekitar sekitar tahun 1769 M. Konon ia adalah seorang ulama dari Arab yang mengembara untuk mendakwahkan ajaran Islam, bahkan ia dianggap sebagai orang keramat dan mendapatkan gelar Teungku di Anjong.
Masjid Teungku Di Anjong ini dibangun dengan menggunakan kayu berbentuk segi tiga memanjang ke atas, serta mempunyai tiga lantai. Masjid yang berada sekitar 250 meter dari bibir pantai itu lenyap di sapu gelombang tsunami pada 25 Desember 2004 lalu dan menghancurkan bangunan. Bahkan peninggalan ulama yang tersimpan di dalam masjid seperti kitab-kitab pun hilang.
Masjid Teungku di Anjong dibangun kembali oleh warga Pelanggahan. Dengan berbahan beton diwarnai cat putih bervariasi warna hijau menghiasi arsitektur bangunan masjid tanpa mengubah bentuk aslinya. Di sekitaran perkarangan masjid juga dibangun monumen untuk mengenang para warga Pelanggahan yang terkena korban tsunami 14 tahun silam.
Masjid Tuha Ulee Kareng dibangun oleh Sayyid Al Mahalli, seorang ulama dari Arab yang datang ke Aceh untuk menyiarkan Islam.
Bangunan masjid masih berkonstruksi kayu, dengan delapan tiang yang menjadi penampang. Anak-anak kayu menjadi dinding masjid berwarna kecoklatan. Di sekitar perkarangan masjid terdapat pula beberapa makam, konon ini adalah makam para ulama dan tengku di Desa Ule Kareeng dulunya.
Dengan nuansa klasik dan terletak di pedesaan, rindangnya pohon yang berada di sekitar masjid membuat udara begitu dingin dan nyaman ketika berada di dalamnya. Meski tak begitu tersohor, namun masjid ini juga cocok untuk destinasi wisata religi saat menjalankan ramadhan di Aceh.
Masjid Baiturrahim Ule Lheu merupakan salah satu masjid bersejarah peninggalan Sultan Aceh pada abad ke-17. Dulunya bangunan masjid ini terbuat dari kayu, kemudian tahun 1922 pemerintah Hindia Belanda membangun Masjid Baiturrahim dengan material permanen berarsitektur Eropa dan memiliki kaligrafi ejaan Arab Jawi.
Masjid ini berada di kawasan Pantai Ulee Lheue, kecamatan Meraxa. Masjid ini menjadi saksi kelam tsunami tahun 2004 silam. Saat seluruh rumah di sekitar masjid hancur, bangunan masjid ini justru masih terselamatkan.
Masjid Baiturrahim juga menjadi masjid kedua paling banyak dikunjungin wisatawan setelah masjid Raya Baiturrahman.
Masjid ini dibangun di atas reruntuhan candi yang pernah dibangun oleh umat Hindu di Aceh. Masjid Tuha Indra Puri sendiri dibangun oleh Sultan Iskandar Muda sekitar tahun 1607-1636.
Masjid dengan atap tiga lapis ini menjadi bukti sejarah bagi masyarakat Aceh, khususnya warga Aceh Besar. Masjid Indrapuri terletak di Desa Pasar Indrapuri, Kecamatan Indrapuri, Aceh Besar. Lokasi masjid tidak jauh dari jalan raya Banda Aceh-Medan, berjarak sekitar 100 meter memasuki persimpangan pasar Indrapuri.
Bangunan masjid dibangun di area seluas 33.875 meter, seluruh bangunan berkontruksi kayu dengan beberapa ukiran tradisional bernuansa Arab. Denah masjid ini berbentuk bujur sangkar berukuran 18,80 x 18,80 meter, dengan tinggi bangunan 11,65 meter.
Masjid beratap tumpang itu dibangun di atas tembok undakan empat lapis yang terbuat dari batu kapur bercampur tanah liat. Tinggi tembok rata-rata mencapai 3 meter. Bangunan masjid juga dikelilingi tembok undakan ke-4 dengan ketinggian 1,48 meter. Untuk masuk ke dalam masjid, para pengunjung harus melewati pintu utama yang ada di sebelah timur masjid.