Memelihara kucing barangkali sudah jadi hal yang lumrah dilakukan oleh banyak masyarakat Indonesia. Selain karena tingkahnya yang gemas dan lucu, kucing juga dianggap sebagai teman manusia yang asyik untuk diajak mengobrol.
Namun bagaimana jadinya bila pecinta kucing dilarang untuk memelihara kucing? Beginilah yang terjadi di kota Omaui, Southland, Selandia Baru.
Dinas Lingkungan Southland telah resmi memberlakukan larangan memelihara kucing dengan tujuan melindungi keanekaragaman hayati kawasan taman nasional di sekitar kota.
Pihak Manajer Divisi Keanekaragaman Hayati Omaui, Ali Meade, mengungkapkan bahwa flora dan fauna di sana mengalami perbaikan drastis apabila kucing dilarang berkembang biak.
Ungkapan ini berdasar pada rekaman CCTV yang memperlihatkan kucing merusak semak-semak, memangsa burung, memakan serangga, dan hewan reptil di wilayah tersebut. Oleh bukti tersebut kemudian disimpulkan bahwa kerusakan hayati maupun fauna kecil yang mati akibat dari adanya kucing.
Berdasar laporan John Collins, ketua Omaui Landcare Charitable Trust, kota Omaui sudah menjadi “kawasan konservasi tinggi” sejak dulu dan daerah ini tidak cocok untuk memelihara kucing bila ingin melestarikan keanekaragaman hayati.
Peraturan ini akan memberlakukan semua kucing peliharaan di daerah itu dikebiri, dipasang microchip, dan didaftar oleh pemerintah. Setelah kucing yang terdaftar mati, penduduk Omaui tidak diperbolehkan memelihara kucing lain.
Namun, peraturan ini tak serta merta diterima oleh penduduk setempat. Mereka yang menentang kemudian membuat petisi yang menolak larangan kucing berkembang biak.
Penduduk setempat diberi waktu waktu dua bulan oleh pemerintah untuk menyatakan keberatannya. Waktu pengajuan penolakan akan berakhir pada 23 Oktober mendatang.
Bagaimana menurut Anda dengan peraturan daerah yang melarang warganya memelihara kucing ini?