Eni Rosita (38), adalah sosok wanita yang mungkin tak terlalu dikenal orang banyak. Tapi kisah hidupnya mampu menjadi inspirasi bagi banyak orang.
Eni seperti wanita Indonesia kebanyakan, bertubuh mungil dan sekilas lihat mungkin akan ada beberapa orang yang tidak percaya bahwa ia adalah atlet lari Indonesia bertalenta luar biasa.
Eni mampu finish 100K di MesaStila Peaks Challenge, di Jawa Tengah, 7-8 Oktober 2017, setelah melewati 5 gunung (Andong, Merapi, Merbabu, Telomoyo, dan Gilipetung). Eni finish di posisi 6 kategori wanita dengan catatan waktu 32:23:35.
Selain karena persiapan dan tekadnya, keberhasilan Eni ini tak lepas dari dukungan penuh sang suami, Abdul Aziz Dermawan, yang juga seorang pelari trail run. Abdul Aziz setia mengikuti tempo lari Eni sepanjang rute MesaStila Peaks Challenge 2017.
Alhamdulillah bisa menyelesaikan hutang tahun lalu yang baru sampai KM 60-an. Lega bisa menyelesaikan dengan baik tanpa cedera,” ujar Eni saat kami hubungi.
Eni mengalami kejadian tidak menyenangkan saat mengikuti MesaStila Peaks Challenge (MPC) tahun lalu, Oktober 2016. Saat sedang berlari di rute lomba, tengah malam, ia menjadi korban penyiraman air keras oleh orang tak dikenal. Si pelaku menggunakan sepeda motor dan langsung kabur. Kejadian ini membuatnya mengalami cedera cukup parah di kedua kaki.
Mengingat kejadian tersebut, Eni mengaku awalnya tidak berniat berkompetisi dalam MPC 100K tahun 2017. Namun akhirnya, keputusan berani diambilnya. Ia ingin mengobati trauma yang diderita saat mengikuti MPC 100K tahun 2016. Dirinya tak menyangka bisa menempati ranking 6.
Buat saya, ini bukan sekadar race, bahkan memang saya tidak bermaksud berkompetisi dengan peserta lain dari awal ikut serta. lebih kepada “napak tilas” kejadian tahun lalu dan mengobati trauma,” terang Eni.
Dengan ditemani Aziz, sang suami, Eni menelusuri rute lari itu dengan tabah. Bahkan Eni mengaku sempat down dan beberapa kali berhenti untuk menenangkan diri.
Sempat sedikit ‘drama’ pada awal awal start sampai di KM 30-40an, rasa gelisah dan trauma datang sampai membuat saya ‘broke down’ dan harus berhenti beberapa kali untuk menenangkan diri, bahkan sempat berpikir untuk DNF. Tapi akhirnya berkat dukungan dari Aziz, saya berhasil melanjutkan sampai finish,” tambah Eni.
Meskipun saat ini Eni terlihat segar bugar dan mampu menyelesaikan tantangan perlombaan dengan lancar, namun proses penyembuhan cedera dan trauma Eni cukup menyakitkan karena terapi yang dilakukan cukup menyakitkan. Ia memilih untuk memaafkan dan berdamai dengan kejadian tahun 2016 yang telah berlalu.
“Memaafkan pastinya,” ujar Eni.
Eni mensyukuri setiap kesempatan dengan melakukan kegiatan seperti biasa seperti sebelum cedera. Lalu mengobatinya dengan mengikuti terapi rutin serta istirahat total agar cedera makin membaik.
Karena terapinya cukup menyakitkan, paling waktu-waktu seperti itu saya istirahat total dari kegiatan lari,” curhat Eni.
Saat ini Eni mengaku cedera yang ia alami belum sembuh 100%. Bahkan cedera yang ia alami masih terasa sakit di waktu-waktu tertentu. Namun tekadnya sebagai seorang atlet menjadi energi tersendiri. Eni bahkan telah berhasil menang di berbagai perlombaan lari, setelah cedera.
Eni terjun kembali ke dunia lari pada Bulan Februari 2017 di C2C kategori 25K, tepat 4 bulan setelah peristiwa penyiraman air keras di MPC 2016. Meskipun saat itu masih belum sembuh total, ia berhasil menempati podium 3. Lalu disusul pada Bulan Maret di TITI Ultra di Malaysia menempati podium 2, podium 1 di Lintas Sumbawa 320K pada Bulan April, podium 1 Rinjani Ultra 65k, Penang Eco 100K sebagai finisher ke-6, CTR 30K di podium 3, lalu finisher The PTL – UTMB 300K di Perancis dan terakhir di MPC 100K sebagai finisher ke-6.
Banyak sekali waktu yang ia habiskan untuk mengukir prestasi. Bahkan di saat cederanya masih belum sembuh total.