Setiap orang berhak memilih. Apakah akan menjadi pemenang di mata dunia, atau pemenang bagi dirinya sendiri. Yang pasti, pilihan selalu datang bersama konsekuensi. -Airy-
Begitupun konsekuensi yang harus dihadapi seseorang yang telah memilih menjalani hidupnya sebagai seorang atlet trail run. Akan ada banyak hal yang harus dikorbankan untuk menjadi seorang pemenang. Harta, waktu, tenaga, atau bahkan sisi kemanusiaan sekalipun.
Mengingat-ingat siapa saja sosok atlet trail run Indonesia, Kamu mungkin terbersit satu nama Arief Wismoyono. Sosok atlet trail run yang beberapa waktu lalu hangat dibicarakan atas aksi heroiknya. Tapi di balik kisah heroiknya, mungkin Kamu tak tahu bahwa Arief adalah sosok yang berprestasi. Tak hanya di dalam negeri tapi juga di kancah internasional.
Kalau Kamu termasuk orang yang hobi dan mengikuti dunia trail run, pasti tak akan asing lagi dengan sosok Arief Wismoyono. Seorang pelari gunung asal Bandung yang bergabung dalam komunitas BDG_Explorer. Komunitas ini sebetulnya tidak melulu tentang olahraga trail run, tapi juga olahraga outdoor lainnya. Namun memang lebih banyak mengarah ke trail run.
Pertama kali arief berlari di gunung adalah tahun 2014, yaitu di Tangkuban Perahu. Meski sebelumnya ia belum pernah mendaki gunung sama sekali namun ia menikmati lari di gunung dan dari situlah ia mulai menekuni dunia lari tersebut.
Di tahun yang sama, Arief mulai menjajal perlombaan trail run Mesastila Peaks Challenge 2014 dan berasil meraih finish pertama. Seperti sudah ditakdirkan dengan trail run, prestasi-prestasi lain pun mengekor padanya.
Bicara soal prestasi, pasti berujung pada juara berapa dan di ajang perlombaan apa. Nah, yang harus Kamu tahu, Arief ni setidaknya sudah mengikuti puluhan perlombaan dan berhasil menjadi pemenang setidaknya di 25 perlombaan lari.
Beberapa contoh prestasi besarnya adalah menjadi pemenang di ajang Bromo Tengger Semeru 102 Ultra, Mount Rinjani Ultra 2015, Ijen Trail Run 2015, Mesastila Challenge & Ultra 2015, dan sederet prestasi lainnya. Yang lebih membanggakan, tahun 2015 Arief menjadi pelari trail run nomor satu se-Asia. Mengalahkan India, Guyana, Canada, dan negara Asia lainnya.
Nah, menurutmu tahun 2017 ini dia ada di posisi berapa gais? Satu, dua atau tiga? Karena klasemen Asia Trail Master 2017 masih berlangsung, jadi belum bisa dipastikan akankah dia jadi juara kembali tahun ini. Yang jelas sementara ini sih dia ada di posisi kedua. Ini nih bocoran poinnya sementara ini.
Sukses menjadi atlet nomor satu se-Asia di tahun 2015 dan tahun ini sudah duduk di posisi kedua, Kamu merasa penasaran nggak sih dengan posisinya di tahun 2016? Ada yang bisa menebak kira-kira dia berada di posisi berapa? Nggak ada yang bisa jawab nih?
Dia ada di posisi empat! Yap, posisi Arief turun. Tapi ada cerita pilu dan heroik di balik posisinya yang turun ini. Seperti kata bijak sebelumnya, selalu ada konsekuensi atas sebuah pilihan. Dan inilah konsekuensi yang harus diterima Arief atas pilihan yang telahia buat. Semua berawal dari Mesastila Peaks Challenge 2016!
Kamu mungkin sempat mendengar kisah heroik Arief Wismoyono, salah satu peserta MPC 2016 yang rela mengesampingkan gelar juaranya untuk menolong sesama pelari yang terserang hipotermia.
Awalnya Arief berada di posisi ketiga setelah Jan Nilsen dan Dzaki Wardana saat sampai di puncak Merbabu. Saat itu kondisi di puncak sangat gelap berkabut karena sedang badai. Jarak pandang pun tak lebih dari 2 meter. Dia memutuskan untuk menunggu Ozi, teman pelari yang sudah terbiasa berlatih di Merbabu. Arief merasa kesulitan menemukan jalur lari, itulah mengapa ia memutuskan untuk menunggu Ozi dan berencana turun lewat jalur Cuntel mengikuti Ozi nantinya.
Di perjalanan antara menara pemancar, Arief melihat lampu kelap-kelip. Setelah dicek ternyata ada empat orang yang diam di sana sedang kedinginan dan dibalut emergency blanket (EB), bahkan salah satunya adalah rekan larinya dari Bandung yang bernama Bagus.
Kondisi empat orang ini cukup memprihatinkan, karena hanya menggunakan EB untuk menghangat tubuh. Mereka saling berpelukan dan bersembunyi di balik batu. Kondisi cuaca yang ekstrem membuat mereka tetap menggigil kedinginan meski sudah memakai EB. Arief dan Ozi pun memutuskan untuk kembali ke puncak untuk mencarikan tenda dan memberitahukan kondisi mereka pada panitia. Sayangnya panitia kesulitan menghubungi pos Wekas karena cuaca yang masih badai mengganggu jaringan signal mereka.
Sempat meminta bantuan pada pendaki yang ada di sekitar sana, namun tak ada hasil karena tak ada pendaki yang membawa tenda lebih. Arief dan Ozi pun akhirnya mejutuskan untuk turun ke pos Cuntel sekaligus mengabarkan bahwa ada 4 peserta yang terserang hipotermia.
Merasa tak tenang dengan kondisi keempat orang ini, sekiar 500 meter dari menara Arief memilih kembali ke atas untuk mencari bantuan. Sedangkan Ozi akhirnya turun melalui jalur Cuntel sesuai trek lomba, sekaligus menginformasikan pada panitia perihal tersebut. Beruntung saat kembali ke atas, Arief bertemu pendaki dari Semarang yang bersedia membantu korban hipotermia tersebut.
Arief dan pendaki dari Semarang tersebut segera ke tempat persembunyian keempat peserta tadi. Setelah membuatkan tenda dan memastikan kondisi mereka lebih baik, Arief pun melanjutkan perlombaan meski dengan kondisi badan yang sudah “penyok” karena diterpa badai berjam-jam.
Meski tubuhnya sudah tak fit, ia tetap bersemangat untuk menyelesaikan perlombaan larinya. Ada satu motivasi besar yang membuatnya tetap semangat menyelesaikan lomba. Di hari yang sama dengan perlombaan, istrinya memang sedang berulang tahun dan itu mungkin akan jadi kado indah untuk istrinya tersebut.
Awalnya Arief menargetkan paling tidak berada dalam posisi ketiga. Ini karena di perlombaan sebelumnya, yaitu Ijen Trail Run 70K dia sudah berhasil menjadi juara. Jadi kalau dia berhasil masuk dalam posisi ketiga di MPC 2016, akan ada kemungkinan untuk memenangkan ajang Asia Trail Master 2016. Namun sayangnya, target tersebut melenceng jauh hingga ke posisi 11 dengan durasi waktu lari 29 jam 43 menit.
MPC 2016 sendiri adalah perlombaan kedua yang diikuti Arief, sedangkan untuk pertandingan ketiga yang akan dia ikuti adalah CM50 Clark, Filipina. Arief mengaku sempat kehilangan semangat saat mengikuti perlombaan ketiganya bulan November lalu karena merasa sudah tak punya kesempatan untuk menang di ATM 2016. Tapi tetap saja, dia meraih posisi kedua di CM50 Clark ini.
Meski demikian saat kami bertanya apakah hal itu membuatnya menyesal karena telah membantu peserta yang hipotermia saat di MPC, jawabannya pun cukup membanggakan. Tak ada rasa sesal sedikitpun atas apa yang sudah ia lakukan. Meski awalnya sang istri justru marah padanya, namun pada akhirnya sang istri pun bisa memahami kondisi tersebut.
Sekalipun Arief merasa tidak menyesal, namun ada sebuah harga yang harus dibayar untuk keputusannya. Perjuangan dan persiapan panjang tentang perlombaan larinya harus hilang begitu saja.
Arief bercerita tentang perjuangannya bersama istri untuk mempersiapkan diri diperlombaan MPC 2016. Rutin latihan dengan naik turun gunung, hampir setiap saat istrinyalah yang mengantar dan menjemput Arief di arena latihan. Segala perencanaan matang untuk bisa menang di ATM juga sudah dibuat jauh-jauh hari. Namun, ap amau dikata. Mungkin memang belum saatnya untuk menang.
Itulah mengapa istri saya marah. Dia bilang seharusnya persoalan peserta yang hipotermia bukan tanggung jawab saya.
Ya, kira-kira begitulah cerita Arief tentang kemarahan istrinya. Tapi mereka tetap punya kisah romantis kok. Saat perlombaan trail run di Filipina, mereka memanfaatkan waktu itu juga untuk bulan madu. Kami bahkan sempat mengintip foto mereka berdua lho.
Mungkin Kamu akan mempertanyakan hal yang sama seperti kebanyakan orang, mengapa dia mau mengorbankan semua hasil perjuangannya hanya untuk membantu orang lain. Tapi jauh dari pada itu, ada sebuah nilai hidup yang bisa Kamu jadikan contoh dan inspirasi.
Bahwa mungkin ketika Kamu lelah berjuang demi mimpi dan cita-citamu, justru Tuhan menunjukkan cara lain untuk menjadi pemenang. Sebab kemenangan memang bukan selalu tentang ada di posisi berapa. Kemenangan adalah ketika Kamu berhasil menjadi sesuatu bagi orang lain dan memberi makna pada mereka. Mungkin dengan cara yang tidak terduga.
Begitu pun Arief yang sudah lelah berjuang demi mimpinya bersama sang istri, namun ia memilih untuk membangunkan sisi kemanusiaannya. Mungkin bagi dunia dia bukanlah pemenang, tapi bagi dirinya sendiri ia sudah menjadi pemenang atas egonya.
***
Kemenangan memang bukan selalu tentang ada di posisi berapa. Kemenangan adalah ketika Kamu berhasil menjadi sesuatu bagi orang lain dan memberi makna pada mereka.
Mari ambil setiap pelajaran positif dari kisah ini. seberat apapun masalahmu, perjuanganmu, tetap jangan lupakan sisi kemanusiaanmu. Di saat yang sama mungkin orang lain memilih untuk menjadi pemenang di mata dunia, tapi Kamu bisa memilih untuk menjadi pemenang bagi dirimu sendiri.