Selain Desa Penari, ternyata masih terdapat desa-desa lain di Indonesia yang dianggap sebagai desa angker. Kampung Pitu, sebuah kawasan pedesaan yang tak terlalu luas di puncak timur (740 mdpl) gunung api purba Nglanggeran, Yogyakarta. Seperti namanya, Kampung Pitu hanya dihuni oleh tujuh keluarga yang terpilih saja.
Masyarakat di sekitar Gunung Nglanggeran percaya bahwa Kampung Pitu adalah tanah bertuah. Terdapat satu peraturan adat yang tidak boleh dilanggar, yaitu Kampung Pitu harus dihuni oleh tujuh keluarga. Tidak kurang dan tidak lebih. Konon tidak semua orang dapat betah dan kuat tinggal di Kampung Pitu, hanya mereka yang terpilih saja yang sanggup.
Kampung Pitu cenderung sepi karena bukan termasuk rute pendakian menuju Gunung Nglanggeran. Satu-satunya akses untuk menjangkau tempat ini adalah jalan setapak yang diapit oleh bebatuan besar di bagian kanan dan kirinya. Butuh sekitar 30 menit menuju Kampung Pitu dari jalan raya yang berada di lereng Gunung Nglanggeran.
Semua Penghuni Desa Berkerabat
Setiap rumah di Kampung Pitu berdiri berjauhan, menempat tanah miring seluas sekitar 7 Heaktare. Tak disangka, semua warga kampung ini ternyata merupakan kerabat dekat, keturunan dari Eyang Iro Kromo sang pendiri desa. Awal berdirinya Kampung Pitu bermula dari Eyang Iro Kromo yang memenangkan sayembara dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Saat itu, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sedang mencari seseorang yang mampu merawat sebuah pusaka Pohon Kinah Gadung Wulung yang ditemukan di puncak Gunung Nglanggeran. Pusaka ini sangat kuat, tidak sembarang orang dapat merawatnya. Sebagai imbalan, orang yang dapat merawatnya akan diberikan imbalan tanah untuk hidup yang dapat diwariskan kepada keturunannya, entah sampai kapan.
Melanggar Pantangan Taruhannya Nyawa
Kampung Pitu berdiri sejak tahun 1400an. Perihal peraturan adat yang berlaku, memang hanya boleh tujuh kepala keluarga secara turun temurun yang bisa mendiami kampung ini. Siapapun yang melanggar taruhannya adalah nyawa. Tempat ini dijaga sosok mistis yang tunduk pada perintah leluhur keluarga Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Penambahan dan pengurangan dalam trah Iro Kromo yang hidup di Kampung Pitu berlangsung sesuai kehendak alam. Jika satu keluarga memiliki banyak anak, biasanya hanya satu atau dua saja yang ingin menetap. Jika ada yang ingin mendaftarkan diri sebagai kepala keluarga baru di Kampung Pitu yang telah genap tujuh, tiba-tiba saja pasti meninggal. Begitu seterusnya sejak dahulu.
Sebenarnya Kampung Pitu bukanlah benar-benar kampung, ia masuk dalah kawasan administratif RT 19/RW 04, Pedukuhan Nglanggeran Wetan, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, Yogykarta. Aura mistis yang menyelimutinya membuat tak ada satupun orang yang berminat untuk hidup dan tinggal disana. Jikalau ada, satu-satunya cara adalah dengan menikahi salah satu keturunan trah Iro Kromo.