Penemuan Jalur Pendakian Kuno Gunung Penanggungan Tuai Pro Kontra

Aktivis pecinta alam tak ingin terjadi penjarahan di situs bersejarah Gunung Penanggungan, sehingga tidak ingin jalur ini dipublikasikan

SHARE :

Ditulis Oleh: Desti Artanti

Foto dari tempo.co

Belum lama ini kjalur kuno pendakian Gunung Penanggungan dipublikasikan oleh Tim Ekspedisi Universitas Surabaya (Ubaya). Jalur ini disebut merupakan jalur kuno yang telah lama ada dan digunakan oleh masyarakat sekitar Gunung Penanggungan pada zaman dahulu. Namun ternyata, publikasi ini menuai pro kontra. Pasalnya aktivis pecinta alam tak ingin terjadi penjarahan di situs Gunung Penanggungan, sehingga tidak ingin jalur ini dipublikasikan.

Aktivis Save Pawitra, Yahya Setianto mengungkapkan bahwa sebenarnya jalur ini telah diketahui sejak lama namun sengaja tidak dipublikasikan untuk kepentingan kelestarian situs ini. Yahya yang juga pengelola pintu pendakian Penanggungan di Desa Tamiajeng, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto ini mengaku, tidak sepakat jika yang menemukan jalur pendakian kuno di Gunung Penanggungan tersebut adalah Tim Ekspedisi Ubaya. Menurutnya, pihaknya justru yang memberitahu dan ikut mengantarkan Tim Ekspedisi Ubaya untuk menelusuri jalur pendakian kuno tersebut.

Seperti yang dilansir dari Beritajatim.com, Ketua Tim Ekspedisi Ubaya, Kusworo Rahadyan mengakui jika selama ini timnya sangat dibantu juru pelihara situs, warga dan relawan dalam menelusuri dan mendata situs-situs yang selama ini belum terdata termasuk jalur kuno. “Jalur kuno itu sebenarnya sudah tergambar dalam peta survei terbitan Belanda tahun 1951 oleh Van Romondt. Kami hanya mendokumentasikan ulang dengan kamera drone,” ujarnya.

Kusworo mengakui ada pihak yang pro dan kontra atas publikasi jalur kuno itu karena khawatir penjarahan situs semakin marak. Namun menurutnya terlepas apakah sudah dipublikasikan atau tidak, pemerintah wajib meningkatkan perlindungan situs-situs di Gunung Penanggungan yang selama ini masih lemah karena sulitnya medan menuju puncak gunung yang disucikan umat Hindu tersebut.

“Sudah saatnya masyarakat tahu potensi sumber daya arkeologi yang ada di Gunung Penanggungan agar ada langkah konkrit penyelamatan. SK Gubernur tersebut, tidak akan berarti tanpa peran serta semua pihak yang peduli pada pelestarian cagar budaya,” lanjutnya.

Sementara itu, Kepala Badan Penyelamatan Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur di Trowulan, Andi Muhammad Said mengakui penjarahan situs di Gunung Penanggungan selama ini jadi masalah.

“Juru pelihara situs yang bertugas di Penanggungan jumlahnya sangat terbatas untuk menjangkau luasnya medan yang sulit karena berada di lereng gunung sehingga tidak bisa menangani secara cepat. Bukannya kami membiarkan, kami terus sosialisasi pentingnya cagar budaya,” tegasnya.

Jalur kuno itu berupa jalan dari tumpukan batu dengan lebar 1,5-2 meter dan panjang ribuan meter. Jalur tersebut ada yang melingkar atau memutari badan gunung. Selain itu juga ada jalur zigzag dari bawah hingga menuju puncak. Jalur itu diduga dibuat sejak dulu untuk memudahkan masyarakat yang melakukan ritual pemujaan atau pertapaan. Gunung Penanggungan yang dulunya bernama Pawitra, oleh masyarakat Hindu dianggap gunung suci dan merupakan puncak dari Gunung Mahameru yang dipindah dari India ke Jawa.

 

Baca juga:

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU