Banyuwangi sebagai perwakilan Indonesia berhasil meraih penghargaan terbaik di ajang United Nations World Tourism Organization (UNWTO) Awards ke-12 yang berlangsung di Madrid, Spanyol. Kota berjuluk ‘Sunrise of Java’ ini berhasil meraih penghargaan The Winner of Re-Inventing Goverment in Tourism dalam kategori Innovation in Public Policy Governance (Inovasi Kebijakan Publik dan Tata Kelola Pemerintahan.
Penghargaan tersebut tentu tak sembarangan. Ada alasan kuat yang mendasarinya. Sepuluh tahun lalu kota berjuluk ‘Sunrise of Java’ ini mungkin tak terdengar gaungnya dalam percaturan pariwisata dunia, bahkan di Indonesia pun Banyuwangi tak terlalu punya nama. Namun kini, tempat ini terus ‘menggeliat’ jadi salah satu destinasi unggulan Indonesia, tak kalah dari Bali ataupun Lombok.
Apa yang menyebabkan perubahan drastis ini?
“Semua birokrasi adalah sales dalam memasarkan pariwisata daerah. Banyuwangi adalah sebuah ‘produk’ yang harus dipasarkan potensi wisatanya,” terang Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi, MY Bramuda.
Ada 3 strategi lain yang Banyuwangi lakukan untuk branding Banyuwangi sebagai destinasi wisata unggulan.
Selain menjadikan Banyuwangi sebagai sebuah produk yang harus dipasarkan, Banyuwangi dianggap telah melakukan strategi pemasaran yang tepat. Itu strategi ke-2. Banyuwangi menawarkan sensasi bertualang dengan melakukan wisata alam dan juga experience wisata budaya dan wisata event lewat Banyuwangi Festival.
Bramuda menjelaskan, ada 3 ceruk wisatawan yang dibidik, yaitu kaum perempuan, anak muda, dan pengguna internet aktif. Tiga segmen konsumen ini punya pasar yang sangat besar. Jumlah perempuan di Indonesia ada 120 juta jiwa. Jumlah anak muda (16-30 tahun) hingga 62 juta jiwa. Pengguna internet 82 juta. Ketiga segmen pasar tersebut saling beririsan. Namun, ketiganya tetap memerlukan pendekatan pemasaran yang spesifik.
Seperti diketahui dalam Banyuwangi Festival setiap tahun ada acara yang sesuai segmentasi wisatawan. Ada festival musik jazz, batik, olahraga, dan sebagainya, yang mendekati masing-masing segmen secara spesifik.
Strategi ketiga adalah inovasi berkelanjutan. Pembuatan ikon dan destinasi baru menjadi kuncinya. Pembuatan ikon baru seperti misal pembangunan bandara berkonsep hijau yang tahun ini tuntas, pengembangan Grand Watudodol dan rumah apung di kawasan Bangsring, sinergi dengan BUMN membangun dermaga kapal pesiar di Pantai Boom, dan lainnya. Inovasi juga dilakukan dengan pemasaran menggunakan aplikasi Banyuwangi in Your Hand di smartphone. Banyuwangi in Your Hand” merupakan aplikasi “augmented reality” yang akan memberikan pengalaman digital (digital experience) kepada setiap penggunanya. Pengguna aplikasi ini, dengan mudah bisa mendapatkan berbagai informasi destinasi wisata, maupun industri kreatif di Banyuwangi dalam format digital, hanya dengan melakukan scan atau “search” melalui direktori aplikasi.
Kunci terakhir adalah event pariwisata lewat Banyuwangi Festival. Event ini memang bertujuan untuk yang memperkenalkan potensi lokal kepada publik luar sekaligus menarik kunjungan wisatawan. Banyuwangi Festival pertama digelar sejak 2012. Sebuah ajang festival berbasis wisata alam, budaya, dan olahraga yang berlangsung setahun penuh. Dalam setahun sendiri ada sekitar 35 event wisata.