Setelah Phinemo memuat tulisan tentang Ashari Yudha yang melakukan solo traveling keliling Indonesia, ternyata tulisan tersebut menginspirasi banyak orang. Termasuk seorang pria asal Ambon bernama Ahmad Hasanela atau yang biasa dipanggil dengan sebutan Nyong Ambon.
Bang Hasanela mengambil langkah besar dalam hidupnya, yaitu berhenti sebagai karyawan di salah satu perusahaan dan mencoba tantangan baru sebagai solo traveler dan trip planner di daerah Indonesia timur. Melalui akun instagramnya yang bernama ahmad_hasanela, ia berbagi pengalamannya selama melakukan perjalanan seorang diri di wilayah Indonesia timur.
Awalnya ia merasa tidak yakin dengan keputusannya untuk berhenti sebagai pekerja kantoran. Namun demi mendapatkan pengalaman baru dalam hidupnya, akhirnya Bang Hasanela membulatkan tekad untuk pergi berkeliling dan menjelajah tempat-tempat di kawasan Indonesia timur.
Berikut beberapa kilasan pengalaman menarik Bang Hasanela di Indonesia timur;
Seperti kebanyakan solo traveler, mendapatkan teman baru adalah salah satu hal paling berharga. Begitu juga yang dialami oleh Bang Hasanela. Dari seorang kawan, Bang Hasanela diperkenalkan kepada seseorang bernama Bang Herman di Gorontalo yang dengan ramah menyambutnya layaknya keluarga sendiri di rumah. Bang Hasanelapun menceritakan maksud dan tujuannya solo traveling kepada Bang Herman. Bang Hasanela merasa sangat beruntung bertemu Bang Herman. Selain memiliki hobi yang sama yaitu traveling, ternyata Bang Herman juga membantu memperkenalkan Bang Hasanela kepada komunitas pecinta traveling di Gorontalo. Salah satu yang selalu terngiang di ingatan Bang Hasanela, ia selalu dilarang membayar bensin kendaraan Bang Herman saat diajak berkeliling kota. ‘Sudah, uangmu di simpan saja buat bekal perjalanan nanti. Bensin biar saya yang tanggung. Yang penting kamu bisa puas jalan-jalan di Gorontalo. Kalau lapar jangan sungkan makan di rumah,’ begitu kira-kira ucapan Bang Herman kala itu. Ternyata usut punya usut, Bang Herman memiliki pengalaman serupa yaitu traveling seorang diri. Bang Herman begitu terkesan dengan kebaikan Bang Herman dan teman-teman lain yang baru dikenalnya di perjalanan. Artikel terkait: Pengalaman 3 tahun hidup di Gorontalo
Bukan hanya ingin melihat indahnya Indonesia timur, tetapi juga Bang Hasanela ingin turut berkontribusi dimana tempat ia singgahi. Berawal dari pertemuan yang tidak disengaja, Bang Hasanela bertemu dengan Sokola Kaki Langit di Makassar. Sokola Kaki Langit adalah sebuah sekolah non formal untuk anak-anak di daerah terpencil yang minim sarana pendidikan, tenaga pengajar dan ruang kreasi. Melihat aksi para volunteer Sokola Kaki Langit, Bang Hasanela pun tertarik untuk bisa melihat secara lebih dekat. Ia berbincang banyak dengan orang-orang dibaliknya. ‘Saya masih punya mimpi dan ingin terus berjuang supaya Sokola Kaki Langit bisa menjangkau pelosok-pelosok terpencil di Sulawesi Selatan,’ begitu ucapan Kak Meylan, founder Sokola Kaki Langit yang diingat Bang Hasanela. Kala itu, Bang Hasanela berinisiatif untuk mengadakan kegiatan buka bersama sembari mendonasikan buku bersama komunitas-komunitas besar di Makasar. Dengan memanfaatkan media sosial instagram, Bang Hasanela mampu mengajak komunitas Makasar seperti MTMA_Makasar, Sokola Kaki Langit serta Kepala Sekolah Lintas Budaya Indonesia. Berkat keuletan dan keramahan Bang Hasanela serta niatan untuk beramal, beliau mampu menarik hati para founder dari komunitas tersebut.
Artikel terkait: 7 Hal tentang Makassar yang akan selalu kamu rindukan
Selama menjelajah Indonesia timur Bang Hasanela memutuskan untuk sebisa mungkin menghindari tidur di penginapan/ hotel. Selain untuk menghemat biaya pengeluaran, tujuan utama Bang Hasanela dalam perjalanan kali ini adalah berinteraksi dan berbaur dengan warga lokal. Tidak hanya mengunjungi tempat wisata lalu pulang. ‘Saya belajar banyak ketika tinggal bersama warga lokal. Walaupun mereka bisa dianggap kurang mampu dari segi ekonomi, tapi saya bisa merasakan pancaran kebahagiaan dari wajah mereka. Terkadang keluarga yang saya tinggali hanya makan seadanya, namun mereka tidak pernah mengeluh dan nampak selalu bahagia. Itu yang membuat saya senang dan merasa nyaman tinggal di rumah masyarakat lokal. Bisa dibilang saya cukup berunutng karena tak pernah ditolak saat minta izin menginap di rumah warga lokal. Walaupun kata orang wajah saya cukup sangar dan mereka tak mengenal saya dengan baik, ternyata mereka tidak takut. Bahkan saya kerapkali dianggap menjadi bagian dari keluarga itu sendiri dan mereka meminta untuk tinggal lebih lama di rumah mereka. Sampai sekarang saya masih mengingat nama-nama keluarga yang saya pernah singgahi dan untuk menjaga hubungan baik ini, saya sesekali menelepon mereka sebagai obat kangen pelepas rindu,’ cerita Bang Hasanela.
Inilah yang menjadi salah satu alasan Bang Hasanela untuk solo traveling, terbatasnya biaya yang dimiliki membuat laki-laki kelahiran Ambon ini memutar otak supaya bisa keliling Indonesia timur se-irit mungkin.
‘Hitchhiking menjadi favorit saya untuk mengunjungi suatu tempat. Menaiki mobil bak terbuka maupun truk memiliki sensasi sendiri. Selain bisa bertukar cerita dengan supirnya. Kalau duduk di belakang, saya bisa puas menikmati pemandangan yang disuguhkan sambil menikmati angin sepoi-sepoi. Walaupun terkadang kepanasan, tapi saya tetap menikmatinya,’ cerita Bang Hasanela tentang pengalaman barunya hitchhiking.
‘Kadang kalau saya berada di sebuah pulau dan ingin ikut hopping island namun tidak punya uang. Saya mencoba merayu kapten kapal dengan membantu membawa barang-barang dari dermaga ke kapalnya. Maklum namanya penghematan. Penghematan yang membawa keberuntungan.’
***
Setelah mengalami banyak hal selama berkeliling di kawasan Indonesia timur, Bang Hasanela ingin mengajak kawan-kawan pejalan untuk terus bermimpi mewujudkan keinginannya dan tak pernah menyerah. Ia pun menghimbau teman-teman traveler untuk sesekali berinteraksi dengan warga lokal dan berbagi pengalaman dengan mereka. Supaya warga lokal ikut terbantu dari tumbuhnya sektor pariwisata di Indonesia, tidak hanya menjadi penonton saja.