Film Bayu Skak yang berjudul Yowis Ben akhir-akhir ini jadi bahan pembicaraan netizen. Film yang 90% berbahasa Jawa ini mendapat nyinyiran karena dianggap tak nasionalis. Padahal menurut banyak netizen film ini justru bagus karena mengangkat budaya lokal Indonesia. Di tengah panasnya komentar netizen, Dave Jephcott Londo Kampung justru muncul dengan komentar yang tak kalah fenomenal.
Dalam channel youtubenya, Dave Jephcott Londo Kampung mengunggah sebuah video yang menyatakan dukungan pada film Yowis Ben yang menggunakan bahasa Jawa.
“Di video ini aku mereview film Yowis Ben, karya Bayu Skak yang akan tampil di bioskop tanah air mulai tanggal 22 Februari dan aku juga memberi respon terhadap mereka2 yang meremehkan orang Jawa,” tulis Dave Jephcott Londo Kampung.
Dalam video tersebut Dave Jephcott menceritakan bahwa film tersebut sangat lucu. Ia justru bangga karena film tersebut mengangkat bahasa Jawa, bahasa yang justru sering ia gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut adalah video lengkap Dave Jephcott yang diunggah di channel youtubenya:
Dalam kolom komentar videonya, Dave Jepchott juga menuliskan sebuah kalimat yang disematkan secara permanen.
Dalam kalimat ini Dave Jepchott mengungkapkan kecintaannya pada perbedaan yang ada di Indonesia. Dave mengajak netizen menulis kalimat yang sama dengan bahasa daerah mereka masing-masing. Beberapa netizen pun membalas komentar Dave Jepchott Londo Kampung ini dengan penuh kebanggaan.
Sedikit bocoran, Dave Jepchott Londo Kampung sendiri merupakan pria asal Australia yang sangat mahir berbahasa Jawa khas Jawa Timur. Dalam konten video-videonya, dia justru lebih sering memakai Bahasa Jawa ketimbang Bahasa Inggris. Dalam videonya, Dave Jepchott Londo Kampung mengaku bahwa dirinya kerap menggunakan Bahasa Jawa di luar negeri.
Sebagai bangsa Indonesia asli yang menjunjung tinggi kebhinekaan, kita harusnya malu. Bagaimana mungkin justru warga mancanegara yang notabene orang asing justru lebih mencintai, menghargai dan menjunjung tinggi budaya lokal Indonesia khususnya bahasa Jawa.
Semoga generasi kita bukan generasi yang hanya pintar berkoar emosi saat budaya kita diakui negara lain. Tapi saat anak bangsa lainnya berusaha melestarikannya justru di-bully dan dinyinyir. Mari merenung sejenak, seberapa pedulikah kita pada budaya lokal kita sendiri?