Kota Banjarnegara cukup asing didengar. Saat aku menyebutkan asal daerahku, tak jarang banyak yang bertanya: ‘Itu daerah mana?’
Atau mereka akan segera menanggapi jawabanku dengan pertanyaan lagi: ‘Oh, yang terkena tanah longsor itu ya?’
Jangan heran ketika melakukan pencarian google pada laman images dengan mengetikkan nama Banjarnegara, foto-foto seputar tanah longsor lebih dominan daripada foto-foto seputar keindahan kota Banjarnegara. Sungguh ironi.
Kota kecilku ini belum banyak dikenal olah masyarakat. Banjarnegara bukan kota longsor. Banyak hal yang akan kamu temukan di sini selain timbunan longsor.
Aku akan mengajak kamu untuk melihat keindahan kota kecilku ini:
Tak perlu terbang jauh-jauh dan menghabiskan banyak rupiah untuk bisa melihat langsung Patung Liberty atau Patung Merlion. Cukup dengan membayar Rp 25.000,- kita bisa memegang langsung patung-patung ini.
Hari itu weekend. Aku datang bersama adikku. Piknik kecil-kecilan untuk merayakan hari ulang tahunnya. Iya hanya berdua. Setelah menaruh ransel di tempat penitipan, kami berdua bermain air.
Ada wahana yang perlu dicoba di sana. Mulai dari waterboom yang cukup menantang adrenalin dan permainan outbound di atas air, serta kolam tsunami menjadi wahana favorit di sini.
Jika tidak pandai berenang, jangan menempatkan diri di tengah. Jaga anak kecil karena wahana ini cukup berbahaya. Setelah lelah bermain air, barulah kami menyantap makanan yang dibawa dari rumah.
‘Selamat ulang tahun, brother,’ ucapku.
Dia hanya tersenyum kecil.
Sebelum pulang, kami menyempatkan untuk mengambil gambar dengan latar kedua patung tersebut. Kedua patung ini menjadi daya tarik tersendiri bagi warga yang datang.
Selamat datang di USA dan Singapura-nya Banjarnegara.
Tempat ini cocok dikunjungi ketika pagi atau menjelang senja untuk menikmati sunset. Keringatku menetes deras setelah joging pagi dari rumah untuk menuju tempat ini.
Istirahat sejenak menatap ke hamparan danau yang luas, cukup obati lelah. Kabut masih belum menghilang sepenuhnya. Daratan yang dikelilingi pohon di seberang mata terlihat seperti lukisan. Namun bedanya pemandangan pagi ini tidak berbingkai. Lengkap dengan tambahan perahu. Ini sempurna. Seperti lukisan yang ada di rumahku.
Perahu-perahu nelayan itu mengingatkanku akan saudaraku yang juga berprofesi sebagai nelayan. Di tempat ini juga, saudaraku menjaring ikan ketika pagi. Suatu hari ketika ia pergi menjala ikan, ia tak pernah kembali lagi.
Udara terasa sangat sejuk dan bebas polusi. Kamu bisa menghirup nafas dalam-dalam di tempat ini sambil menenangkan pikiran. Sepanjang jalan rimbun oleh pepohonan. Jalanan panjang di dekat dermaga ini juga sangat menarik untuk dijadikan tempat hunting foto. Terlebih untuk event foto pre-wedding.
Mencicipi arung jeram grade 2-3 lumayan untuk pemanasan. Kali ini grade 3-4 menjadi incaranku. Aku bersama teman-teman pemula memilih untuk menempuh jarak terpendek yaitu 10 km.
Kamu bisa memilih 5 lokasi start yang disediakan. Jarak terjauh mencapai 26 km dengan jarak tempuh hingga 5 jam. Sungai serayu ini biasa dikunjungi atlet-atlet dari luar kota dan pernah menjadi lokasi pertandingan arung jeram kancah internasional.
Sampai garis finish, kelapa muda telah menunggu untuk di minum. Makanan-makanan yang disediakan terasa 2 kali lipat lebih enak dari biasanya.
Kurasa dari banyak wisata di Banjarnegara kawasan dataran Tinggi Dienglah yang paling populer. Letak Dataran Tinggi Dieng berada di perbatasan Wonosobo dan Banjarnegara. Tujuan utama destinasiku adalah Puncak Sikunir. Puncak yang memiliki golden sunrise terindah di Indonesia.
Berbekal ransel dan peralatan kemping, aku dan rombongan menuju lokasi. Sesampainya di Dieng, aku menyempatkan untuk mengunjungi beberapa wisata.
Kecantikan Telaga Warna menjadi pemandangan pembuka. Selanjutnya, aku terobsesi pada tujuan utamaku, Sikunir.
Medan pendakian tidak sesulit gunung lain. Ini dikarenakan Sikunir adalah gunung wisata. Namun tetap saja cukup membuat kita kehausan.
Tidak sia-sia. Semuanya sempurna di puncak sini. Cuaca sangat baik kali ini. Aku mendapatkan keberuntungan yang mungkin tidak akan di dapat orang lain saat pendakian pertamanya di Sikunir.
Kerajinan ini memang membutuhkan imajinasi dan kesabaran. Seperti inilah kita harus menjalani kehidupan. Kita harus memiliki keinginan dalam hidup. Dan dari keinginan tersebut kita adalah tujuan kemana langkah kita. Tentunya membutuhkan kesabaran untuk menciptakan apa yang kita inginkan.
Tanganku terus memijit tanah liat yang sedang kukerjakan. Sementara sesekali memutar putaran agar hand wheel tetap berputar yang akan membantu pembuatan keramik. Membuat keramik tidak mudah menurutku.
Aku perlu membayangkan suatu benda secara detail agar aku bisa mengilustrasikannya lewat keramik. Guci kecil lumayan untuk seorang pemula sepertiku.
Bagi pekerja lainnya mungkin sudah terlalu mudah. Tapi aku masih sangat kesulitan. Dengan sabar, tanah liat yang kupijak itu mulai berbentuk. Walaupun tidak sempurna, aku cukup puas melihat karya pertamaku.
Kalau kau datang jauh dari kota Banjarnegara, kamu jangan sampai melewatkan salak pondoh Madukara untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh. Membeli salak pondoh di pasar yang sudah siap bungkus itu sudah biasa. Aku mendapatkannya langsung di perkebunan salak.
Perbedaannya terletak pada kepuasan diri. Aku harus berhati-hati ketika memetiknya. Salah-salah tanganku bisa tertusuk duri.
Perkebunan salak di sini sangat terawat, sehingga tidak terlalu menakutkan jika kita masuk ke dalam kebun. Bersih seperti halaman rumah. Aku bisa memetik sepuasku untuk kemudian ditimbang. Harga perkilo bisa mencapai Rp 9.000,- ketika harga sedang naik dan bisa juga turun drastis hingga mencapai Rp 1.500,- per kilo.
Aku bersama ayah membawa pulang satu karung salak pondoh yang akan di bawa ke Jakarta untuk oleh-oleh saudara.
Alun-alun Banjarnegara menjadi ikon yang perlu dikunjungi di daftar perjalananku. Entah sekedar menampakkan wajah ala ABG, berburu kuliner, atau bermain bersama keluarga.
Bersama teman-teman, aku mengunjungi Alun-Alun. Tempatnya anak muda berkumpul. Panas terik seperti ini, Es Dawet Ayu menjadi pelepas dahagaku. Butiran tepung beras yang kenyal cukup juga mengganjal perut. Rasa manis Es Dawet Ayu berasal dari gula jawa yang kental, sungguh lezat.
Jangan pernah lewatkan untuk mencicipi Es Dawet Ayu jika berkunjung ke Banjarnegara kecuali kamu akan menyesal. Kecil dan tersembunyi bukan berarti tidak bernilai.