Kementerian Pariwisata menganggarkan Rp 100 miliar demi memulihkan pariwisata Bali yang sempat terpuruk karena erupsi Gunung Agung.
Menurut Menteri Pariwisata Arief Yahya, anggaran tersebut akan langsung digunakan sejak persiapan libur akhir tahun ini. Pengelolaan anggaran tersebut nantinya berada di bawah Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kemenpar, I Gde Pitana.
“Rp 100 miliar itu sudah ada anggarannya di Pak Pitana. Sudah enak, bisa jalan tiga bulan pertama. Semoga Bali sudah bisa recovery. Pak Pitana sudah saya kasih amanat untuk keluarkan uang,” ujar Arief.
Dirinya menambahkan anggaran Rp 100 miliar tersebut akan digunakan untuk biaya promosi Bali ke seluruh dunia. Nantinya program yang menggunakan anggaran tersebut adalah hot deals.
“Hot deals itu kalau datang ke Bali diskon 50 persen,” jelas Arief.
Industri pariwisata Bali memang sempatterpukul akibat erupsi Gunung Agung. Banyaknya pembatalan penerbangan ke Bali sempat terjadi sehingga turut mengakibatkan menurunnya tingkat okupansi hotel.
Menurut Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Haryadi Sukamdani,peristiwa erupsi Gunung Agung ini berdampak lebih besar dibandingkan tragedi bom bali.
“Cukup memprihatinkan di Bali sampai saat ini, begitu bandara ditutup dampaknya lebih berat dibandingkan dengan bom bali,” terang Haryadi.
Sementara itu, Arief sempat menghitung kerugian yang dialami oleh industri pariwisata Bali. Ia menyebut sektor pariwisata Bali kehilangan devisa mencapai Rp 250 miliar per hari akibat penutupan Bandara Ngurah Rai. Jumlah tersebut berdasarkan perhitungan wisatawan mancanegara yang masuk per hari melalui Bandara I Gusti Ngurah Rai, dikalikan jumlah rata-rata pengeluaran wisatawan mancanegara dan kurs nilai tukar dollar AS ke rupiah.
Arief Yahya memroyeksikan target kunjungan wisatawan mancanegara ( wisman) ke Indonesia pada 2017 tidak tercapai. Adapun target Kementerian Pariwisata tahun 2017 adalah mendatangkan 15 juta wisman ke Indonesia.
“Proyeksi kunjungan wisman di akhir tahun tidak tercapai. Di tiga bulan terakhir kita masih mencapai target. Oktober sendiri (kunjungan wisman sebanyak) 11,6 juta. Jika rata-rata pertumbuhan tetap maka akan bisa sampai 15 juta, yang 40 persennya itu dari Bali. Tapi siapa yang bisa melawan kehendak Allah,” tutur Arief.
Arief menambahkan, penurunan jumlah kunjungan wisatawan terjadi sejak pertengahan bulan September 2017. Penurunan terjadi mulai 22 September sejak diberlakukannya status awas untuk Gunung Agung, ditambah adanya travel warning yang dikeluarkan Tiongkok.
Dari data Kementerian Pariwisata, selisih dan realisasi target kunjungan wisman berjumlah satu juta orang. Arief memproyeksikan tahun 2017 hanya 14 juta wisman yang datang.
“Diproyeksikan hingga akhir Desember 2017, jumlah kunjungan wisman mencapai 14 juta wisman,” ujar Arief.
Meski target tidak tercapai, Arief optimis target 17 juta kunjungan wisman pada tahun 2018 akan cepat tercapai.
“Posisi pariwisata Indonesia pada Januari-Oktober 2017 tumbuh 24% telah menempatkan diri dalam 20 besar sebagai negara-negara dengan pertumbuhan tertinggi, mengungguli Malaysia, Singapura, dan Thailand,” pungkasnya.