Bagi saya, sepanjang pedestrian Malioboro menawarkan banyak cerita yang selalu membuat saya merindukan Jogja. Alunan musik angklung di pinggir jalan Malioboro menjadi tontonan menarik ketika malam hari. Banyak andong berderet-deret di sepanjang jalan. Kebanyakan andong tersebut digunakan untuk berwisata., bukan untuk alat transportasi warga Jogja. Ketika lewat dari pukul 9 malam, kamu akan dimanjakan beragam kuliner khas Jogja di sini.
Di sinilah saya bisa membawa pulang banyak batik dengan harga terjangkau. Jangan lupa untuk menawar. Karena biasanya pedagang memberikan harga 2 kali lipat dari harga aslinya. Beruntung sebelum ke sini, saya mendapat beberapa tips dari teman saya yang berdomisili di sini.
Event tahunan yang di gelar di pelataran alun-alun utara ini selalu menjadi tempat favorit untuk masyarakat Jogja dan juga warga pendatang. Di sinilah saya dapat menemukan Transtudio ala Jogja beratapkan langit.
Ada satu permainan yang paling digandrungi anak muda di sini, yaitu kora-kora. Mengantri permainan ini serasa mengantri sembako bulanan.
Ada satu hal yang membuat saya terheran-heran sebenarnya, yaitu pakaian bekas yang dijual bebas di sini. Orang-orang menyebutnya dengan pakaian ‘ngawul’. Ada yang bilang, bukan anak gaul namanya jika tidak berburu baju bermerk di lokasi ini.
Menikmati secangkir kopi dengan tambahan arang di atas kopi tentu saja hal yang tidak biasa. Bercengkrama hingga sampai malam, mendengarkan musisi jalanan yang bisa di bayar dengan tarif per lagu, gorengan murah yang ditemui dengan harga Rp 500,-, dan semua makanan yang sangat terjangkau harganya, semua keramahan itu ada di sini. Tempat yang cocok untuk kongkow seru bersama teman-temen saya. Sambil membicarakan hal-hal serius, lelucon, hingga terlontar sebuah nasihat penyemangat.
Suasana makan beraroma kejawen bisa kamu nikmati di sini. Selain itu, sedikit saya dikejutkan oleh penampilan waiters-waiters maco yang baik hati. Tapi hati-hati, mungkin mereka adalah bagian dari guy. Cukup lama untuk mendapati makanan sampai
di meja saya, karena tempat ini selalu ramai.
Di sepanjang Jalan KH. Ahmad Dalan, saya bisa menemukan deretan warung makan oseng-oseng mercon pada malam hari. Namun dari sekian banyak warung, oseng-oseng Bu Narti lah yang sering saya kunjungi.
Paduan nasi putih hangat dengan lauk oseng-oseng kikil super pedas meledak di mulut, membuat saya pantang berhenti sebelum habis.
Dari kompleks keraton Yogyakarta, saya bisa berjalan kaki 10 menit untuk bisa menikmati kampung gudeg. Pun saya bisa melahap rasa manisnya gudeng dengan lauk pauk khasnya.
Saya penyuka dunia traveling dan menulis. Tentunya saya tidak lepas dari sebuah buku.
Beberapa kali saya mendapat rekomendasi buku jadul yang sudah tidak terbit lagi di toko-toko buku modern. Di shopping center ini saya menemukan penerangan. Akhirnya kudapat buku langka tu dengan harga yang miring.
Tak masalah ketika saya berkali-kali keluar masuk toko pengrajin perak di Kota Gede, karena di deretan pengrajin perak ini, setiap toko memasang tarif. Lama berkeliling saya bisa mendapatkan penyangga liontin batu dengan harga yang jauh berbeda dari tempat lain.
Cokelat khas Jogja ini mengandung cita rasa lokal dengan kualitas standar Eropa. Walaupun namanya sudah besar, mereka tidak segan untuk berbagi ilmu. Bahkan saya diperbolehkan masuk untuk melihat proses pembuatannya, rasa Red Chili, Orange Peel, Ginger, dan Mango menjadi pilihan untuk saya bawa pulang menjadi oleh-oleh.
Megahnya candi Ratu Boko dengan pemandangan langit senja, disusul burung bangau yang terbang membentuk segita, menjadi pemandangan yang sangat langka bagi saya.
Tidak semua orang bisa mendapatkan momen langka seperti ini. Sunset di candi ratu boko menjadi alternatif lain untuk menunggu senja sambil mencari spot bagus untuk mengambil gambar.
Untuk alasan apalagi saya mengunjungi Alun-Alun Kidul kalau tidak untuk mencoba sebuah permaianan yang berhubungan dengan kepercayaan orang Jogja. Berkali-kali mencoba tetap saja saya gagal untuk melewati beringin tersebut. Tak apa, mungkin mitos tersebut hanya berlaku bagi orang yang percaya.
Mungkin aku sedang tidak beruntung bermain dengan permainan tersebut. Saya menepi dan memilih untuk menghangatkan tubuh dengan semangkuk wedang ronda di tengah alun-alun. Ah, Jogja terlalu istimewa.
Saya tidak perlu jauh-jauh berkunjung hingga luar pulau untuk menikmati beragam pantai. Karena daerah Gunung Kidul Wonosari menawarkan puluhan pantai indah yang siap memanjakan mata.
Hanya membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam dari kota, saya bisa puas bermain ombak. Ada beberapa pantai yang lokasinya berdekatan, sehingga sekali jalan saya bisa mengunjungi hingga 3 pantai sekaligus.
Dugaan saya salah ketika pertama berkunjung ke Jogja mengenai warga lokalnya. Saat memutari kompleks perumahan sekedar untuk mengenal lokasi tempat tinggal, beberapa kali saya mendapati orang-orang mulai dari ibu-ibu juga bapak-bapak tersenyum ramah bahkan bertanya sekedar menyapa. Saya dibuat malu yang sebelumnya bersikap acuh pada mereka
Inilah gudangnya orang-orang super kreatif. Dan tempat yang cocok untuk mereka yang berjiwa seniman. Salah satu bentuk konkritnya, ketika penyelenggaraan Jogja Art tahun lalu. Banyak karya seni datang dari anak muda. Satu karya yang membuat saya ingin memilikinya, boneka-boneka dari karung berjejer rapi yang dibuat untuk simbol pemerintahan Indonesia sekarang.
Saya tak perlu menahan lapar sampai pagi di sini. Warung burjo siap melayani 24 jam dengan menu harga mahasiswa.
Saya tak pernah menduga ada tempat seromantis ini di Jogja. Tempat makan yang berada di pinggir kolam buatan dengan sinar lampu kuning dan lilin-lilin kecil di meja. Tak kalah romantis meja-meja kecil untuk sepasang kekasih tertata rapi di jembatan cinta.
Mendatangi cafe Viavia tidak hanya sekedar nongkrong dan makan. Inilah cafe tempat berkumpulnya traveler sedunia. Pemandangan menjadi berubah manakala orang-orang di sekeliling saya hampir semuanya bule. Saya merasa ada di luar negeri dengan nuansa Indonesia. Penasaran, saya mencari info terkait seputar cafe ini. Cafe ini terdapat juga di beberapa benua. Sayangnya saya tidak terlalu pandai berbahasa Inggris ketika seorang wanita mengajak saya berbicara.