Selama sembilan bulan pandemi Covid-19 membelenggu Indonesia, tidak ada satu pun masyarakat Suku Baduy di pedalaman Lebak, Banten yang dinyatakan positif terinfeksi virus corona (Covid-19). Kabar bahwa Suku Baduy nol kasus Covid-19 ini dikonfirmasi langsung oleh tenaga kesehatan dari Pemerintah Kabupaten Lebak yang secara rutin datang berkunjung.
Rahasia keberhasilan Suku Baduy nol kasus Covid-19 yaitu kedisiplinan mereka untuk tidak keluar daerah selama masa pandemi. Masyarakat di Suku Baduy juga sangat mematuhi protokol kesehatan dengan memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Aktivitas Suku Baduy lebih banyak di rumah dan ladang-ladang untuk mengembangkan pertanian.
Petugas kesehatan melalui tetua adat Suku Baduy menghimbau seluruh masyarakat untuk tidak keluar dari perkampungan, terutama ke Jakarta, Tangerang, dan Bogor yang menjadi pusat penyebaran Covid-19. Petugas kesehatan terus berupaya memberikan edukasi tentang bahaya Covid-19 agar warga mengetahui cara penyebaran virus mematikan tersebut.
Desa adat Suku Baduy berada di bawah wewenang Puskesmas Cisemut di Kecamatan Leuwidamar. Pihak puskesmas pun telah membagikan ribuan masker dan rajin melakukan penyemprotan disinfektan. Tidak hanya itu, wastafel untuk mencuci tangan juga didirikan di sepanjang pintu gerbang menuju pintu masuk ke pemukiman Suku Baduy di pedalaman Lebak.
Pemukiman Suku Baduy berada di lereng pegunungan Kendeng di Desa Kenekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Berjarak sekitar 40 Km dari Rangkasbitung, pusat kota Lebak. Masyarakat Baduy menyebut dirinya sebagai Urang Kenekes. Julukan Suku Baduy berasal dari seorang peneliti Belanda karena ada kesamaan dengan kelompok Arab Badawi.
Secara etnis, Suku Baduy masih keturunan Sunda sehingga mereka fasih berbicara bahasa Sunda dan Indonesia. Terdapat tiga lapisan Suku Baduy, yaitu Baduy Dangka, Baduy Luar, dan baduy Dalam. Baduy Dangka hidup di luar tanah adat dan tak terikat kepercayaan animisme Sunda Wiwitan. Mereka telah paham teknologi dan mengenyam pendidikan yang baik.
Baduy Luar tinggal di dalam atanah adat, masih menjunjung kepercayaan Sunda Wiwitan, dan hidup dengan cara tradisional. Mereka telah terbuka pada pendidikan dan teknologi. Ciri khasnya terletak pada pakaian serba hitam dan ikat kepala biru. Sedangkan Baduy Dalam tinggal di pedalaman tanah adat, terisolir dari dunia luar. Ciri pakaiannya serba putih alas kaki.
Sistem pemerintahan di Suku Baduy memadukan sistem nasional sesuai aturan negara Indonesia dan sistem adat. Secara nasional, Suku Baduy di lereng Pegunungan Kenekes dipimpin oleh kepala desa yang disebut Jaro Pamarentah, di bawah camat. Sedangkan secara adat tunduk pada Pu’un. Jabatan Pu’un berlangsung turun-temurun dalam satu keluarga besar.
Masyarakat Suku Baduy sangat patuh pada pemimpinnya. Seperti ketika masa awal pandemi, seluruh masyarakat adat yang merantau diperintah kembali ke tanah adat, mereka langsung kembali. Saat diperintah untuk mematuhi protokol kesehatan, semua melaksanakannya dengan disiplin. Karena hal-hal itulah, Suku Baduy bisa terbebas dari belenggu Covid-19.