Apa yang bisa kita dapatkan di Surabaya? Orang bilang, matahari bersinar lebih terik di Surabaya. Orang bilang Surabaya macetnya menyaingi Jakarta. Orang bilang Surabaya hanya menyenangkan untuk belanja, tak ada tempat wisata disana.
Memang Surabaya tak sesejuk Bandung ataupun tak seunik Jogja, tapi beberapa hari tinggal di Surabaya, saya dengan senang hati menyebut Surabaya sebagai rumah. Sangat banyak hal menarik yang sebenarnya dapat dilakukan disini.
Salah satu wahana andalannya adalah sirens river. Hal pertama melihat tempat ini, yang terlintas dalam pikiranku adalah sungai artificial reef 425 malam dalam salah satu episode serial Sinbad. Bangunan-bangunan didesain dengan kubah-kubah diatasnya. Suasana sangat semarak dengan nuansa penuh warna.
Konon katanya, ini patung tertinggi yang pernah tercatat di Indonesia.
Sejujurnya saya tak tertarik seberapa tinggi patung itu, saya jauh lebih tertarik pada suasana sekelilingnya.
Bunga-bunga teratai di kolam , serta keindahan pendar 12 lampu perunggu dan tembaga saat malam membuatku betah tak ingin beranjak. Suasana sangat tenang, bahkan bunyi gesekan dedaunan pun dapat Anda dengar. Nuansa romantis ini cocok untuk dikunjungi bersama orang terdekat.
Pantai-pantai indah di Malang ini belum terlalu terjamah tangan wisatawan, cocok untukmu menenangkan diri dari hingar bingar kota, baca tulisannya di sini
Berada di tempat ini diri kita seolah kembali tersedot pada masa perjuangan rakyat Surabaya melawan sekutu. Saat itu mendung menggelayut, namun jembatan tetap tak kehilangan pesonanya. Bangunannya kokoh, sangat gagah. Suasananya begitu romantis dengan latar-latar gedung tua bergaya eropa abad pertengahan.
Jembatan merah sungguh gagah berpagar gedung indah. Sepanjang hari yang melintasi silih berganti. Mengenang susah hati patah teringat zaman berpisah. Kekasih pergi sehingga kini belum kembali. Biar jembatan merah, seandainya patah. Aku pun bersumpah. Akan kunanti dia di sini bertemu lagi
Begitu lirik lagu tentang jembatan merah dari musisi legendaris Indonesia, Gesang. Menceritakan keikhlasan hati seorang wanita melepas kekasihnya berjuang melepas penjajah dan berjanji akan bertemu kembali di Jembatan merah.
Surabaya Kota Pahlawan. Tak ada yang meragukan.
Sekilas lihat, tugu ini berbentuk seperti paku terbalik. Ukiran trisula dengan 3 simbol di bagian bawah monumen melambangkan api perjuangan rakyat Surabaya yang tak pernah padam.
Bangunan ini bergaya kolonial dengan 4 pilar besar bertengger di depan gedung utama. Begitu masuk aroma khas tembakau langsung menyeruak. Hal paling menyenangkan adalah,senyum ramah khas Indonesia para wanita petugas museum.
Suasana begitu tenang. Gemericik air mancur dan kolam ikan di bagian dalam menentramkan hati. Aroma tembakau semakin pekat saat berada didekat replika tungku yang biasa dipakai untuk mengeringkan tembakau.
Favoritku, deretan koleksi korek api kuno yang dipajang disini. Korek api tersebut memang nampak kusam, namun justru makin menguatkan nuansa antiknya.
Saksikan rokok kretek di produksi di lantai 2. Ada 400 wanita duduk berjejer sangat cekatan memproduksi rokok bagai sebuah mesin yang telah terprogam. Luar biasanya, masing-masing wanita tersebut dapat memproduksi 300 batang rokok per jam.
Begitu masuk bagian dalam kapal selam, suasana cukup pengap, meski terdapat AC di beberapa sudut kapal. Mungkin ini yang dirasakan para awak kapal selam. Jangan bayangkan fasilitas-fasilitas canggih nan modern disini. Kapal selam ini adalah KRI Pasoepati 410, buatan Uni Soviet tahun 1952. Jadul memang, namun KRI ini begitu berjasa dalam operasi pembebasa Irian Barat dulu.
Ada beberapa coretan di dinding kapal. Ulah para vandalis yang ingin tercatat dalam sejarah.
Hal paling menarik disini tentu, mencoba periskop asli! Periskop yang sebelumnya hanya dapat kulihat bentuknya di buku IPA saat sekolah dasar. Pandangan luar yang kudapat tak cukup jelas, mungkin karena periskop sudah tua dan benyak kotoran menumpuk. Bunyi derak besi periskop saat kuputar menandakan usia periskop ini yang begitu renta. Pengalaman menakjubkan yang hanya bisa didapat si Surabaya karena ternyata museum seperti ini hanya ada 2 di dunia.
Pasar turi ini beberapa kali dilalap si jago merah, namun selalu mampu berdiri kembali dan tak pernah sepi.
Pasar turi sangat ramai pada akhir minggu. Semua lapisan masyarakat Surabaya berjubel disini. Tak heran, barang yang dijual sangat lengkap dengan harga yang begitu murah.
Lantainya tak becek, terbuat dari paving. Seorang ibu berbaju merah berteriak dengan semangat menjajakan baju-baju dagangannya. Adapula seorang pria paruh baya duduk santai didepan lapak dagangannya sibuk mengipas-ngipaskan peci hitamnya karena suhu yang begitu panas. Panas Surabaya memang bukan hanya mitos. Kuli-kuli angkut berlalu lalang membawa barang-barang pesanan pembeli. Sesekali senda gurau terlontar saat berpapasan dengan kuli angkut lain. Guyonan khas Surabaya.
Karya menakjubkan dari seorang pemimpin militer. Kubilai Khan, panglima perang yang juga memiliki sense of art tinggi.
Klenteng dibagi menjadi 2 bangunan utama. Diantara kedua bangunan terdapat sebuah gang kecil diantara 2 bangunan, gang tersebut bernama gang dukuh 2. Di bagian depan gang, berdiri kokoh gapura bergaya khas Tiongkok dengan lukisan-lukisan naga berwarna hijau giok melilit kedua tiang. Warna merah mendominasi tempat ini. Bau hio menyambut saat masuk kebagian dalam klenteng.
Sore itu, dengan diiringi tetabuhan tambur dan gembreng yang unik, wayang potehi digelar di panggung boneka berukuran 4 x 4 meter. Tangan sang dalang begitu cekatan memainkan boneka-boneka kain. Nikmati sebuah seni yang telah berumur 3000 tahun dari dataran Tiongkok.
Gelar tikar, duduk santai dan nikmati karya luar biasa Sang Pencipta.
Orang bilang warna senja adalah warna sedih. Saya bilang, warna senja warna ketenangan dan kedamaian. Semburat senja dan angin pantai menjadi kombinasi sempurna.
Dari kejauhan bangunan ini tak nampak seperti masjid. Masjid Chen Hoo memang tak berwujud seperti masjid pada “umum”-nya. Warna merah, hijau dan kuning mendominasi. Tiga budaya melebur disini, Tiongkok, Timur Tengah dan Jawa.
Bedug yang tergantung tinggi di sayap kanan bangunan membuat mengernyitkan kening. “Setinggi apa orang yang menabuh bedug itu?”
Tak terlalu luas, namun juga tak begitu sempit. Sekitar 200 jamaah dapat beribadah disini. Nuansa timur tengah kental terasa di pintu masuk. Sementara batu bata merah telanjang tanpa cat mennggambarkan ke-khasan arsitektur Jawa.
Setelah yakin bangunan ini adalah masjid, saya segera mengambil wudhu untuk melaksanakan sholat dhuhur.
Nuansa klasik eropa abad pertengahan berpadu dengan cita rasa Tiongkok menjadi daya tarik tempat ini.
Tembok-tembok yang terkelupas menampilkan batu bata merah didalamnya begitu eksotis. Cocok sebagai spot untuk bernarsis ria. Tanaman-tanaman rambat yang dibiarkan menjalar tinggi melilit bangunan menambah keunikan.
Sayangnya tak gratis jika ingin berfoto disini. Ada seorang bapak tua dengan topi biru berlogo pabrikan olahraga besar dunia berjaga di ujung gang. Jika ingin sekedar bergaya narsis dengan kamera hpmu, cukup bayar seikhlasnya, bapak tua tak akan protes. Harga berbeda tentu dikeluarkan pasangan yang sedang foto pre wedding dengan sepeda tua dan puluhan balon warna-warni di kejauhan sana.
Bromo, sebuah gunung dengan beribu cerita. Gunung ini punya 2 wajah berbeda saat musim penghujan dan kemarau. Cek di sini
Ditengah teriknya Surabaya ternyata masih ada tempat teduh seperti ini. Beberapa hari tinggal di Surabaya, polusi menjadi santapan sehari-hari.
Rindangnya pepohonan di tempat ini memberi kesegaran pada paru-paru yang telah lama ternoda. Saya yakin pasti paru-paruku sedang berterima kasih disuguhi udara segar disini.
Bilah-bilah bambu yang digunakan sebagai alas track untuk menyusuri hutan mangrove masih kokoh saat kujejak. Konon kalau beruntung kita bisa menemukan kepiting capit besar atau bahkan biawak. Dan hingga ujung track saya tak menemukannya, yang menandakan saya bukan golongan orang yang beruntung.
Arsitektur megah layaknya yunani kuno. Ada 36 tiang yang menyangga sebuah bangunan yang berbentuk seperti jembatan lengkung ini. Keindahan arsitektur bangunannya cocok digunakan untuk latar berfoto. Twin lagoon in terletak di danau angsa perumahan pakuwon city.
Gapura dengan 2 tiang berwarna jeruk matang menyambut di pintu masuk. Tak ada secuilpun sampah di jalanan kampung ini. Luar biasa bersih.
Tanaman-tanaman hias menghiasi jalanan perkampungan. Rimbunan pohon perdu dan bunga anggrek berwarna ungu diujung gang menarik hati. Sekumpulan anak kecil berumur 5-6 tahun menaiki sepeda dengan keranjang mungil melintas sambil saling bersenda gurau.
Tempat yang cocok bagi pendamba udara segar dan suasana tenang di tengah hiruk pikuk Surabaya.
Bersantap di resto ini benar-benar memberi sensasi berbeda. Ada Mercedes Limuosine tahun 1949, ada pula Morris tahun 1951 disini. Mobil Stude Baker tahun 1949 pun dimanfaatkan sebagai tempat kasir. Total ada 9 mobil antik yang digunakan sebagai meja makan. Buka pintu mobil, dan duduklah dengan tenang di jok. Kapan lagi bisa bersantap ria diatas mobil antik.
Warnanya yang hijau dan posisinya yang terletak di tepi laut mengingatkanku pada patung liberty.
“Ganasnya badai siap kuterjang!”
Mungkin itu yang ingin disampaikan. Patung ini menggambarkan kegagahan Angkatan Laut Indonesia. Jalesveva Jayamahe merupakan semboyan yang berarti ” Di Lautpun Kita Tetap Jaya!”
Berdekatan dengan Hitech Mall, cukup kontras dipandang.
Sebagian orang mungkin berprinsip tak akan sudi memakai barang bekas. Orang bebas berpendapat, saya pun. Daripada membeli barang baru tapi KW, lebih baik barang bekas namun asli. Terpenting nyaman dipakai dan nyaman dipandang.
Berkunjung kesini bagai berburu harta karun. Ada sensasi mengasyikan saat berhasil menemukan barang branded dengan tampilan masih seperti barang baru di tengah tumpukan baju kumal disini.
Yang tak boleh terlupakan, kuasai teknik menawar tingkat tinggi di tempat ini. Siap beradu dengan bapak penjual berbaju safari dan bertopi koboi.
Literatur-literatur luar negeri dan buku tua langka dapat Anda temukan di sini.
Meski disebut perpustakaan, tempat ini jauh dari kesan membosankan, suram bahkan horor- entah kenapa banyak cerita horor di perpustakaan- yang sering melekat pada perpustakaan-perpustakaan.
Hangat dan bersahabat, suasana yang kutangkap dari tempat ini. Desainnya begitu homie. Dinding berwarna hijau pupus dan warna jeruk matang memberi nuansa segar. Tempat duduk ala cafe di teras depan, nyaman untuk membaca buku sembari ditemani semilirnya angin sore.
Tempat mana saja yang bisa dikunjungi jika hanya memiliki waktu 24 jam di surabaya? Tulisan ini mungkin akan membantu Anda
Mencurahkan segala yang dipunya demi Surabaya yang lebih baik
Saya tak sempat bertemu dengan mereka. Kisah mereka berdua hanya saya dengar dari beberapa teman.
Kathleen Azali adalah pendiri perpustakaan c20, sementara Erlin Guntoro pendiri Ayo Rek, sebuah komunitas anak muda kreatif Surabaya.Semuanya mereka buat dengan kondisi cekak anggaran. Biaya-biaya operasional biasanya ditutup dengan patungan.
Mereka berdua, yang sebenarnya memiliki modal lebih dari cukup untuk hidup tenang dan nyaman memilih hidup repot dengan berpusing-pusing memikirkan Surabaya.
c20 adalah sebuah komunitas tempat berkumpul anak muda kreatif Surabaya dan berbagai kegiatan kreatif lain.
Sementara ayo rek yang digagas Erlin Guntoro bergerak di bidang produk kreatif seperti pembuatan buku, label musik indie Surabaya, serta semua hal berbau khas Surabaya lain.
Baik c20 ataupun ayo rek memiliki visi yang sama, membuat Surabaya menjadi kota kreatif bertaraf internasional.
Tata lampunya begitu indah. Lampu yang menggantung dibungkus dengan sesuatu -saya tak tahu terbuat dari bahan apa- yang berwarna-warni, begitu indah. Dinding-dindingnya yang berwarna orange menimbulkan kesan elegan. Meja kayunya diselimuti taplak putih bersih.
La Rucola, sebuah resto Italia yang populer di Surabaya. Tak pernah sepi pengunjung.
Bartender-bartender lincah menyiapkan minuman pesanan para pelanggan. La rucola identik dengan wine-nya.
Makanan? Cobalah carnivora pizza bercita rasa itali dan t-bone steak berukuran jumbonya. Menaburkan chili flakes pada carnivora pizza akan menjadi kombinasi sempurna-setidaknya bagiku.
Gedung tua berarsitektur kolonial ini menyimpan keindahan-keindahan tersendiri bagi mereka yang paham mengenai desain arsitektur.
Sepasang jendela kaca terpasang di lantai gedung ini. Cahaya-cahaya matahari didesain agar masuk melalui menara pendek di atas dan kanan kiri gedung. Pasti akan sangat indah berada di dekat jendela gedung saat sore hari menjelang senja.
Sebuah lukisan pada porselen depan gedung begitu menarik hati ini. Ada 3 orang wanita dalam lukisan itu.
Wanita ditengah mengembangkan tangannya, sementara wanita sebelah kanan berpakaian ala eropa menggendong bayi berambut pirang. Wanita sebelah kiri mengenakan sanggul berpakaian khas jawa, menimang bayi berambut hitam.
Algemeene, sebuah keindahan yang kini tengah “ditelantarkan”.
Ada apa saja di Surabaya Utara? Banyak! Jelajahi Surabaya Utara dengan panduan ini!
Taman ini baru saja mendapat penghargaan taman terbaik dunia. Saya dengan cepat mengiyakan penghargaan tersebut. Tata letaknya membuat nyaman. Begitu bersih, dan rindang. Pilihan tepat menghabiskan sore di taman ini.
Duduk santai di salah satu bangku yang tersedia menjadi pilihanku.
Mengamati aktifitas sore warga Surabaya. Dikejauhan nampak sepasang muda mudi bercengkrama santai di jungkat-jungkit. Beberapa anak muda yang sedang menguras keringat di joging track melewatiku. Ada pula komunitas sepeda bmx memamerkan keahlian mereka ber-free style ria menggunakan tunggangan andalannya. Dua anak kecil membawa pedang mainan berwarna merah cerah berlarian didekatku. Semua warga dengan aktifitasnya masing-masing berbaur menjadi satu disini.
Inilah taman “sesungguhnya”.
Pertama kali berkunjung ke tempat ini, Saya terkesima.
Sebuah rumah dengan 2 pintu dan 2 pilar menyangga menunjukan nuansa timur tengah yang lekat menempel. Beberapa pria tinggi besar dan jenggot lebat melewatiku. Mereka masyarakat-masyarakat timur tengah asli.
Sayup terdengar musik-musik khas timur tengah.
Nampaknya saya tersesat di luar negeri, batin saya.
Percayalah, tempat ini akan membawa pikiran Anda melayang ke negeri-negeri timur tengah.
Seorang kakek tua berjenggot lebat menawariku kurma dagangannya. Bahasanya masih bahasa Indonesia, hanya saja ada logat bahasa arab tersisa dalam cara berucapnya.
Berada di tempat ini tentu sayang jika tak berbelanja baju muslim dengan corak khas timur tengah.