7 Tempat di Surabaya Utara yang Harus Masuk Daftar Kunjungmu

Surabaya bukan cuma kawasan bisnis dan industri. Banyak kawasan wisata menarik yang jarang diekspos oleh media.

SHARE :

Ditulis Oleh: Bayu Topan

Foto oleh iyyaka

Kebanyakan orang, entah itu orang Indonesia sendiri atau warga asing, ketika berada di Surabaya mereka hanya kebetulan di sana karena keperluan pekerjaan bukan sebagai wisatawan.

Surabaya memang kota industri, kota metropolitan, dan kota terbesar kedua di Indonesia. Sehingga wajar orang-orang berdatangan ke Surabaya untuk kepentingan bisnis semata. Bila tidak ada kepentingan apapun di kota ini, Surabaya tidak akan pernah terlintas di pikiran setiap orang sebagai tujuan wisata mereka.

Surabaya hanya punya Tugu Pahlawan dan Jembatan Suramadu. Namun bila kita menggunakan kacamata yang berbeda dari kebanyakan orang, Surabaya bisa menjadi tujuan wisata yang mengesankan.

Surabaya Utara dapat memberikan itu, menyuguhkan kekayaan sejarah serta persilangan budaya.

1. Jalan Rajawali

Foto oleh Trip advisor

Jalan Rajawali adalah titik awal perjalanan ini.

Di seberang Hotel Ibis di Jalan Rajawali, berdiri gedung-gedung tua berarsitektur Eropa nan megah. Beberapa bangunan ini sudah dialihfungsikan sebagai gedung perkantoran milik pemerintah maupun swasta, Hotel Ibis salah satunya. Dulunya gedung ini bekas dari sebuah perusahaan perkebunan besar Geo Wehry & Co.

Trotoar yang lebar membuat nyaman berjalan di sepanjang jalan ini. Tak perlu merasa terganggu oleh abang-abang tukang becak yang menawarkan jasanya, sebab di sinilah serunya menikmati perjalanan. Saya menganggapnya sebagai secuil bagian budaya bermasyarakat.

Ada sebuah gedung di ujung jalan yang memiliki kubah mirip cerutu. Memang gedung tersebut dikenal oleh masyarakat sebagi Gedung Cerutu.

Di sebelah barat Taman Jayengrono ada sebuah gedung berwarna putih megah dan memiliki berjendela banyak.Itu adalah Gedung Internatio.

Gedung ini dulu sangat penting dan bersejarah karena digunakan sebagai markas oleh tentara Inggris pada saat itu. Namun jauh sebelum itu gedung ini digunakan sebagai tempat untuk menarik investor asing supaya berinvestasi di Jawa.

Pada era pemerintahan Belanda Jalan Rajawali ini bernama Hereenstaart atau bila diartikan adalah Jalan Tuan-tuan. Jalan ini dulunya memang pusat perusahaan-perusahaan Eropa beraktivitas. Itulah mengapa dinamakan Jalan Tuan-tuan.

Tuan-tuan pembesar Eropa memang menggali uang mereka di sini. Segala bentuk perdagangan berpusat di sini dulunya.

2. Jembatan Merah

photo by panduanwisata.id

Di ujung Jalan Rajawali terdapat sebuah jembatan. Sekilas, tak ada yang istimewa dengan jembatan ini: pagar besi bercat merah. Namun, kami warga Surabaya sangat bangga memiliki jembatan ini. Saksi bisu sebuah pertempuran yang terjadi antara tentara Inggris dengan arek-arek Suroboyo pada 1945.

Ada perbedaan yang mencolok pada sisi timur dan barat jembatan ini. Gedung-gedung bergaya Eropa nan megah pada jamannya tadi berada di sisi barat sungai sementara sisi sebelah timur terdapat bangunan-bangunan oriental khas Asia.

Dulunya pemerintah Belanda memang membagi dua wilayah daerah ini menjadi dua. Sisi Barat dan Timur. Mereka membaginya berdasarkan warna kulit dan ras. Sisi Barat hanya diperuntukkan bagi orang kulit putih saja yang berarti orang-orang Eropa. Sedangkan sisi Timur khusus ditempati oleh Pribumi, Tionghoa, Arab dan Melayu.

Jembatan Merah ini menjadi saksi atas tindak diskriminatif pemerintah Belanda dulunya. Orang-orang sisi Timur tidak bisa seenaknya berkeliaran masuk ke sisi Barat. Harus ada ijin terlebih dahulu. Maka jadilah keadaan perbedaan bangunan seperti sekarang.

Sungai Kalimas yang mengalir di bawah Jembatan Merah ini merupakan jalur penting perdagangan kala itu. Sisanya dapat dilihat melalui tepian sungai yang memiliki anak tangga, tempat di mana perahu-perahu dagang berhenti di sana.

3. Kembang Jepun

Foto oleh Arkasala

Begitu menuruni Jembatan Merah ke sisi timur, saya disambut oleh gapura merah dengan dua naga di atas atapnya, sangat khas Tionghoa. Ini adalah gerbang memasuki kawasan pecinan. Dikenal oleh masyarakat sebagai Kembang Jepun, nama yang telah lama dikenal sejak era Belanda.

Area ini dinamakan Kembang Jepun karena dulunya tempat ini adalah tempat hiburan yang dipenuhi perempuan penghibur dari Jepang atau populer disebut “kembang-kembang” Jepang.

4. Jalan Panggung

Foto oleh Surabaya Kecil

Ada sebuah jalan kecil di sebelah kiri gapura Kembang Jepun, bernama Jalan Panggung.

Sebagian besar yang tinggal di sini adalah orang-orang Tionghoa. Mereka tinggal di rumah-rumah panggung. Bagian atas rumah digunakan sebagai tempat tinggal sementara bagian bawah digunakan untuk toko. Dari model rumah itulah nama jalan di sini diperoleh.

Wilayah sepanjang jalan ini sangat menarik sebagai obyek fotografi. Tak jarang saya menemukan komunitas fotografi melakukan foto on the spot di jalan ini.

Jalan Panggung sebelah utara tidak lagi dihuni oleh orang Tionghoa. Toko-toko yang bercampur dengan pasar traditional dan pasar ikan ini rata-rata dimiliki oleh orang Arab dan Madura. Toko-toko di sini berjualan bibit minyak wangi, kitab-kitab, dan perlengkapan sholat dan haji.

Di dekat Pasar Ikan Pabean terdapat sebuah warung bernama Ali Jujur. Warung ini sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu dan sudah turun-temurun. Warungnya sederhana dan sempit. Di sini saya menikmati Sambosa – jajanan khas arab mirip martabak dengan rasa rempahnya yang kuat.

5. Kampung Arab

Foto oleh Moiwalkabout

Jalan Panggung bermuara di Jl. KH. Mas Mansyur, yang merupakan kawasan Kampung Arab.

Tidak salah bila berkunjung di pagi hari seperti yang saya lakukan. Bagi saya  mungkin biasa, namun turis yang jarang datang ke tempat ini mungkin akan kagum dengna keunikan Kampung Arab. Suasananya kental dengna budaya timur tengah. Favorit saya, tentu saja sajian lezatnya kuliner khas timur tengah.

6. Pasar dan Masjid Ampel

Foto oleh Siary

Pada sisi timur Jalan KH. Mas Mansyur terdapat gang yang kesemuanya memiliki nama berawalan Ampel.

Umumnya, rumah-rumah di kawasan ini memiliki dua pintu pada bagian depan rumah, pintu utama dan pintu samping. Serta pada bagian belakang rumah pintu selalu diberi kerai bambu. Ada yang bilang pintu samping dan kerai bambu tersebut adalah aturan bagi wanita supaya tidak bertatap muka langsung dengan pria yang bukan muhrimnya.

Bila kita melewati gang-gang ini, semuanya akan tertuju pada satu tempat yang sama yaitu Masjid Ampel. Masjid Ampel merupakan salah satu masjid tertua di Surabaya. Di sini terdapat makam tokoh islam Sunan Ampel. Oleh karena itu tempat ini tidak pernah sepi oleh peziarah dari berbagai daerah di Indonesia. Dua puluh empat jam nonstop ramainya.

Saya pernah berkunjung ke sana pukul sebelas malam dan masih dipadati peziarah yang baru datang. Selain wisata religi di sini kalian dapat juga berbelanja bermacam-macam souvenir bernuansa Arab di dalam pasarnya. Kacang arab, kurma arab, air zam-zam pun bisa dibeli di sini.

7. House of Sampoerna

photo by John Ragai

Keluar dari Masjid Ampel, saya mencegat becak untuk mengantarkan saya ke House of Sampoerna.

Sepanjang jmenuju sana banyak hal menarik yang saya temui. Saya melewati Jalan Benteng, yang konon dulu pernah berdiri sebuah benteng milik Belanda di area pesisir ini. Kemudian melewati sebuah jembatan yang dibawahnya mengalir sungai Kalimas.

Di sebelah utara jembatan ini ada sebuah jembatan tua yang bisa dibuka-tutup, namanya Jembatan Petekan. Jembatan yang cukup canggih pada jamannya karena dapat dibuka supaya kapal besar bisa melintas yang kemudian ditutup kembali. Dulunya terdapat pelabuhan di area ini yang sekarang pindah ke Tanjung Perak.

Kemudian becak melintasi pinggiran sungai Kalimas. Sepanjang jalan ini terdapat gudang-gudang tua bekas perusahaan-perusahaan besar dulunya. Saya masih menemukan warga yang bermukim di bantaran kali ini.  Perahu tarik di Kalimas menjadi sarana penghubung yang penting di sini.

House of Sampoerna menutup perjalanan Surabaya Utara kali ini.

Bangunan mewah nan megah dengan arsitektur Eropa menyejukkan tubuh saya yang sudah kepanasan. Aroma cengkehnya sangat kuat begitu memasuki museum kretek ini. Beruntung saya datang tidak di akhir pekan atau hari libur sehingga proses ajaib pembuatan kretek secara manual dengan tangan bisa saya saksikan langsung.

Museum ini mempunyai program City Tour menggunakan bis dengan pemandu yang berpengalaman dan asyiknya pengunjung tidak perlu mengeluarkan uang sepeser pun. Ada tiga kali tur yang ditawarkan dalam sehari, yaitu pada pukul 09.00 WIB, 13.00 WIB, dan 15.00 WIB. Setiap tur memiliki destinasi yang berbeda-beda dengan lama waktu satu hingga satu setengah jam.

Perjalanan saya berkeliling Surabaya pun menjadi komplit pada akhirnya.

activate javascript

activate javascript
SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU