Saya tak bermaksud sombong sehingga tidak mau mengobrol dengan orang baru, hanya saja saya merasa mengobrol dengan seseorang yang baru dikenal cukup merepotkan.
Saya tidak terbiasa menjawab berbagai pertanyaan basa-basi seperti “mau kemana?” “tinggal di mana?” atau bahkan “apa hewan peliharaanmu?”.
Saya merasa bukan suatu kewajiban menjelaskan hal-hal seperti itu pada orang yang bahkan semenit sebelumnya tak kita kenal.
Bagi kalian mungkin biasa saja berbasa-basi dengan orang disebelah kita sekedar untuk mengisi waktu luang saat perjalanan di bus atau kereta, saya lebih memilih diam karena menurutku hening adalah cara terbaik mengisi waktu luang.
Saat bepergian ke Karimunjawa, saya pernah terpisah dari rombongan saat akan menyeberang ke pulau Menjangan Besar. Di jalan saya bertemu dengan beberapa orang dari rombongan berbeda yang nampaknya akan menuju pulau Menjangan Besar juga.
Akhirnya saya memutuskan untuk mengikuti rombongan ini karena malas bertanya. Beruntungnya rombongan ini benar-benar menuju pulau Menjangan Besar. Begitulah, saya hanya bisa berasumsi, tanpa mau bertanya untuk memastikan, bahkan sekedar bertanya arah.
Saat kita bepergian jauh, penginapan murah menjadi salah satu pilihan. Di sana biasanya kita tidak hanya sendiri, ada juga beberapa traveler lain yang sedang beristirahat, apalagi jika hostel dekat tempat wisata yang cukup populer.
Suasana biasanya ramai akan para traveler yang berkumpul sambil minum kopi sambil saling berbagi cerita. Nampak sangat menyenangkan.
Saya sendiri merasa susah untuk bergabung. Berbicara banyak didepan orang banyak, itu siksaan. Saya cenderung lebih memilih tempat sepi sambil mendengarkan musik.
Setelah selesai makan saya cukup sial mendapati kotak makan saya tidak terdapat tisu. Daripada bertanya dan meminta tisu pada teman satu rombongan tur saya lebih memilih mencari toko terdekat untuk membeli tisu dalam jumlah banyak untuk mengantisipasi ketika hal seperti ini kembali terjadi.
Mungkin terdengar berlebihan, namun begitulah pola pikir kami. Hindari berurusan dengan orang lain sebisa mungkin.
Bagi beberapa orang, menjadi ‘pusat perhatian’ mungkin menyenangkan, tetapi tidak bagiku.
Saat malam di Karimunjawa,selesai acara tur dari Menjangan Besar, saya memainkan beberapa nada asal-asalan dengan harmonika.
Memainkan harmonika adalah salah satu cara menikmati keheningan alam, bagi saya.
Salah satu teman rombongan mendengar dan menyeretku untuk memainkannya didepan seluruh anggota rombongan tur saat acara api unggun.
Bukan saya tak ingin menghibur dan bergembira dengan kalian, saya hanya tak nyaman duduk ditengah lingkaran sekumpulan orang yang belum terlalu kukenal.
Setelah semua perjalanan menuju destinasi-destinasi yang direncanakan,beberapa orang menyadari bahwa saya sedikit berbeda.
Pertanyaan dan komentar seperti “mengapa kamu tak ikut berkumpul?” “mengapa kamu selalu lebih banyak diam?” serta berbagai “mengapa” yang lain mulai muncul.
Pertanyaan-pertanyaan seperti inilah yang kutakutkan. Saya takut pandangan orang menjadi negatif karena saya lebih banyak diam.
Apa salahnya menjadi seorang yang diam?
Saya hanya ingin menikmati alam ini. Saya sendiri bukan ingin menjauh, semua aktifitas-aktifitas berkumpul dan mengobrol terlalu melelahkan bagiku.
Tentu saja, saya paham itu konsekuensi menjadi seorang introvert.
Seorang teman berkata, alis dan kening ini akan berkerut saat saya sedang melamun. Sangat terlihat.
Itulah mungkin yang membuat orang-orang sekitar sadar bahwa saya tak ingin diganggu. Saya memang serba ingin sendiri, namun saya terlalu takut untuk melakukan traveling seorang diri.
Merepotkan bukan?
Memang merepotkan menjadi seorang introvert. Saya sendiri menyadari hal itu. Saya sadar tak mungkin saya meminta bus atau kereta yang lengang saat ingin bepergian ke suatu tempat wisata, terkecuali saya seorang Bill Gates.
Kondisi penuh sesak dalam perjalanan membuat diriku gelisah dan tidak nyaman. Saya termasuk seorang yang jarang bepergian menggunakan kereta.
Saat akan bepergian ke Malang saya harus naik kereta terlebih dahulu menuju Surabaya. Sialnya, saat long weekend seperti itu, kereta penuh sesak. Sangat tak menyenangkan. Keringat menetes dari telapak tangan. Kepala terasa berat. Saya merasa ingin memencet tombol rem darurat.
***
Semua hal diatas mungkin terlihat sangat berlebihan bagi orang pada umumnya, namun begitulah yang terkadang kami para introvert, alami saat traveling. Jika Anda bertanya, lalu untuk apa Anda traveling jika semua itu hanya menyiksa diri?
Percayalah, meski dengan segala ‘penderitaan’ diatas, kami tetap memiliki cara tersendiri untuk menikmati traveling