“Banyak sudah kaka, tempat-tempat wisata alam yang sa (saya) kunjungi di Biak ini. Sampe sa tra (tidak) ingat lagi sa simpan foto-fotonya dimana”, kata seorang teman saat saya berkunjung kerumahnya.
Banyak memang para petualang di Biak yang sering menjelajahi hutan untuk menemukan dan mencari tempat-tempat yang menarik untuk dijadikan wisata alam. Rata-rata mereka selalu mengunggahnya ke media sosial sehingga teman-teman media sosialnya tertarik juga untuk mengunjungi tempat-tempat itu.
Ukuran Pulau Biak sangat kecil jika dibandingkan dengan pulau induknya Pulau Papua. Meski kecil, banyak potensi wisata menarik di sini. Ya, Biak bukanlah sekadar laut dan pasir putih.
“Biar foto yang bicara”, begitulah kata tulisan di sebuah baju komunitas fotografer yang di pakai seorang Bapak di Biak.
Foto unggahan seorang teman di media sosial tentang Air terjun Karmon membuat penasaran di hati saya. Dari foto itu saya mencoba menelusuri letaknya dan akhirnya mendapatkannya dari seorang teman.
Bersama beberapa kawan, kami pergi ke Kampung, Karmon, Biak Utara. Perjalanan selama 1,5 jam dengan mobil carteran dari kota Biak kami tempuh ke Kampung Karmon. Tiba di sebuah jembatan, kami berjalan kaki lagi mengikuti jalan setapak di sebelah sungai. Setelah berjalan sepanjang 15 meter yang dituntun oleh anak-anak kampung, akhirnya sebuah air terjun pun tampak persis seperti foto yang saya lihat di media sosial kala itu.
Karakteristik dinding batunya unik. Guratan buntalan-buntalan batu bervariasi seperti menempel di dinding tebingnya. Tidak hanya buntalan-buntalan itu, tempelan seperti jamur yang berjejer membuat dinding itu terpahat sangat jelas oleh gejala alam.
Hasil pahatan itu adalah sebuah seni alam yang tak bisa ditandingi oleh buatan manusia. Bahkan seorang Michaelangello sang pemahat terkenal pun menurut saya tak mampu membuat pahatan seperti pola guratan di tebing ini.
Menurut cerita Pak Brabar warga setempat, di atas air terjun ini masih ada air terjun lagi. Nah kalau mau melihatnya datanglah pada pagi hari agar ada banyak waktu untuk menelusurinya dan jangan lupa mintalah izin Pak Brabar atau warga setempat.
“Telaga hijo”, begitu namanya disebut, mungkin ada nama lain dari telaga ini namun nama telaga hijo yang saya ketahui. Masih dari daerah Biak Utara. Memang daerah Biak Utara menyimpan banyak tempat-tempat yang menarik untuk dikunjungi. Letak telaga ini ada di kampung Nermnu. Dari Kota Biak dapat di tempuh selama 45 menit menggunakan kendaraan bermotor.
Saat itu saya dibawa teman-teman ke telaga hijo. Bentuknya seperti sebuah kawah yang berisikan kolam air berwarna hijau. Melihat bentuknya mirip seperti Danau Kelimutu. Hanya saja telaga ini tidak di dalam sebuah gunung.
Menurut seorang Ibu warga setempat, ada 2 telaga lagi yang persis seperti ini, ukurannya lebih kecil. Letaknya tidak berjauhan katanya. Namun kami tidak bisa melihat langsung, karena terhalang oleh pepohonan yang ada.
Dari tempat kami berdiri memang terlihat ada area kosong yang tidak ditumbuhi pepohonan dan tidak jauh dari telaga pertama. Bentuknya menyerupai lingkaran. Mungkin itu salah satunya pikirku. Ingin rasanya melihatnya langsung, tetapi waktu itu hari sudah sore, jadi kami memutuskan untuk kembali pulang.
Air terjun mungil ini letaknya di Kampung Son, Distrik Biak Timur. Memang ukuran air terjun ini tak sesuai ekspektasi saya setelah mendengar cerita seorang teman di kantor. Walau tak sesuai ekspektasi bukan berarti air terjun ini tak menarik.
Satu hal yang menarik adalah cerita dari Pak Demianus Farwas tentang sungai Binsiwu yang mengalir di atas air terjun ini.
“Bin itu perempuan dan siwu itu hanyut”, tuturnya. Konon katanya ada seorang perempuan yang bersembunyi di hutan karena malu cintanya ditolak oleh seorang laki-laki. Satu saat perempuan itu ingin mandi di hulu sungai, namun karena hujan yang sangat besar hari itu debit air yang datang sangat besar sehingga perempuan itu pun hanyut dan tak pernah ditemukan lagi. Sejak saat itu dinamakanlah sungai itu “Binsiwu” yang artinya perempuan yang hanyut.
Begitulah versi cerita dari Pak Demianus Farwas saat itu.Mungkin ada versi lain dari cerita sungai “Binsiwu” di atas Air Terjun Son tetapi cerita Pak Demianuslah yang saat ini saya dapatkan.
Nama Telaga Waridori begitu populer beberapa saat yang lalu di media sosial. Fotonya menjadi finalis di sebuah kontes foto. Tapi sayang akhirnya terdiskualifikasi karena orang yang melombakan foto tersebut ternyata bukan pemilik sah dari foto telaga itu. Namun menurut saya orang itu sudah berjasa mempopulerkan Telaga Waridori. Sehingga kini banyak orang yang datang melihatnya.
Telaga Waridori yang berada di daerah Kampung Animi, Distrik Oridek ini memiliki air yang sangat jernih. Kejernihan air berkilau bak permata saat terkena cahaya matahari. Selain jernih, telaga ini pun dangkal sehingga cocok untuk tempat anak-anak bermain. Bahkan anak bayi seumur 1,5 tahun pun dapat berlari-lari riang di sana sambil bermain air.
Tak perlu membayar uang banyak untuk membawa si bayi ke Kolam Spa bayi ala kota-kota besar.
Warga sekitar Telaga Waridori sering mengajak bayi. Agak ekstrim memang, namun bayi-bayi warga kampung Animi sepertinya sudah biasa bermain di telaga ini.
Di ujung timur Pulau Biak ada hamparan kayu kering, letaknya di daerah Kampung Mnurwar. Seperti sebuah lukisan, kayu-kayu kering ini terhampar luas hingga kampung Kakur. Bukan di sebuah kanvas biasa lukisan ini dilukis , tetapi alamlah sebagai kanvasnya.
Banyak makna yang tersirat dari lukisan alam ini saat saya pertama kali melihatnya. “Bagaimana semua ini bisa terjadi ?” tanyaku dalam hati. Ternyata ini bukanlah sebuah kutukan, melainkan sebuah peristiwa alam saat gempa dan tsunami tahun 1996 melanda Biak dan Nabire yang mengakibatkan pohon-pohon ini menjadi kering.
Selain tempat-tempat di atas ternyata masih banyak lagi tempat-tempat menarik lainnya di Biak yang layak untuk dikunjungi selain laut dan pasir putih. Sepertinya tak ada habisnya kalau bercerita tentang Biak.
Shabara Wicaksono dalam sebuah artikel di Phinemo mengatakan “Sebuah tempat itu akan tetap hidup jikalau ada yang terus menuliskannya”.
Biarlah tulisan yang berbicara kepada dunia, bahwa Pulau Biak tidak kalah menarik dari destinasi lainnya yang ada di Indonesia