Pengalaman Berharga dari Kampung Inggris Tulungrejo, Kediri

Kampung Inggris Tulungrejo Kediri, memberi banyak pelajaran hidup tka terlupakan.

SHARE :

Ditulis Oleh: Aria Notharia

Foto dari Panoramio

 

Tulungrejo, berlokasi di pinggiran kota Kediri, kota pertama yang mendapat julukan Kampung Inggris.
Sebagian besar orang datang kesini untuk belajar bahasa inggris, namun tak jarang pula orang-orang datang karena mencari tempat pelarian yang bermanfaat.Pelarian dari beragam masalah hidup.

Apapun motivasi mereka, kebanyakan pulang dengan berat hati karena harus meninggalkan ‘keluarga’ disini.

Termasuk aku.

Tak sadar 5 bulan sudah aku disana.  Awal datang ketempat ini aku mengeluh karena panasnya yang mencabik kulit, ditambah lagi ditempat ini aku harus menggunakan sepeda untuk pergi kemanapun.

Awalnya aku mengambil paket 1 bulan dengan isi program 4 pertemuan sehari. Camp ku ini sangat sederhana. Suasana kekeluargaan begitu terasa.

Disini terdapat camp putri dan putra. Pada hari tertentu diadakan semacam pentas dari masing-masing camp. Orang dengan berbagai latar budaya dan bahasa berkumpul menjadi satu.

Mau mencari orang dari suku apapun di Indonesia ada di kota ini. Malah tak jarang ada teman dari luar Indonesia
‘Belajar bahasa inggris disini mudah dan murah dibanding tempat asalku. I love Indonesia’ ucap teman ku yang berkewarganegaraan Arab dengan logat khasnya.

Masih tentang dia, ada satu kejadian lucu saat teman ku itu dihukum untuk bernyanyi. Dia bernyanyi dalam bahasa Arab, dan karena tak paham apa yang dia nyanyika kami semua hanya meng-‘amin’-i tiap akhir kalimatnya.

Selama masa belajar 2 minggu ada yang menetap dan ada juga yang terpaksa meninggalkan kota “memikat” ini. Tiap 2 minggu pula aku mendapat teman baru, sekaligus harus berpisah dengan teman lama.

Biasanya para peserta camp yang baru datang ataupun yang akan mengakhiri masa belajar di Tulungrejo selalu menyempatkan diri untuk berkunjung ke Simpang Lima Gumul – salah satu tempat yang sering dirindukan mereka yang telah meninggalkan Tulungrejo. Disana ada sebuah bangunan di tengah simpang lima itu yang mirip dengan bangunan Arc de Triomphe di Paris .

Tulungrejo menawarkan lebih dari 100 tempat kursus bahasa inggris untuk para pemula hingga yang sudah kawakan. Sistem kursusan disini ada yang formal ada juga yang tidak.

Jika ingin belajar dengan suasana ruang kelas yang tenang, serius, dan disiplin serta teratur aku sarankan untuk mengambil kursusan yang formal. Kursusan formal menurutku lebih mirip sekolah dengan mengharuskan muridnya memakai seragam dan cara pengajarannya.

Untuk yang ingin belajar dengan lebih santai dan waktu yang fleksibel lebih baik mengambil kursusan yg informal. Kualitas sama saja hanya berbeda cara belajarnya. Aku lebih memilih kursusan informal karena aku lebih suka cara belajar santai dan karena waktunya yang fleksibel aku juga bisa mengambil kursusan di tempat lain.

Kampung ini memiliki bentuk fisik yang tak beda jauh dengan kampung di daerah Jawa Timur lainnya. Banyak sawah yang terkadang ditanami tumbuhan palawija jika kemarau datang. Begitu asri dan tenang.

Tempat favoritku disini salah satunya Tansu atau ‘ketan susu’. Berada di pinggiran sawah yang menyuguhkan menu layaknya warung biasa namun ditambah menu spesial ketan susu.

Tempat ini sangat ramai. Biasanya banyak kursusan yang menghukum muridnya disini dengan berpidato atau sekedar mewawancarai orang-orang disini, dengan bahasa inggris tentunya. Belum lagi mereka harus menggunakan bedak yang dilumurkan ke muka.

Beberapa orang yang beruntung, bahkan mendapatkan orang yang tepat untuk diajak melangkah ke pelaminan.

Berawal dari seringnya bertemu di kelas atau sekedar diperkenalkan oleh teman lainnya lalu saling bertukar pikiran mungkin membuat mereka merasa cocok satu sama lain dan akhirnya pertemanan itu terus berlanjut hingga kearah yang lebih serius.

***
Banyak kenangan dari tempat ini. Ilmu baru, sahabat baru, bahkan pasangan hidup.

Disini aku merasakan Indonesia yang seutuhnya, Indonesia yang nyaman dan ramah. Setiap aku belanja atau sekedar mencari cemilan, pedagangnya murah senyum dan mengajak mengobrol para pelanggannya bak seseorang menyapa kawan lamanya.

Kota ini tidak mengenal umur, latar belakang, pekerjaan, gender, suku, warna kulit, atau perbedaan yang lainnya. Banyak orang yang meninggalkan kegiatan metropolitannya sejenak dan menikmati menjadi dirinya sendiri untuk sementara waktu.

Aku pernah berkenalan dengan seseorang seorang yang hanya memakai sandal jepit, kaos oblong serta celana pendek. Setelah saling berbagi cerita, ternyata dia merupakan seorang pegawai perusahaan nasional kelas atas yang sedang jenuh dengan riuh metropolitan.

Sungguh banyak sekali yang aku dapat disini. Bukan hanya soal bahasa inggris yang semakin membaik, tapi juga pengalaman hidup.

Aku harap kampung ini tak akan pernah berubah kebaikannya dan aku harap suatu hari nanti aku bisa bertemu kalian di kampung inggris.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU