Hidup Sebagai Full Time Traveler di Indonesia

Menjadi seorang full time travel writer di Indonesia, memungkinkankah?

SHARE :

Ditulis Oleh: Dea Sihotang

Sudah hampir empat bulan ini saya meninggalkan pekerjaan rutinitas sehari-hari. Bekerja di sebuah gedung bertingkat di bilangan Jakarta Selatan. Perlu sekitar dua tahun hingga akhirnya saya menetapkan hati untuk meninggalkan pekerjaan tetap ini dan memulai melangkah menuju ke sesuatu yang orang bilang “tidak pasti”, menjadi lebih dari sekadar part time traveler.

Kegiatan traveling bagi sebagian besar orang memang mengasyikan. Terlalu mengasyikan sampai munculah orang-orang seperti saya yang memilih untuk meninggalkan Jakarta dan mulai menelusuri Indonesia, dan semoga..dunia. Di luar negeri hal ini bukan merupakan suatu yang aneh, meninggalkan pekerjaan mereka untuk traveling. Tapi tidak di Indonesia. Jadi ketika saya akhirnya memutuskan hal yang sama, banyak komentar-komentar kaget dari teman maupun keluarga.

Tetapi my passion is my passion. Jika tidak diikuti, pasti akan ada satu waktu dimana saya akan menyesal. Dan saya tidak mau menjadi orang yang seperti itu. Lebih baik saya melakukan hal tersebut dan mendapatkan banyak pengalaman baik atau pun tidak baik (semoga saja tidak!) daripada saat saya tua nanti, saya hanya bisa duduk menatapi keempat tembok di kamar dan menyesal karena tidak pernah berani untuk mengatakan “IYA” terhadap panggilan impian-impian saya semasa muda dulu.

Saya tidak ingin menyesal di kemudian hari karena saat ini tidak berani berkata IYA kepada impian-impian saya. Foto oleh Dea Sihotang

Melangkah lebih dari sekedar part time traveler merupakan impian saya.

Lalu harus bagaimana supaya hal tersebut bisa terwujud? Tidak mudah memang. Tetapi bukan berarti tidak mungkin.

 

1. Tentukan Niat yang Kuat

Langkah pertama yang harus kamu ambil adalah memiliki niat yang kuat. Mungkin terdengar klise. Tetapi tanpa niat yang kuat, impian kita tidak akan pernah terwujud.

Saya bermimpi untuk keluar dari rutinitas yang monoton di Jakarta. Saya bukanlah seseorang yang terlalu mencintai kota besar. Hidup di desa atau tinggal di tempat yang jauh dari kota besar merupakan hal yang lebih baik untuk jiwa. Rasanya dekat dengan alam membuat perasaan lebih bahagia dibanding berdekatan dengan bangunan kaku segi empat bernama mal.

Karena niat yang semakin besar, besar, besar dan kuat, akhirnya saya memberanikan diri untuk berhenti kerja dan mulai traveling. Tidak usah terburu-buru dalam berpikir untuk memantapkan niat, karena saya pun membutuhkan waktu sekitar dua tahun hingga akhirnya berani mengatakan, “Yes, this is the time! I am going to quit my job and go travel.”

 

2. Carilah kesempatan untuk bisa “menjual diri” terlebih dahulu

Melangkah ke sebuah kehidupan yang tidak pasti memerlukan strategi. Strategi tersebut saya bangun tahap demi tahap sebelum akhirnya saya beranikan diri untuk keluar dari pekerjaan “normal” (baca : pekerjaan rutin harian, Senin-Jumat, terkadang Sabtu, dari pagi hingga sore hari, terkadang larut malam) untuk mengemban pekerjaan yang “tidak normal”.

Kesempatan itu saya coba raih dengan rajin menulis untuk media-media sosial, seperti Phinemo misal, beberapa situs luar negeri, kontributor majalah serta rajin mengupdate blog pribadi karena kedepannya nanti saya pasti menggunakan blog ini sebagai bekal bertahan hidup. Saya juga mulai mengikuti lomba-lomba menulis. Selain menulis karena hobi, juga mengikuti lomba akan membuat kemampuan menulis kita akan terus terasah dan semakin baik serta kita semakin dikenal oleh khalayak luas.

Lomba-lomba sekarang ini juga banyak berhadiahkan perjalanan wisata. Kadang jika kita berstatus pekerja, akan sangat sulit untuk pergi jika jatah cuti sudah habis atau pekerjaan sedang banyak-banyaknya. Mengikuti lomba-lomba dengan hadiah perjalanan wisata ini juga merupakan strategi berikutnya agar kita bisa tetap traveling dengan biaya yang minim.

Keheningan alam membuat saya lebih bahagia dibanding padatnya ibukota. Foto oleh Dea Sihotang

 

3. Komunikasikan dengan orang-orang terdekat

Ini merupakan hal yang cukup tricky. Karena walaupun pendapat orang lain memang diperlukan saat kita ingin membuat suatu rencana, namun kita harus tetap ingat akan passion dan impian kita sendiri. Mengapa begitu? Karena seringkali ketika kita sangat antusias ingin melakukan sesuatu dan meminta pendapat orang-orang terdekat kita, maka tidak jarang juga jawaban mereka bisa membuat kita berkecil hati bahkan mengurungkan niat tersebut.

Kembalikan kepada tujuan awal kita. Niat saya meninggalkan pekerjaan di Jakarta, bukan untuk bermalas-malasan. Namun selain saya ingin menjelajah tempat-tempat yang belum pernah saya kunjungi di Indonesia, saya pun ingin membangkitkan awareness akan pentingnya pariwisata di Indonesia. Awareness tersebut saya tuangkan dalam tulisan-tulisan. Jangan pernah meremehkan kekuatan sebuah tulisan, termasuk tulisanmu sendiri.

Untungnya saat saya mengkomunikasikan impian ini kepada beberapa orang yang saya percaya, mereka sangat mendukung saya untuk mengambil langkah ini. Mereka tahu bahwa saya lebih bahagia ketika melakukan hal yang saya suka, dibanding melakukan hal-hal rutin yang saya lakukan dengan setengah hati.

 

4. Menabung untuk hari esok

Jika kita tahu bahwa kita akan meninggalkan pekerjaan rutin kita, yang berarti gaji bulanan yang kita dapatkan, maka kita harus banyak berhemat untuk antipasti saat-saat kita tidak bisa memperoleh pemasukan dalam beberapa saat ketika kita sudah berstatus sebagai full time traveler. Dengan begitu, secara disiplin kita harus mulai mengurangi pengeluaran-pengeluaran yang tidak perlu dan menyisihkan pendapatan kita untuk hal-hal yang lebih penting nantinya.

Ketika saya memutuskan akan menjadi full time traveler, saya mengumpulkan barang-barang yang masih bagus dan mulai melakukan garage sale. Walau tidak terlalu menghasilkan banyak uang, tetapi lumayan untuk menambah pundi-pundi yang belum tentu akan terisi tiap bulannya kan?

 

5. Buatlah perencanaan, namun tetap fleksibel

Baru kali ini saya hidup tanpa suatu rencana yang pasti. Betul saya membuat rencana, namun rencana tersebut selalu fleksibel untuk setiap perubahan yang ada. Niat awal saya saat menjadi full time traveler adalah volunteering di berbagai tempat sambil mengenal kehidupan masyarakat lokal dengan lebih dalam.

Beberapa bulan awal setelah saya berhenti bekerja, saya pergi ke beberapa tempat di Indonesia. Ada yang hanya kunjungan sebentar, ada yang akhirnya menjadi cukup lama. Seperti sekarang ini ketika saya mengunjungi pulau Rote di selatan Nusa Tenggara Timur, niat awal hanya singgah beberapa hari di tempat ini, namun keindahan pulau ini membuat hatiku tertambat dan ingin mengenalnya lebih jauh. Setelah mengenal pulau ini, kembali kepada tujuan awal saya menjadi full time traveler, saya ingin memperkenalkan pulau Rote ini kepada dunia. Sebuah berlian pariwisata yang belum terasah di bumi Nusa Tenggara Timur.

***

Jadilah fleksibel saat kamu telah menjadi full time traveler, biarkan rasa curiositymu selalu muncul dan ikuti saja kemana kesempatan membawamu melangkah. Menjadi full time traveler bukan hanya sebuah gaya atau keinginan untuk mengikuti trend, namun sebuah tanggung jawab terhadap dirimu sendiri untuk bisa memperoleh pengalaman sebanyak-banyaknya dan berbagi hal tersebut kepada orang lain.

Satu hal lainnya adalah stay safe!

Menjadi full time traveler bukan hanya sebuah gaya atau keinginan untuk mengikuti trend, namun sebuah tanggung jawab terhadap dirimu sendiri untuk bisa memperoleh pengalaman sebanyak-banyaknya dan berbagi pengalamanmu tersebut kepada orang lain. Foto oleh Dea Sihotang

Jika kamu ingin tanya-tanya lebih lanjut, jangan ragu untuk menghubungi saya ya.

 

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU