” Seperti fajar pagi kau kuresapi
Menyengat namun itu yang memang ku harap
Ada resah memang resah tapi aku suka
Fajar pagi kau kuresapi ”
Entah, magis apa yang sebenarnya terkandung di dalam lagu itu. Saat mendengarkannya, perasaan rindu pada gunung-gunung pun muncul. Bukan gunung yang sekarang, gunung yang sudah tak lagi sunyi. Tapi, pada gunung yang menjadi rumah hangat dan nyaman bagi para pendaki gunung. Tak banyak orang, sepi, sunyi, terkadang mencekam, namun kekeluargaan dan ketenangan begitu erat melekat.
Banyak hal yang sudah tak bisa lagi ditemukan di gunung. Mungkin hal klise saling sapa menyapa masih bisa ditemui sekarang. Tapi, rasa yang dulu tak pernah sama seperti sekarang. Sapa menyapa seolah hanya sebuah “template” yang memang sudah seharusnya diucapkan, tanpa memandang dan tanpa senyuman. Bukan menyapa yang benar-benar ingin bertegur sapa.
Gunung dan segala isinya sudah tak lagi sama. Waktu yang mengubah segalanya. Hanya sisa-sisa kenangan hangat dan sunyinya gunung yang masih sering kami rindukan. Sama halnya merindukan hal-hal sepele ini misalnya,
Teringat saat sedang lelah berjalan, tiba-tiba beberapa orang pendaki sedang duduk membuat mie instan dan kopi. Mereka dengan ramah menawari kami untuk duduk sembari minum segelas kopi. Dari situlah awal obrolan dan pertemanan terjalin.
Selalu merindukan sepinya gunung. Saat tak ada suara apapun, selain suara angin, tonggeret, dan serangga-serangga hutan lain.
Sekarang, orang-orang naik gunung sambil memutar musik. Egois memang. Memutar lagu kesukaan mereka sendiri tanpa memperdulikan sekitar, apakah orang lain menyukainya atau malah terganggu dengan musik itu.
Ketika sampai di puncak, lanskap kota, hijaunya hutan-hutan gunung, hamparan awan putih berpadu dengan birunya langit terlihat begitu menakjubkan. Setelah puas menikmatinya, membuka kompor, memasak air, lalu menyeduh kopi. Berbincang dengan kawan tentang hidup yang terasa abu-abu.
Ketika sudah mendirikan tenda, membuat perapian, duduk-duduk bergerombol berbincang-bincang. Topik yang dibahas pun macam-macam. Dari pengalaman menyeramkan saat mendaki, hingga membicarakan masalah hidup,
Dulu, berbincang dengan bapak penjaga base camp menjadi hal yang biasa dilakukan. Tak hanya mempererat silaturahmi tapi juga menciptakan kedekatan. Sekarang? sudah sangat susah melakukannya lagi.