Fenomena Foto Selfie Saat Traveling yang Justru Merusak Destinasi, Akankah Terus Berlanjut?

Berbagai aksi para 'pecandu foto selfie' sempat menjadi perbincangan hangat di dunia maya. Pertanyaannya, akankah hal ini terus berlanjut sampai anak cucu kita?

SHARE :

Ditulis Oleh: Umu Umaedah

Foto dari ChritinaTan

Maaf, saya pun tak sesuci itu untuk menyampaikan kerisihan tentang fenomena foto selfie di destinasi-destinasi yang tiap hari makin bertumpuk di sosial media. Bisakah kita bersama-sama memperbaiki diri agar hal tersebut tidak semakin menggerogoti kita dan anak cucu kita nanti?

 

Sosial media menjadi rutinitas yang tak pernah saya lewatkan setiap hari. Faktor pekerjaan yang mengharuskan saya tak boleh melewatkan isu terhangat di dunia maya. Hal yang benar-benar terasa berbeda di era sosial media sekarang ini, timeline riuh akan foto selfie orang-orang yang berkunjung ke destinasi – destinasi wisata. Benar-benar, traveling makin booming akhir-akhir ini, pikir saya.

Namun ada yang cukup mengganggu.

Foto-foto dengan komposisi wajah 3/4 dan latar 1/4 sangat mendominasi.

Lalu, memang salah? Tentu saja tidak! Berfoto selfie adalah hak tiap orang, selama masih dilakukan dengan wajar.

Saya pribadi merasa senang ketika melihat orang-orang berani melangkahkan kakinya bertualang ke tempat-tempat baru, meninggalkan rumah nyamannya, mencari pengalaman berharga selama di perjalanan yang tak akan mereka dapat di rumah. Atau juga mereka yang sejenak ingin mendinginkan kepala di akhir pekan setelah menghadapai hari-hari yang begitu melelahkan. Rasa lelah mereka terbayar dengan pengalaman yang dapat mengajarkan mereka untuk menjadi seseorang yang senantiasa bersyukur atas nikmat Tuhan dengan tidak merasa berbesar diri karena telah berhasil pergi ke tempat-tempat impian.

Saya sendiri pun masih menjadi pengikut foto selfie ketika berada di tempat wisata. Tak perlu munafik, itu adalah satu cara kita mengekspresikan kegembiraan kita. Namun saat kebiasaan berfoto selfie justru merugikan diri dan orang lain, ini yang sangat saya sayangkan.

Masih ingat di tahun 2015, seorang mahasiswa berusia 21 tahun bernama Ery Yunanto  terjatuh saat berfoto selfie di Puncak Garuda Gunung Merapi? Atau kasus rusaknya taman bunga amarylis yang hancur akibat serbuan para pecandu selfie? Ada juga kejadian jembatan gantung di Aceh yang ambruk akibat kelebihan muatan.

Apakah fenomena selfie semacam itu akan terus berlanjut hingga anak cucu kita nanti? Semoga saja tidak.

Sebenarnya kita tetap bisa mendokumentasikan perjalanan kita tanpa menyusahkan diri ataupun merugikan orang lain. Karena, traveling itu bukan melulu soal destinasi. Traveling adalah sebuah pencarian pembelajaran dan mengenal batas diri. Kenapa kita tak berkaca dari foto-foto perjalanan yang mampu menceritakan keadaan tanpa perlu orang bertanya.

A photo posted by @windy_ariestanty on

 Misal saat traveling menyantap makanan, tak perlu melibatkan diri kita bersama makanan tersebut. Akan lebih cantik ketika menempatkan makanan tersebut dengan latar lokasi tempat tersebut dan menyantumkan nama lokasinya. Atau ketika berada di suatu pantai, mungkin kamu bisa meletakkan barang-barang yang identik denganmu sebagai modelnya. Seperti kisah perjalanan socality barbie yang traveling dan menunjukkan tempat-tempat indah di sudut-sudut tempat.

  A photo posted by Socality Barbie (@socalitybarbie) on

Karena, yang terpenting dari foto perjalanan adalah menampilkan cerita dari perjalanan kita dengan memasukkan tokoh-tokoh utama dalam perjalanan dan destinasi itu sendiri.  Windy Arienstanty, seorang penulis yang hobi jalan-jalan, pernah menulis tentang pertemuannya dengan orang-orang di Kampung Sawenduy yang mengajarinya memberikan yang terbaik untuk orang lain. Dalam foto-foto perjalanannya, Windy menampilkan aktivitas orang-orang yang ditemuinya di sana, tentang pekerjaan mereka, dan tentang alam pantai yang indah, tinimbang foto-foto selfie dirinya.

  A photo posted by @windy_ariestanty on

Ada banyak cara mengekspresikan diri saat traveling. Ketika cara berekspresi tersebut dirasa menyusahkan dan merugikan orang lain, tak perlu lakukan.

Belajar hakikat sebenarnya dalam perjalanan terkadang menjadi sulit ketika tak bisa mengendalikan diri.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU