Etihad Air Akhirnya Minta Maaf Telah Turunkan Paksa Seorang Penyandang Disabilitas

Pihak maskapai penerbangan Etihad Airlines menyampaikan permohonan maaf ke Dwi Ariyani (36), terkait insiden turun paksa penyandang disabilitas ini dari pesawat Etihad yang akan terbang ke Jenewa, Swiss, pada Minggu (3/4).

SHARE :

Ditulis Oleh: Shabara Wicaksono

Arsip Etihad

Beberapa waktu lalu, beredar berita Dwi Ariyani (36), penyandang disabilitas yang diturunkan paksa dari pesawat rute penerbangan Jakarta – Jenewa oleh kru Etihad Air karena dianggap tak mampu menyelamatkan diri sendiri saat kondisi darurat, Minggu (3/4/2016).

Menanggapi kasus ini, pihak Etihad Air akhirnya meminta maaf pada Ariyani atas perbuatan awak maskapai mereka.

“Kami mohon maaf yang sedalam-dalamnya atas ketidaknyamanan yang telah dialami oleh Ibu Ariyani pada waktu diminta untuk turun pesawat yang rutenya dari Jakarta ke Jenewa minggu ini,” tulis manajemen Etihad melalui perwakilannya, dikutip dari email yang diterima Kompas.com.

Manajemen Etihad Air mengaku, bahwa dalam kejadian tersebut merekatidak mengikuti prosedur untuk penumpang pengguna kursi roda.

Oleh sebab itu, pihak Etihad Air telah melakukan penyelidikan internal secara menyeluruh dan perusahaan akan mengambil tindakan yang sesuai agar kasus serupa tak terulang kembali.

“Kami telah menghubungi Ibu Ariyani untuk mohon maaf dan menawarkan perjalanan alternatif,” lanjut pihak Manajemen Etihad.

Ini kronologis kejadian Dwi Ariyani  diturunkan paksa oleh petugas Etihad Air

Dalam berita sebelumnya, dituliskan bahwa saat itu, Minggu (3/4), Dwi Ariyani (36), hendak berangkat mengikuti acara Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas di Jenewa.

Saat check-in di counter Etihad sebelum naik pesawat, Dwi telah memberitahu petugas check-in bahwa ia membutuhkan kursi roda khusus untuk masuk ke kabin pesawat. Ia mengaku hal tersebut selalu ia lakukan sebelum terbang. Saat boarding pun Dwi diantar oleh petugas ground staff masuk ke dalam pesawat.

Tapi masalah muncul 20 menit setelah dirinya duduk di pesawat. Pimpinan kru menghampiri dan mencecar Dwi dengan beberapa pertanyaan, yang menurut Dwi “merendahkan” kelompok disabilitas. Pimpinan kru bertanya pada Dwi apakah dirinya bisa evakuasi diri sendiri jika pesawat kecelakaan. Dwi menjawab, “Saya butuh bantuan untuk evakuasi.”

Tak lama, datang petugas Airport Operation Officer. Petugas tersebut kembali menanyakan apakah Dwi bisa berjalan. Dwi jawab bahwa ia bisa berjalan dengan pegangan. Kemudian petugas berkata, bahwa ia harus turun dari pesawat karena tidak ada pendamping.

Dwi terkejut dengan ucapan tersebut, karena biasanya tidak ada masalah meskipun ia bepergian sendirian. Ia mencoba memberi penjelasan kepada pimpinan kru kalau ini bukan pertama kalinya ia terbang sendiri. Tapi petugas tetap menegaskan bahwa Dwi harus turun dari pesawat.

Dari cerita Dwi, petugas berkata bahwa hal tersebut ada di peraturan penerbangan Etihad dan seharusnya dapat dibaca oleh calon penumpang.

Namun, setelah dicek dalam peraturannya, tak ada yang melarang penyandang disabilitas untuk terbang. Peraturan tersebut bisa dibaca di sini. Dalam peraturan tersebut malah tercantum tentang “US Rule for non-discrimination on the basis of disability” – Peraturan Amerika Serikat untuk non-diskriminasi berdasarkan disabilitas.

Dalam Konvensi Penyandang Disabilitas (yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No. 19/2011) menegaskan prinsip non-diskriminasi, yang berarti bahwa tidak boleh ada perbedaan perlakuan kepada siapapun terutama terhadap penyandang disabilitas.

Selain itu dalam Air Carrier Access Act (ACAA, 14 CFR 382), tertulis bahwa tiap maskapai wajib memberi fasilitas yang sama bagi penyandang disabilitas, sama seperti penumpang lain.

 

Baca juga:

 

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU