Bukan Kemana Kamu Pergi, tapi dengan Siapa

Terkadang, traveling itu bukan persoalan akan 'kemana' kamu pergi, tapi dengan 'siapa'.

SHARE :

Ditulis Oleh: Shabara Wicaksono

Foto oleh Tanakawho

Di Jepang, akhir bulan Maret, bunga sakura mulai bermekaran.

Saat bersantai di teras depan kos sembari meneruskan novel yang belum selesai kubaca, teman kos dan pacarnya mengobrol di ruang tamu.

Tak sengaja pembicaraan mereka terdengar. Mereka berdua berencana pergi ke Jepang akhir Maret ini untuk melihat bunga sakura, atau orang Jepang menyebutnya dengan ‘hanami’.

Mereka akan ke Taman Ueno. Rekomendasi situs-situs travel merekomendasikan Taman Ueno sebagai tempat terbaik menyaksikan bunga sakura. Ada ratusan pohon cherry ( yang berbunga sakura ) disana.

Sebenarnya saya ingin menyela pembicaraan mereka, namun saya pikir ulang sepertinya tak sopan.

Saya teringat kisah seorang teman dekat yang telah tinggal 2 tahun disana. Taman Ueno memang luar biasa saat musim mekar bunga sakura, namun sangat penuh sesak.

Menurutnya, sangat sulit bagi turis asing, jika tak memiliki teman warga lokal, untuk mendapat tempat di sana.

Saat awal di Jepang, dirinya tak berhasil mendapat tempat di Ueno. Dia dan suaminya, seorang berkebangsaan Amerika, sempat ingin menyerah setelah berkeliling melihat semua tempat favorit untuk hanami telah penuh.

Beruntung, diperjalanan pulang mereka menemukan tempat yang tak terlalu ramai. Sebuah taman kecil bernama Koishikawa di pinggiran Tokyo. Hanya ada beberapa keluarga yang asyik hanami disana.

Teman saya dan suaminya menggelar tikar biru mereka dan membeli beberapa makanan ringan dan buah-buahan.

Di Koishikawa hanya ada beberapa pohon sakura, itupun tak besar. Baginya itu sudah cukup. Menikmati keindahan bunga sakura pertama kalinya bersama suaminya sudah lebih dari cukup. 

‘Tak masalah mau pergi kemanapun, selama itu bersama suamiku,’ dia bercerita dengan mata berbinar.

Tiap orang memiliki caranya sendiri

Saya teringat betapa dulu teman saya tersebut adalah seorang penyuka solo traveling. Dia bepergian kemanapun seorang diri.

Setelah menemukan pasangan hidupnya, perlahan egonya untuk solo traveling berkurang. Baginya sekarang, traveling bukan lagi tentang tempat apa yang dituju, namun lebih pada, ‘dengan siapa menuju tempat itu’.

Saya banyak mendapat pelajaran berharga dari obrolan dengannya.

Saya saat ini sedang menggandrungi solo traveling. Mencari tempat baru, kenalan baru, sangat menyenangkan.

Saya merasa menjadi seorang ‘backpacker sejati‘, menenteng ransel seorang diri, mengelilingi sudut-sudut kota, atau duduk diam menikmati alam di gunung.

Seorang teman pernah berkata, ‘backpacker sejati itu menikmati alam dengan tenang, menyatu dengan alam, tidak hanya berfoto-foto, tertawa-tawa bersama teman-temannya, membuat suasana ribut.

Dulu, saya pun sempat berpikir seperti itu. Setelah beberapa kali bepergian, berkenalan dengan banyak orang, saya sadar, saya bepergian bukan untuk menyatu dengan alam dan menjauh dari manusia.

Saya bepergian untuk bertemu dengan manusia-manusia baru. Saya senang berfoto dengan mereka, bersenda gurau dengan warga lokal, membuat suasana menjadi meriah. Saya tak suka berdiam diri hanya memandang laut, ombak dan gunung.

***

Saya sangat ikhlas tak disebut backpacker sejati, asal masih bisa menikmati perjalanan dengan cara saya sendiri. Bukankah tiap orang punya caranya sendiri untuk mendapatkan kesenangan?

Suatu saat nanti  mungkin sayapun akan mencapai tahap seperti yang teman saya di Jepang alami.

Mungkin sebenarnya, kita tak pernah merindukan suatu tempat. Kita hanya merindukan kenangan bersama orang-orang di tempat itu

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU