Setelah dunia pendakian sempat heboh dan berjubel peminat, Kamu mungkin menyadari kalau dalam waktu belakangan ini justru mulai sepi. Apakah Kamu pun mulai menyadarinya? Kami coba analisa, penyebab mengapa pendakian mulai sepi peminat. Kurang lebih inilah beberapa alasannya;
Ini bisa jadi alasan yang masuk akal. Ya, karena banyak orang yang malas naik gunung saat ramai. Jadi secara nggak langsung mereka beralih ke kegiatan lain yang lebih sepi peminta. Di saat yang sama juga mungkin jumlah orang yang mendaki justru menurun.
Iya juga sih, akhir-akhir ini cuaca memang lagi nggak menentu. Nggak bisa ditebak apakah akan hujan atau cerah. Kamu biasanya nggak suka kan dengan kondisi yang semacam ini karena nggak bisa diprediksi. Waktu awal berangkat dari base camp terang benderang, di tengah perjalanan hujan badai, lalu pas sudah di puncak hanya mendung gelap.
Ini khususnya buat para pemula sih. Kalau mereka baru pertama kali mendaki lalu menyadari bahwa sebenarnya untuk mendaki butuh modal besar. Ini nggak lain karena alat pendakian memang banyak dan mahal. Coba deh ingat-ingat, untuk mendaki paling nggak Kamu harus punya sepatu, tas carier, tenda, sleeping bag, matras, kompor lapangan, dan nesting.
Nah, mungkin ada diantara Kamu yang berpikir, ternyata naik gunung modalnya gedhe ya! Jadi males naik lagi.
Banyak kok dari teman-teman saya yang awalnya semangat minta ampun waktu berangkat mendaki. Begitu pulang banyak juga yang mengeluh karena ternyata capek dan nggak seenak yang dibayangkan. Belum lagi kalau ternyata di gunung pemandangan yang diinginkan justru mengecewakan.
Biaya simaksi yang mahal juga mungkin bisa berpengaruh pada minat pendaki. Misalnya untuk ke Gunung Gede, Kamu harus bayar Rp32.500 per 2 hari 1 malam untuk weekend. Sedangkan untuk weekday Kamu harus bayar Rp27.500.
Memang kalau dilihat nilai rupiahnya nggak terlalu mahal, tapi gimana kalau Kamu naik gunung berhari-hari? Sedangkan Kamu masih anak kuliahan belum punya pekerjaan. Berapa rupiah yang harus Kamu keluarkan?
Semakin banyak pendaki gunung kekinian hanya ingin mencari spot foto instagram-able yang keren berbanding lurus dengan kemunculan bukit kecil yang digunakan sebagai spot foto. Munculnya bukit-bukit baru yang dikelola dengan apik lebih dipilih karena lebih mudah dijangkau. Selain itu untuk menuju bukit ini juga nggak terlalu susah.
Misalnya Bukit Posong, yang bahkan bisa dijangkau dengan kendaraan motor atau mobil. Tanpa perlu mendaki Kamu bisa mendapat spot foto yang oke. Atau juga bukit Kelir, yang punya pamandangan keren tanpa harus mendaki berjam-jam lamanya sampai puncak gunung.
Teman saya yang dulu hampir setiap sebulan atau dua minggu sekali mendaki, akhir-akhir ini justru lebih memilih camcer ini. Mengapa? Karena nggak capek, memakan waktu dan biaya, juga lebih asyik. Banyak dari mereka yang sudah bekerja, jadi nggak punya banyak waktu untuk mendaki.
Camping ceria juga dijadikan pilihan orang untuk menghabiskan waktu dengan menikmati udara dingin pegunungan. Biasanya area camping ceria ini berada di pos awal pendakian, jadi lebih mudah dijangkau dengan kendaraan.
Kamu pasti belum lupa pada berita-berita negarif seputar pendakian beberapa bulan terakhir. Ada yang meninggal karena kecelakaan, ada yang kesasar hingga berhari-hari, ada yang hilang dan sampai sekarang belum ditemukan. Berita-berita ini secara langsung bisa mempengarui orang-orang untuk menghindari sementara dunia pendakian. Imbasnya tentu saja menurunnya jumlah pendaki di beberapa gunung.
“Mak, mau ijin naik gunung ya Mak..”
“Kagak usah, ngapain sih naik gunung. Tuh kagak liat apa di tipi banyak berita orang mati di gunung”
Mungkin itulah yang orang tuamu katakan saat Kamu minta izin naik gunung. Bermunculannya berita negatif di dunia pendakian, membuat orang tua khawatir jika harus mengizinkan anaknya pergi mendaki. Nanti kalau terjadi apa-apa dengan anak kesayangannya gimana?
***
Ya, meski dunia pendakian lagi sepi, tapi hal ini pun masih bisa diambil sisi positifnya. Karena paling tidak, gunung bisa beristirahat sebentar dari hiruk pikuk pendakian.
Pendaki gunung sejati tahu kapan harus berhenti dan kapan harus memulai kembali