6 Tips Packing Pendaki Pemula Agar Lebih Ringan Saat Trecking

Ultra light hiking, matras aluminium merupakan cara cerdas memilih barang yang akan dibawa saat pendakian agar tidak lebih ringan dan tidak berat.

SHARE :

Ditulis Oleh: Erry Satya

Ketika mendengar kata pendaki gunung, imaji yang melekat di pikiran saya waktu itu adalah sosok seorang pemuda perkasa yang menenteng tas keril sebesar lemari es dengan gagahnya.

Bagi seorang pemula, membayangkan mendaki gunung yang tinggi dengan segala rintangannya saja sudah berat, apalagi ditambah harus membawa tas beserta logistik yang puluhan kilo beratnya.

Sungguh melelahkan.

Setelah beberapa lama menggeluti dunia pendakian, barulah saya menyadari betapa beragamnya trend dan gaya pendakian yang ada.

Saya mulai bersinggungan dengan gaya pendakian yang dinamakan ultra-light hiking.

Teknik ini mengajarkan para pendaki untuk pintar menyeleksi dan menyiasati item-item yang akan dibawanya selama mendaki guna mengurangi beban pendakian.

Mempraktekkan ultra-light hiking, saya jadi tak perlu lagi membawa beban yang berat ketika mendaki sehingga lebih banyak tenaga yang disimpan untuk menikmati keindahan alam.

Berikut item yang dapat kamu siasati agar pendakianmu terasa ringan sesuai prinsip yang dianut anak-anak ultra-light hiking.

1. Memilih shelter yang ringan namun kokoh

Seorang teman pendaki senior pernah berkata, ‘Pendaki ke gunung kok nggak bawa tenda, itu layaknya keong yang jalan-jalan tapi nggak bawa cangkangnya.’

Saya ingat betul dulu ketika awal-awal mengenal kegiatan pendakian hampir tidak pernah membawa tenda karena kami selalu tek-tok (naik sampai puncak langsung turun lagi).

Jadilah ketika ada hujan atau badai yang datang tiba-tiba, saya setim dibuat kelimpungan.

Di sinilah saya merasakan betapa pentingnya shelter atau tempat berlindung bagi para pendaki.

Meski fungsinya sangat penting, berat sebuah tenda full set juga tidak ringan. Cukup sering saya mendengar keluhan para pendaki yang menjadi porter dadakan karena kebagian bawa tenda kelompok.

Jadi untuk menyiasati beratnya bobot tenda, saya memilih tenda yang punya spesifikasi khusus. Pilihan saya jatuh pada produk tenda asal Tiongkok, Langya 2/3P Ultralight Tent.

Harga tenda ini cukup ramah di kantong daripada tenda UL buatan produsen outdoor asal Amerika atau Eropa. Selain itu rangkanya sudah terbuat dari bahan alumunium alloy bukan fiber seperti kebanyakan sehingga beratnya pun jauh lebih ringan, hanya kurang dari 2 kg.

Untuk itu saya sarankan sebelum membeli tenda telitilah dengan cermat spesifikasinya mulai dari bahan rangka, flysheet, dan beratnya.

Baca Juga : 9 Tenda Camping di Bawah 500 Ribu Rupiah yang Layak Jadi Pilihan Untuk Bertualang

2. Pemilihan Tas Carrier yang Sesuai dengan Kebutuhan Mendaki

Untuk pendakian singkat selama satu atau dua hari tentunya tak perlu membawa carrier 75 L yang biasa untuk ekspedisi 7 hari di Rinjani.

Pemilihan carrier harus disesuaikan dengan kebutuhan mendakimu karena keril berkapasitas besar lebih berat bobotnya daripada keril berkapasitas kecil.

Saya lebih suka memakai carrier dengan kapasitas sekitar 40-50 liter saja.

Berdasar pengalaman, carrier dengan kapasitas ini sebenarnya sudah pas untuk kebutuhan mendaki saya yang singkat, lebih nyaman di pundak, dan yang penting tak bikin cepat lelah.

Berbagai produsen carrier outdoor di Indonesia saya lihat sudah cukup baik membidik konsep ini sehingga kamu tak perlu khawatir kesulitan jika ingin mencarinya.

3. Sleeping bag yang hangat namun ringan

Pengalaman hiking tanpa membawa sleeping bag (SB) sungguh seperti mimpi buruk bagi saya, rasanya tidur di gunung tidak akan nyenyak tanpa kehadiran item satu ini.

Memilih SB yang hangat namun ringan menjadi perkara yang tidak mudah karena berat berbanding lurus dengan nilai kehangatan. Semakin ringan bobot SB biasanya tingkat kenyamanan dan pertahanannya dari hawa dingin juga berkurang.

SB yang setia saya gunakan saat ini (Eiger mummy) berada di kriteria pertengahan, tidak terlalu berat dan ringan.

Saya lebih suka SB model mummy karena bentuknya memberikan perlindungan yang maksimal bagi tubuh kita dari hawa dingin.

Tidur dengan SB ini di bawah hamparan bintang langit Lawu atau Merbabu, tubuh saya tetap terasa hangat. Jika bingung memilih SB yang cocok, lihatlah jenis bahan pengisinya.

Bulu angsa (duck down) lebih baik sebagai insulator SB dibanding polar atau dacron karena lebih ringan dan dikenal sangat baik memerangkap panas.

Baca Juga : Tips Memilih Sleeping Bag

4. Alas tidur dan matras

Ketika awal-awal mengenal kegiatan pendakian, matras yang selalu setia menemani perjalanan saya di gunung adalah matras karet TNI yang saya beli seharga Rp. 40.000.

Namun seiring dengan bertambahnya jam terbang, kini saya beralih memakai matras alumunium foil.

Pertimbangan utama saya sebenarnya terletak pada faktor berat dan kepraktisan. Dibanding matras karet, matras alumunium foil lebih ringan, beratnya mungkin tidak lebih dari sebungkus mie instan.

Kedua, ketika saya mencoba menggelarnya di dalam tenda, ternyata sebuah matras alumunium mampu mengalasi hampir seluruh permukaan tenda sehingga bisa dipakai 3 orang pendaki sekaligus.

Cukup praktis, dan saya pun dapat membantu teman satu tim yang lupa membawa matras. Harganya cukup terjangkau, sekitar 60-80 ribu rupiah saja.

5. Beberapa peralatan outdoor lainnya

Siapa pendaki yang tidak akrab dengan berbagai printilan peralatan outdoor.

Sebut saja beberapa di antaranya seperti kompor portabel, pisau lapangan, headlamp, jas hujan, peralatan masak, dan lain sebagainya.

Untuk mengurangi beban membawa peralatan-peralatan itu, saya biasa menerapkan teknik subtitusi. Saya hanya membawa peralatan yang benar-benar penting dan punya beberapa fungsi sekaligus.

Seperti misalnya, kompor portabel standar dan tabung gasnya biasa saya siasati bobotnya dengan membawa trangia cola dan bahan bakar spirtus 600 ml.

Trangia cola ini sebenarnya kompor spirtus sederhana yang saya bikin sendiri dari kaleng bekas lewat belajar tutorial di Youtube.

Berbekal trangia cola dan gelas alumunium, saya sudah bisa merasakan nikmatnya segelas teh hangat di tengah hawa gunung yang dingin.

Untuk kawasan tropis, tentunya jas hujan atau ponco masuk dalam list peralatan wajib.

Cukup bawalah jas hujan plastik HDPE seharga Rp 5.000 yang biasanya dipakai abang tukang becak. Teknik ini cukup efektif memangkas berat jas hujan standar yang sebelumnya biasa saya bawa.

6. Pakaian yang Tepat untuk kegiatan mendaki

Kegiatan mendaki juga perlu memperhatikan pakaian yang sesuai.

Jadi pilihlah pakaian yang tidak hanya nyaman ketika dipakai tapi juga mampu memberikan perlindungan dari cuaca.

Dulu sekali saya masih ingat sering asal-asalan memilih baju untuk mendaki. Imbasnya, pakaian yang saya pakai ternyata hanya menyerap keringat namun tidak menguapkannya.

Badan saya pun jadi gampang menggigil kedinginan karena pakaian lepek-lepek basah keringetan.

Sejak saat itu saya mengikuti rekomendasi pakaian yang cocok untuk kegiatan mendaki, yakni bahannya terbuat dari serat sintesis, seperti nilon, taslan, dan polyester bukan katun.

Mirip seperti baju dan celana yang sering dipakai saat olahraga, entah joging, futsal, bersepeda, atau main bola.

Paling penting, hindari pemakaian celana jeans. Semua orang tahu itu, belajarlah bedakan film dengan realita.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU