Tak ada yang menyangkal, wanita petualang sangat menarik. Mata yang selalu hidup, raut muka yang selalu penuh semangat, sifatnya yang supel, dia nampak sempurna.
Pesonanya misterius, selalu mampu menghidupkan suasana.
Hari ini dia mengajak saya melompat ke laut dari atas tebing tinggi sambil berteriak sekencangnya. Esoknya dia mengajak saya terbang dari Semarang menuju Bali menggunakan tiket promo – dia sangat mahir mendapatkan tiket promo – untuk kemudian menyeberang menuju birunya laut Lombok.
Energinya tak pernah habis. Selalu tertawa lepas.
“Kami wanita, kami mendaki, dan kami berhasil mencapai puncak.” Baca kisah inspiratif para pendaki wanita ini.
Waktu berlalu, perasaan lain mulai timbul, bersamaan dengan perlawanan yang timbul akan perasaan itu.
Setahu saya, dia benar-benar tak pernah bisa tinggal diam di satu tempat dalam waktu lama. Dia mengakui hobinya, dia sangat suka berkelana. Berkelana disini bukan sebuah arti yang sering digunakan abg kekinian. Saat dia mengucap akan berkelana, dia benar-benar pergi sangat jauh, bulan ini gunung A, bulan berikutnya gunung B, sebelumnya ke pantai A, minggu besoknya ke pantai B. Dan kau tahu apa yang dia lakukan jika saya tak meng-iyakan ajakannya ikut keliling kesana kemari karena sedang banyak pekerjaan? Tanpa ba-bi-bu dia tetap berangkat, tanpa ragu.
Saya tahu dia tak akan pernah puas dengan gaya kencan konvensional. Dia tak betah duduk berjam-jam di sebuah ruang gelap menonton film romansa terbaru, dengan sekotak popcorn ditangan. Dia akan protes saat saya mengajak berjalan-jalan di taman dimana saya ingin menikmati sore yang cerah.
‘Hei kau pernah berkunjung ke bukit dekat pantai sana? Mengapa kita tak ke bukit itu dan melihat sunset saja disana? Ayo masih keburu.‘
Saya melirik jam tangan, ‘ini pukul 17.00, tak sampai 1 jam sampai senja. Apa dia akan mengajak berlari menaikki bukit?’ Dan saya hanya bisa menggerutu dalam hati, ‘Tak bisakah kau duduk tenang sebentar di bangku taman ini, saya sangat lelah bekerja seminggu ini.’
Saya tekankan, pada dasarnya susah menyenangkan hatinya dengan cara “biasa”, butuh usaha ekstra.
Semua wanita suka mendapat kejutan satu ikat bunga di depan pintunya, atau ajakan makan di sebuah restoran romantis. Begitupun dia. Dia mungkin tersenyum di depan saya, tapi tak ada yang tahu tentang kepuasan hatinya. Bukan pengalaman sehari-hari seperti itu yang diinginkannya. Dia mencari pengalaman luar biasa. Jauh dari yang mungkin pernah saya bayangkan.
Saya rasa tak perlu lagi berlama-lama meramban puisi romantis di google untuk mencarikan sebuah puisi romantis untuknya. Bait-bait itu tak jauh lebih menarik dari kicauan burung di hutan. Semua pesan saya berisi puisi romantis tak pernah tersisa di ponselnya.
Dia bukan tak bisa menikmati film atau konsep kencan konvensional, dia suka, hanya saja mungkin tak puas. Dan saat dia tak pernah merasa puas, saya tahu hubungan saya dalam masalah.
Menjadi seorang wanita yang hobi bertualang dan jalan-jalan mungkin masih menjadi hal yang tak biasa di kultur masyarakat kita. Tapi percayalah, selama kamu tak merugikan orang lain jangan takut untuk melangkah. Baca ini: Traveler wanita itu keren!
Tangguh, mandiri dan tentu, dia cantik – setidaknya bagi saya tak ada yang lebih cantik darinya.
Dia memiliki kendali penuh atas hidupnya. Terdengar bagus, namun bisa juga berakibat buruk. Sepanjang perkenalan dengan dirinya, nampaknya dia tak pernah benar-benar membutuhkan bantuan saya. Dia membawa tas belanjaannya sendiri, dia memasak sendiri, dan yang paling hebat dia mampu membetulkan meja belajarnya sendiri. Saat saya benar-benar panik karena seharian tak ada kabar apapun darinya, malam harinya dia mem-posting foto-foto one day tripnya berkeliling kota.
Saya sadar, dia tak pernah memilih saya, sayalah yang memilihnya. Prinsip yang kami anut berbeda. Bagi saya bersama dengannya adalah sebuah keharusan, sementara baginya bersama dengan saya adalah sebuah pilihan.
Saya tahu dia sangat membenci pekerjaan kantoran atau pekerjaan apapun yang mengikat langkah kakinya. Dan saya tahu dia akan membenci saya jika melakukan hal serupa.
Dia paham seberapa luas dunia ini. Traveler wanita memang seorang yang bertanggung jawab dan tangguh, namun bukan berarti dia tak butuh bantuan. Saat stres menderanya, saya tak heran ketika tiba-tiba dia menghubungi saya sedang berada di bandara akan melakukan penerbangan ke suatu tempat karena dia tahu hanya itulah yang dapat meredakannya stresnya. Benar hanya itu, karena orang lain tak pernah sadar bahwa dia pun bisa menjadi rapuh dan butuh sekadar tempat untuk bersandar.
Dia selalu bepergian. Dengan mudahnya dia akrab dengan banyak orang dalam perjalanan. Saat itu, saya bahkan mungkin sama sekali tak masuk dalam radarnya. Saat pesan pendek tak pernah dibalasnya dan justru tak lama kemudian dia mem-posting fotonya di Danau Toba bersama teman-teman yang dia temui di perjalanan, tak banyak hal yang dapat saya lakukan.
Siapa traveler cewek idolamu? Coba cek di sini: 6 traveler wanita yang langkahnya menginspirasi wanita lain
Memprotesnya? Tentu, setelah itu dia akan mendiamkan saya dalam jangka waktu tak tentu. Dia bukan pacar idaman bagi kebanyakan lelaki.
***
Setelah cukup lama saya mengenalnya, ada beberapa hal yang saya pahami. Dia hanya membutuhkan seorang pria yang dapat bersaing dengannya. Bersaing dengan imajinasi-imajinasi liarnya tentang alam. Dia membutuhkan seseorang yang akan selalu membuatnya berpikir dia memiliki tempat pulang, sejauh apapun dia pergi. Seorang pria yang cukup bijaksana memberinya izin kemanapun dia akan pergi. Ingat, gairahnya berkelana selalu menggelegak. Menahan gairah seseorang tak pernah menjadi hal bagus.
Saat dia menyukai seorang pria, seperti halnya kesukaannya pada perjalanan dan petualangan, dia akan selalu penuh semangat menjalani hubungan. Dia jauh lebih setia dari yang pernah terbayangkan sebelumnya. Dia tak seperti wanita kebanyakan yang dapat saya ajak kencan ke bioskop atau makan bersama tiap malam. Dia tak selalu membalas pesan pendek, bahkan dia selalu menghapus puisi-puisi romantis yang saya kirimkan. Dia bukan pacar yang baik. Dia yang selalu bersemangat, dengan mata yang terus hidup, dengan wawasan yang luas, sangat tak layak hanya dijadikan pacar.
Karena itulah, saya tak akan pernah memacarinya, saya akan meminangnya sebagai pendamping hidup
Artikel ini terinspirasi dari tulisan Shafinah Neville di Thought Catalog. Neville menulis, jika memang para pria tak sanggup berkencan dengan wanita yang hobi bepergian atau bertualang, segeralah menjauh, atau hal itu akan menyakiti si pria itu sendiri. Saya melihat dari sudut pandang berbeda dan menyesuaikan dengan beberapa pengalaman pribadi, bahwa pada dasarnya wanita yang hobi bertualang memang bukan untuk dikencani, namun lebih layak dijadikan sebagai pendamping hidup.