10 Pantai yang Layak Masuk Bucketlistmu Saat Piknik ke Aceh

SHARE :

Ditulis Oleh: Makmur Dimila

Foto oleh Makmur Dimila

Samudera Hindia dan Selat Malaka mengapit Provinsi Aceh. Posisi geografis ini menciptakan pantai-pantai cantik di daerah paling ujung barat Indonesia.

Saya selalu ingin menjejakkan kaki pada pasir pantai yang terlihat dari jalan maupun yang ada di balik gunung, di antara perbukitan, atau di kepulauan. Jika ingin menikmati keindahan alam bahari Aceh, kamu setidaknya harus mengunjungi pantai-pantai terbaik berikut, bila tak sempat mengunjungi pantai-pantai lain yang tidak saya sebutkan.

1. Pantai Teupin Layeue, sebuah pasar rakyat di tepi taman bawah laut

Suasana di pantai ini ibarat pasar rakyat, setiap kali saya kemari. Warung makan, kedai kopi, gerai suvenir, toko baju, mesin ATM, money changer, dan rumah-rumah kayu, berjejer menutupi kaki bukit dan menghadap pantai. Di seberang jalan, baju-baju pelampung berwarna oranye yang disampirkan pada rak khusus oleh penyedia jasa, membuat suasana kontras dengan laut toska di sebelahnya.

“Hello! How are you Mister? Where do you come from?” keluar dari mulut pemuda-pemuda pengelola wisata sambil melemparkan senyum, setiap melihat turis asing.

Ketika berjalan ke utara pantai di Kawasan Iboih, Sabang, ini seorang pemuda menawarkan saya penginapan di cottagenya dengan tarif Rp 250-500 ribu per malam. Tarif berbeda ditawari pengelola akomodasi lainnya. Tawaran-tawaran itu kadang menarik bagi saya karena bisa tahu ragam jenis dan tarif penginapan. Namun, saya terus melangkah, hingga berhenti pada toko penyewaan alat selam. Pemiliknya lancar bertutur Bahasa Inggris dengan turis yang akan diving.

Hal lain yang membuat saya ingin kembali ke Pantai Teupin Layeue, justru keindahan terumbu karang yang tumbuh di hadapan pantai dan di sekitar Pulau Rubiah. Di perairan pulau kecil yang hanya 5 menit ditempuh dengan speedboat itu: kamu bisa melihat gerombolan nemo seperti dalam film Finding Nemo dan menumpahkan mie instan rebus saat snorkeling agar ikan-ikan hias mendekat untuk difoto dengan kamera underwater.

2. Mandi air tawar dari sumur tua di tepi Pantai Sumur Tiga

Di barat Pulau Weh, saya menemukan ‘pasar rakyat’ di Pantai Teupin Layeue. Ketika menyisir bagian timurnya, cahaya mentari pagi bersinar di Pantai Sumur Tiga. Saya menjejak pasir putih yang dihitamkan bayangan pohon kelapa. Di atas lautan yang hijau toska, gugusan awan kecil menggantung di langit.

Dua bocah lokal menerbangkan layang-layang sementara sepasang bule melangkah gontai di bawahnya. Di hari yang lain, dua bocah telanjang dimandikan ayahnya pada sumur besar tak jauh dari bibir pantai. Saya mencecap, airnya tawar. Inilah alasan pengunjung mencuci tubuhnya dengan air dari sumur yang sudah ada pada masa pendudukan Jepang.

Ombaknya tidak berisik. Suatu kali di musim angin barat, kawan saya snorkeling hingga 200 meter dari pantai. Terumbu karang yang bagus, membuat ia ingin lama-lama mengenal ikan-ikan hias di taman laut. Saya melihat sepasang turis snorkeling. Saya ingin juga mencoba di pantai sebenarnya, tetapi belum sempat-sempat.

3. Pacu adrenalin dengan mencoba banana boat Pantai Lampuuk

Pondok-pondok kayu di antara pepohonan cemara laut, hal pertama yang saya cari ketika diajak kawan rekreasi ke pantai di Aceh Besar ini. Seringnya, saya tidak datang kemari pada akhir pekan yang selalu ramai. Melainkan pada hari-hari kerja. Ketika siang, saya rebahan di lantai pondok. Tidur dengan alunan debur ombak sementara angin membelai. Menjelang senja, saya menanti matahari tenggelam. Merekam gambarnya atau menikmati moment itu saja.

Sekadar info, bila ingin menciptakan pengalaman berbeda, kita bisa menyewa banana boat. Mengenakan jaket keselamatan, lalu dibawa ke tengah dan memutar hingga terjatuh!

4. Pantai Lhoknga, arena bermain para peselancar

Pada musim tertentu, para peselancar menjadikan ombak di pantai-pantai sekitar Lhoknga, Aceh Besar, sebagai arena bermain mereka. Saya belum bisa berselancar, maka saya hanya melihat dua turis belajar surfing di sudut Pantai Pulo Kapuk.Panorama gugusan Bukit Barisan Pulau Sumatera di selatan nampak sangat megah.

Matahari tenggelam juga bisa kamu nikmati dari Pantai Lhoknga yang terletak di tepi jalan Banda Aceh-Calang. Sebelum senja, kita dapat berkumpul di pondok-pondok yang menghadap samudera. Mandi di laut, menikmati debur ombak, atau menyantap kuliner ikan bakar.

5. Merekam gugusan bintang di Pantai Pasir Putih Lhokme

Di Aceh Besar, saya juga bisa melihat matahari terbit di timurnya. Pagi-pagi berkendara 30 menit dari Kota Banda Aceh, sunrise menyambut dari atas puncak Bukit Soeharto. Saat mentari naik, saya turun dari bukit dan melipir ke Pantai Pasir Putih.

Pepohonan yang tumbuh dalam air di beranda pantai ini selalu memberikan daya tarik setiap ke sini. Menjadikannya objek pemotretan yang menarik, lebih-lebih untuk prewed. Saya bahkan sempat mencari ikan-ikan karang di celah pepohonan berakar besar itu, ketika air laut surut.

Jika berjalan jauh ke barat, kita akan sampai di Tanjung Ujung Kelindu. Tanjung yang menyajikan panorama Selat Malaka dan Bukit Lamreh dengan tebing-tebing yang menjorok ke laut. Di salah satu ujung tebing Lhokme itu, gelarlah kemah, untuk merekam milky way luar yang luar biasa indah pada malam hari dan melihat matahari terbit usai Subuh.

6. Dihisap pasir Pantai Pasie Saka

Setengah jam ke utara Kota Calang, atau dua jam setengah berkendara dari Kota Banda Aceh menuju selatan, saya dibuat takjub oleh pantai yang aneh ini di Kecamatan Sampoinet, Aceh Jaya.

Berada di balik dua bukit namun menghadap Samudera Hindia. Perlu setengah jam treking dan hiking dari desa terakhir, Gampong Jeumpheuk. Garis pantainya melengkung di antara tanjung-tanjung. Pasirnya seakan-akan mengisap tapak kaki saya ketika berjalan santai di permukaan pantai. Butiran pasir berbentuk seperti gula pasir: putih, bening, dan lembut. Saking lembutnya, saya rebahan telentang di sini hingga lama.

Kita dapat mengeksplorasi beberapa pantai kecil yang terbentuk akibat banyaknya tanjung dan tebing di sekitar pantai Pasie Saka. Bahkan, ada satu batu besar menyerupai tunas kelapa atau lambang pramuka, inilah spot favorit saya ketika pertama kali mencapai tempat ini. Berfoto sesuka hati.

7. Berselancar berlatarkan matahari terbenam di Pantai Alus-alus

Kesan pertama dari perjalanan di Pulau Simeulue lahir di pantai ini. Tirai matahari menusuk celah-celah pepohonan kelapa di sepanjang tepi Pantai Alus-alus. Ombak yang menggulung-gulung tinggi, menghasilkan suara debur yang mengalun.

Di sore hari, saya bersama kawan, mencoba surfing dalam ombak kanan di pantai ini. Tapi kami, hanya berselancar dengan perut. Menunggu ombak 2 meter datang, lalu memeluk papan selancar, dan meluncur ke bibir pantai bersama ombak yang perlahan pecah.

Usai mandi, matahari merekah di langit petang. Kabut mengepul dari permukaan pantai di sisi barat, memberikan warna coklat, berbaur dengan warna kuning emas sinar matahari. Dua kawan saya yang mengepit papan selancar, melangkah di antara lukisan alam di Desa Alus-alus itu.

Sekadar tambahan, jika kamu ingin ombak yang menantang untuk surfing di Simeulue, cobalah ke Pantai Nancala-Maudil tempat digelarnya Aceh International Surfing Championship 2013, atau Pantai Matunurung.

8. Berfoto dengan latar lukisan alam di Pantai Pasir Tinggi

Saat berkendara di desa pesisir di Kecamatan Teupah Selatan, Simeulue, pertengahan April, saya menemukan lukisan alam yang sangat indah di Pantai Pasir Tinggi.

Debur ombak pantai ini langsung terdengar ketika turun dari kendaraan tapi lautnya tidak tampak. Saya harus melangkah sejenak dan tiba-tiba, kawan saya berhenti di antara pokok kelapa, pada satu daratan yang menanjak. Saya susuli dia. Tampaklah pantai yang diapit pasir putih. Air birunya melengkung mengikuti fasad garis pantai. Riaknya pelan.

Kami turun ke permukaan pantai yang lebih rendah. Saya minta seorang Kanada bertopi koboy dalam rombongan kami untuk duduk pada log pohon kelapa yang terdampar. Klik! Saya pun ‘berboncengan’ dengannya di batang kelapa itu, untuk difoto kawan.

9. Keramahan warga dan enaknya menyantap ikan bakar dari laut Simeulue di Pantai Labuhan Bakti

Rumah-rumah kayu dan warga yang selalu memberikan senyum, membuat saya terkesan saat akan berhenti di Pantai Labuhan Bakti, sekitar 10 menit dari Pantai Pasir Tinggi.

Pulau Simeulue yang dikelilingi Samudera Hindia tampaknya menjadi anugerah tersendiri. Kaya hasil laut dan panorama alam yang menakjubkan. Di satu sudut pantai ini, saya melempar diri dalam hammock yang terikat di antara dua pohon kelapa. Saya kekenyangan usai menyantap ikan bakar yang kami pesan dari kedai di pantai ini.

Sebelumnya kami makan siang di pondok kayu di bibir pantai. Nasi putih, ikan kerapu dan talang bakar dengan sambal kelapa khas Simeulue, gulai sayur, bersatu-padu di atas meja papan sederhana. Pantai dengan air hijau toska, yang diarungi bocah pengangkut karang dengan sampan, cukup menjadikan petualangan di kepulauan paling ujung Pulau Sumatera ini sempurna.

10. Kayaking di Pantai Pulau Palambak Besar

Saya belum pernah ke Pulau Banyak, Aceh Singkil. Kawan saya ketika pulang dari kepulauan ini langsung memperlihatkan hasil jepretannya. Seorang pemuda mendayung kayak di permukaan laut dengan gradasi biru yang tampak bening. Di atas kayak merah-kuning, lelaki berpakain hitam itu menatap ke lensa kameranya. Foto itu diambilnya di halaman Pantai Pulau Palambak Besar, dengan pokok kelapa menjulang. Menurutnya, pulau ini destinasi favorit turis (traveler) asing yang menyeberang dari Medan, jalur masuk terdekat menuju kepulauan ini. Sedikit wisatawan lokal yang berkunjung Pulau Banyak.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU