Travelling kini sudah beralih menjadi kebutuhan pokok, hampir setiap orang pasti menyisihkan waktu luang untuk berlibur, hal ini terbukti dengan maraknya bisnis jasa travel agency yang semakin menjamur di Indonesia dengan berbagai persaingan ketat seperti tawaran promo wisata dalam dan luar negeri yang menggiurkan, bisa dibilang ini adalah salah satu parameter meningkatnya konsumsi travelling masyarakat Indonesia.
Livestyle seperti ini memungkinkan semakin banyaknya wisatawan Indonesia yang tersebar di berbagai negara. Inilah yang justru menjadi tantangan masyarakat Indonesia dalam hal menjaga sikap. Kalau kata urang Sunda mah “ka mana oge anjeun angkat,jenengan sae dipertaruhkeun” (kemanapun kamu pergi, nama baik dipertaruhkan).
Hal yang demikian akan berpengaruh kepada stereotip orang Indonesia di mata dunia. Tentu saja nggak mau dong masyarakat Indonesia yang terkenal ramah tiba-tiba saja dicap buruk. Ini adalah beberapa tindakan menyebalkan yang dilakukan wisatawan Indonesia ketika berkunjung ke beberapa tempat wisata, mungkin kamu juga pernah merasakannya atau malah pernah melakukannya, semoga saja tidak.
Bukan rahasia umum, jangankan tempat-tempat wisata, area sekolah, rumah sakit, dan tempat-tempat resmi juga masih sering dijumpai berbagai macam sampah, dari yang dibuang begitu saja sampai sampah yang dibuang dengan cara diselipkan di sela-sela bangku, kaki meja, atau di pot tanaman hias.
Saya pernah mengalami sekali, ketika itu saya sedang beristirahat disebuah bangku di taman kota, sambil melepas lelah saya bersandar di sudut bangku, setelah sadar, ternyata terdapat permen karet yang menempel di baju saya, miris memang jika mengingat kelakuan para manusia-manusia tak tanggap lingkungan seperti mereka.
Di sisi lain, sebenarnya ini juga perlu dikoreksi juga, mengapa orang-orang itu membuang sampah tidak pada tempatnya, apakah hanya sebatas keisengan, kemalasan, atau justru fasilitas pembuangan sampah yang minim? Ini akan menjadi PR untuk kita renungkan bersama.
Kali ini saya yakin 100% kalau kamu juga sering melihat coretan-coretan dengan berbagai tulisan di tembok berbagai tempat wisata. Hampir sebagian besar lokasi wisata di Indonesia memiliki coretan-coretan entah apa maksudnya seperti; “Cecep love Neneng”, “Aku galau”, “085691XXXXXX”, “Aku tak mau sendiri” atau apalah itu saya juga nggak ngerti. Tapi percayalah wahai para manusia, kalau tulisan-tulisan itu justru akan mengganggu keindahan tempat wisata, tak ada yang peduli terhadap perasaan yang kalian tulis, hanya keegoisan yang tersisa di tembok-tembok wisata.
Ayah saya pernah bercerita ketika beliau sedang liburan ke Bangkok, Thailand. Mereka mengacu pada kebudayaan yang sama, kebudayaan timur, bedanya mereka lebih teratur dan lebih menghargai budaya antri dibandingkan dengan orang-orang di Jakarta. Jika kehidupan di Jakarta semua serba siapa cepat dia dapat, maka lain lahnya jika di Bangkok. Mereka cenderung menghargai dan memprioritaskan orang yang seharusnya diprioritaskan.
Kita ambil satu contoh, jika hendak masuk ke tempat wisata, pengunjung di Jakarta biasanya berdesak-desakan agar lebih cepat masuk ke area wisata, namun jika di Bangkok, pengunjung lebih mengutamakan orang tua, wanita hamil, dan balita untuk mengantri di tempat khusus, semakin tertib makan semakin cepat pula masuk ke area wisata, sangat kontras bukan perbedaannya? Hal demikian juga berlangsung di beberapa kendaraan umum di Jakarta, yah buat kamu warga Jakarta atau yang pernah ke sana, pasti sudah tahu kan?
Saya sering mendengar selentingan dari beberapa pengunjung di beberapa tempat wisata, “WC nya bau” atau “Toiletnya kotor”. Telinga saya sudah sangat peka terhadap ucapan-ucapan seperti itu, memang benar adanya bahwa begitulah kebanyakan keadaan toilet umum di tempat wisata di Indonesia. Toilet seharusnya menjadi tempat privasi dan jauh dari kesan jorok. Saya tidak menyalahkan manajemen pengelola pariwisata dalam hal kebersihan, tetapi yang saya sayangkan adalah tanggung jawab dari setiap orang yang menggunakan toilet umum.
Berbagai hal yang telah diuraikan di atas, maka bisa disimpulkan bukan kebiasaan wisatawan Indonesia? hal tersebut juga tidak menutup kemungkinan timbul berbagai stereotip yang berkembang di mata wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia. Hidup penuh dengan pilihan, teman, tinggal bagaimana kita menjalaninya, mau dihargai sebagai masyarakat yang berbudaya atau masyarakat yang tertinggal.