Unik! 6 Ritual Pemanggil Hujan dari Berbagai Daerah Indonesia

Ritual pemanggil hujan dari berbagai daerah ini memiliki persembahan yang berbeda-beda. Selain suguhkan pertarungan, adapula yang melibatkan kucing.

SHARE :

Ditulis Oleh: Echi

Kebakaran yang terjadi di Gunung Sindoro dan Sumbing beberapa waktu lalu membuat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jateng mengerahkan pawang hujan untuk menangani kebakaran. Sejak akhir pekan lalu lereng di dua gunung tersebut dilanda kebakaran akibat kemarau panjang.

Baca juga: Kampung Pencak Silat dunia yang ada di Indonesia. Ulasan selengkapnya ada di artikel ini.

Pengerahan pawang hujan di Indonesia ini bukan hal yang baru. Tradisi pemanggil hujan pun banyak dilakoni di berbagai daerah di Indonesia. Menariknya, ritual meminta hujan tersebut didampingi dengan beragam sesaji atau pun persembahan untuk langit. Berikut tradisi pemanggil hujan yang tersebar di Indonesia.

Ritual Ojung di Madura, Bondowoso, dan Tengger

Ritual pemanggil hujan Ojung yang sudah ada di abad 13. Foto dari bombastis.com

Ritual Ojung ini pertama kali dilakukan pada abad 13 di kawasan Madura. Seiring berjalannya waktu, daerah sekitarnya pun mulai mengikutinya seperti Bondowoso dan Tengger.

Meski dilakukan di beberapa daerah, Ritual Ojung memiliki tujuan yang sedikit berbeda. Di Bondowoso dan Madura, ritual Ojung biasanya dilakukan untuk memanggil hujan. Sedangkan di masyarakat Tengger, Ojung diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan hari raya Karo.

Ritual Ojung diawali dengan tarian Topeng Kuna dan Rontek Singo Wulung. Setelahnya, serangkaian tradisi pun dilakukan. Sebagai puncaknya, dua orang pria bertelanjang dada memegang rotan lalu menyabetkannya satu sama lain diiringi musik.

Tak hanya menyabet, mereka pun ikut bergoyang mengikuti irama musik. Konon, bila petarungan antara dua orang pria tersebut dilakukan dengan sungguh-sungguh, setiap darah yang menetes akan mendatangkan hujan.

Ritual Ujungan di Banjarnegara

Ritual pemanggil hujan di Tulungagung. Foto dari detik.com

Serupa dengan Ritual Ojung, tradisi pemanggil hujan Ujungan ini pun menggabungkan antara seni beladiri, tari, dan musik. Tradisi Ujungan sudah berlangsung turun menurun dan memang ditujukan untuk meminta hujan saat kemarau panjang.

Tradisi ini konon berawal dari kisah para petani yang berebut air untuk mengairi sawahnya saat musim kemarau. Perebutan ini membuat para petani cekcok hingga saling memukul dan melukai satu sama lain hingga terluka dan mengeluarkan banyak darah.

Manten Kucing di Tulungagung

Konon, usai memandikan kucing, hujan langsung turun. Tak sedikit yang membawa pulang airnya agar mendapat berkah. Foto dari bombastis.com

Ritual manten kucing dilaksanakan di Desa Pelem, Tulungagung. Dalam ritual ini, sepasang kucing yang dimandikan di Coban Kram. Proses memandikannya pun seperti ritual siraman pengantin manusia maka disebutlah “manten kucing”.

Masyarakat setempat meyakini, usai melakukan ritual tersebut hujan langsung turun. Warga sangat percaya dengan ritual ini sehingga kebanyakan orang juga akan berebut air bekas memandikan kucing. Mereka percaya bahwa dengan membasuh muka dengan air tersebut bisa membuat mereka mendapatkan berkah atau awet muda.

Tradisi Cowongan di Banyumas

Bila di Banjarnegara terkenal dengan ritual pemanggil hujan yang gabungkan seni beladiri dan musik, di daerah Banyumas ada ritual Cowongan yang dilakukan dengan cara menancapkan gayung pada batang pohon pisang raja.

Menurut kepercayaan masyarakat sekitar, ritual ini dilakukan dengan meminta bantuan Dewi Sri atau dewi padi. Konon Dewi Sri akan turun melalui pelangi untuk menurunkan hujan.

Ritual ini dimulai dengan mencuri gayung yang kemudian ditancapkan pada sebuah batang pohon pisang raja. Gayung dirias menjadi properti pelaksanaan ritual. Doa-doa dan mantra kemudian dibacakan agar bidadari turun dan merasuk ke properti tersebut.

Ritual Gebug Ende di Bali

ritual pemanggil hujan di Bali. Foto dari bombastis.com

Di Bali pun terdapat ritual pemanggil hujan yang dikenal dengan sebutan Gebug Ende. Ritual tradisional pemanggil hujan ini tidak jauh berbeda dengan ojung atau cowongan. Ende adalah sebutan untuk rotan, sedangkan gebug adalah alat untuk menangkis pukulan rotan. Jadi, dua orang pria saling bertarung dan memukul menggunakan rotan untuk meminta hujan.

Baca juga: Ritual kematian Manene Toraja tarik perhatian wisatawan dunia

Ritual Mora’akeke Suku Kaili di Sulawesi Tengah

Bahaya dan dua wanita paruh baya yang mengelilingi Pohon Vanja. Foto dari bombastis.com

Ritual Mora’akeke dilakukan oleh suku Kaili yang ada di daerah Sulawesi Tengah. Seperti kelima ritual lainnya, Ritual Mora’akeke dilakukan untuk meminta hujan.

Ritual akan diadakan oleh warga dengan bergotong royong di pinggiran sungai untuk meminta berkah dari Nteka atau penguasa sungai.

Serangkaian acara dilakukan. Ritual dimulai dengan suara tetabuhan dari topogimba. Saat suara tetabuhan mulai berbunyi, seorang Bahaya (pria yang berpakaian wanita) akan muncul untuk memimpin ritual. Dia dan dua wanita paruh baya berjuluk makoto ka’daa akan mengelilingi pohon Vanja yang sudah disiapkan.

Dalam ritual ini tiga ekor kambing akan disembelih di pinggiran Sungai Vuno. Darah yang keluar dari kambing akan menyatu dengan air agar sampai kepada Nteka. Selain kambing, babi dan juga anjing juga akan disembelih dan darahnya dibiarkan mengucur. Setelah penyembelihan, hewan ini akan dimasak lalu dimakan bersama-sama sebagai ungkapan rasa syukur.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU